4. Him

163 24 0
                                    

Author's POV

Drrttt.. drrrtt.. drrrtt..

Jimin menoleh cepat lalu menyambar ponselnya yang bergetar. Memandang layarnya sebentar sebelum akhirnya menjawab telepon tersebut.

"Yeobosaeyo?"

"Jimin-ah, maafkan ayah. Ayah tidak bisa menjemput kalian. Sopir pribadi ayah ditembak mati saat akan berangkat tadi." Jimin membulatkan mata. Tentu merasa sangat terkejut mendengar penuturan ayahnya. "Tertembak di mana?"

"Di rumah. Tepat mengenai jantungnya. Pak Min sekarang sudah meninggal."

Remaja itu lantas memejamkan mata dan menghela napas panjang. Ada dua hal yang membuatnya sedih dan kecewa. Sopir pribadi keluarganya yang meninggal dan dirinya jhga Jungkoik ayang tidak akan pergi dari sana secepatnya. "Astaga. Ayah dan semuanya baik-baik saja, kan?"

"Iya. Jangan cemaskan kami. Sekarang rumah sudah dijaga polisi dengan ketat, takut-takut akan ada tembakan susulan." Jimin menghela napas lega lalu memejamkan mata untuk kedua kali.

Di satu sisi, dia merasa lega mendengar kabar bahwa orangtuanya sedang dalam keadaan baik-baik saja. Dan di sisi lain, berarti ia harus dengan sialnya menunggu lebih lama disini sampai Seokjin benar-benar membawa mereka kembali pulang dalam keadaan baik.

"Jimin-ah, kau dan Jungkook baik-baik saja, kan?" Jimin terdiam sebentar. Dirunya juga tidak tahu, apakah semua orang yang ada di sini baik-baik saja atau tidak. Yang pasti, dia merasa terancam. Belum lagi Seokjin yang mencegah agar mereka pulang darisana. Dan bodohnya lagi, dia dan teman-temannya percaya akan hal itu.

Walaupun sekarang dua sudah mulai curiga dengan gelagat dan maksud Seokjin sebenarnya. Entahlah, di mata Jimin, Seokjin terlihat aneh.

"Jimin-ah? Kau mendengarkan ayah?" Jimin terperanjat, sadar dari lamunannya yang berpikir jauh. "Oh, iya. Kami baik, kok. Tunggu beberapa hari lagi, Appa. Kami akan pulang."

"Baiklah, hati-hati. Kalau ada apa-apa, hubungi Ayah. Kalau ada yang kau pikirkan, ceritakan pada ayah. Semoga liburanmu menyenangkan." Jimin sontak mengangguk pelan dan menjawab seadanya, "Ya. Aku tutup ya?"

Pip.

Jimin kembali terdiam di kamarnya. Entah di mana Jung Hoseok dan makhluk bernama Jeon Jungkook itu berada. Tadi dia ditinggal dan dikunci didalam kamar mandi.

Benar-benar tidak punya hati. Batin Jimin.

Tok.. tok.. tok..

Jimin menoleh pelan lalu beranjak dari duduknya, membuka pintu perlahan lalu mendapati Jungkook yang berdiri di depan pintu, lengkap dengan Hoseok di sebelahnya.

Sementara Jimin merotasikan bola matanya lalu menghembuskan napas malas. Kakinya lalu beringsut kembali tiduran di ranjang. Membuat dua manusia itu menautkan alis dan ikut duduk di dalam sana setelah Hoseok menutup pintu kamar.

"Kau kenapa tidak turun-turun? Kau tahu, kami sudah menunggumu lebih dari lima belas menit. Kau itu kencing atau semedi?" Ocehan Hoseok lantas berhasil membuat Jimin menautkan alis. "Loh, bukannya kau dan Jungkook yang tadi mengunciku di dalam sana?"

"Tidak, tuh. Kami tadi memang sengaja mengerjaimu dengan meninggalkanmu pergi ke bawah. Tapi kami tidak mengunci kamar mandi. Kenapa?" Jimin membasahi bibir tebalnya dan mulai menerka-nerka.

"Kalian tidak bohong, kan?" Dua manusia itu menggeleng serempak. "Tidak, Jimin-ah. Memangnya tadi kenapa?"

"Tadi pintu kamar mandi terkunci. Dan anehnya bisa terbuka sendiri saat aku sudah menyerah dan duduk di toilet yang sudah aku tutup." Alis Jungkook bertautan, sementara Hoseok mulai menampilkan gelagat berpikirnya. "Tapi sumpah, Hyung. Kami tidak mengunci kamar mandi."

LOSE || BTS FANFICTION✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang