8. Good Bye

136 22 0
                                    

Author's POV

"TIDAK! Aku tidak mau!" Jimin menghela napas, lagi. Kini Jungkook sudah berada agak jauh darinya. Menoleh untuk duduk didepannya. "Duduk disini, Jeon Jungkook!"

Remaja itu tetap menggeleng. Kali ini air matanya mulai turun, membuat setitik rasa bersalah dan tidak tega hampir dihati Jimin. Tapi mau bagaimana lagi? Hanya hal ini yang bisa dia lakukan agar Jungkook bisa selamat.

"Ayolah, kau tidak mau selamat dan pulang kerumah, huh?" Jimin berjalan beberapa langkah, hingga saat ini berada tepat didepan tubuh Jungkook. Sementara anak itu sendiri masih diam dengan kepala menunduk.

Pilihan macam apa ini? Batinnya.

"Jung, aku mohon, duduk disana dan biarkan aku membuka mata batinmu. Aku moh--"

"Lalu bagaimana denganmu?" Kali ini Jungkook mendongakkan kepala. Menatap mata Jimin dengan linangan air mata. "bagaimana dengan dirimu sendiri? Hyung kira aku bisa tenang dirumah kalau kau sendiri masih berada disini, disiksa, atau yang lebih parah dibunuh dengan sadis oleh penjahat brengsek itu?"

Jungkook mengatur napasnya. Sementara Jimin sekarang melemaskan bahu dan mentap Jungkook datar. "Aku sudah berjanji pada ayah untuk pulang kerunah. Membawamu pulang kerumah, Jung!"

"Kau bilang waktu itu kita, kau bilang pada ayah kalau kita akan pulang! Bukan hanya aku, hyung! Lalu sekarang kau mau aku saja yang selamat sementara kau mati disini? Kalau memang tidak bisa selamat bersama, ya sudah, tidak usah ada yang pulang. Kita mati beesama ditempat iblis itu. Biar sa--"

Plak.

Kini bahu Jimin naik-turun seiring sengan deru napasnya yang memburu. Sementara yang ditampar masih berada pada posisinya--kepala yang menghadap kekanan karena tamparan keras yang baru saja menyapa pipinya.

"Lalu kau kira ayah tidak akan lebuh sedih jika kedua anaknya mati? Kau dan aku, meninggal disini, lalu siapa yang mengurus ayah dirumah?" Jungkook diam.

"Lebih baik sekarang kau turuti aku." Ia kembali pada posisinya, duduk didepan batu. "Duduk didepanku, lalu aku buka mata batinmu."

Kali ini Jungkook menangis. Tubuhnya runtuh, bertumpu dengan kedua lutut dan menunduk, mengusap air matanya pelan dengan punggung tangan. Suara isakannya terdengar jelas, membuat hati Jimin mencelos begitu saja.

"Tap-tapi aku tidak mau pulang sendirian." Jimin masih diam. "Aku takut, aku takut sendirian. Nanti aku harus bilang apa kalau ayah bertanya tentang dirimu? Aku tidak mau kena marah lagi."

Pada akhirnya, Jimin berdiri, berjongkok didepan Jungkook lalu mengusap belakang kepalanya lembut, membuat Jungkook perlahan mendongak dan menatap mata kakaknya. "Kau tidak sendirian, nanti kau akan keluar dari sini dengan bantuan Clarie."

"Teman gaibmu itu?" Jimin mengangguk, "lalu hyung bagaimana?" Jimin tersenyum, manis bahkan terlalu manis hingga membuat Jungkook meneteskan air mata lagi.

Itu mungkin senyuman manis terkahir Jimin.

"Aku akan kembali kevilla, menyerahkan diri begitu saja pada Seokjin hyung dan teman-temannya. Dengan begitu, mereka akan berhenti mencarimu, lalu kau bisa selamat, hm?"

Rekan Seokjin.

"Ah, kenapa tidak meminta bantuan Yoongi hyung saja?"

"Dia gila, Jung. Dia berkepribadian ganda, tidak bisa dipercaya. Jadi kita tidak bisa meminta bantuannya. Tidak berguna sama sekali." Jungkook terdiam sebentar, lalu kembali menatap Jimin.

"Lalu sekarang?"

Jimin menoleh kebelakang, tempat Clarie berdiri disebelah batu tenpat dimana mata batin Jungkook akan dibuka.

LOSE || BTS FANFICTION✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang