7. Choose

124 22 2
                                    

Author's POV

Dimata Seokjin, Namjoon adalah adiknyang memuakkan, apalagi saat anak itu mulai mencetak prestasi akademiknya disekolah. Prestasi yang sebenarnya bisa didapatkan karena bantuan Seokjin yang mengajarinya pelan-pelan.

Tapi, apakah semua itu terlihat dimata orangtua mereka? Jawabannya tidak.

Selama ini mereka hanya mengetahui bahwa Namjoon bisa pandai karena kemampuannya, IQ-nya yang tinggi, juga memang otak yang mumpuni. Tidak ada campur tangan Seokjin disana.

Sementara Namjoon sendiri selalu diam dan tersenyum bangga jika dia dipuji dan dibanding-bandingkan oleh kakaknya didepan seluruh keluarga. Hal yang membuat mereka mengira bahwa Seokjin adalah anak laki-laki tak berguna yang tinggal dikediaman keluarga Kim. Tanpa berbuat apa-apa.

Lalu, apa efeknya?

Semua anggota keluarga besarnya mulai berlaku tak adil terhadapnya tapi selalu menomor satukan Namjoon dan juga saudara sepupu lainnya.

Membuat Seokjin muak dan saat itu juga menolak ikut jika ada pertemuan keluarga besar. Sebenarnya dia rindu, apalagi pada saudara sepupunya yang tuli. Satu-satunya orang yang menyayanginya, mungkin juga karena tidak mendengar cerita dari saudara lain tentang dirinya.

Tapi Seokjin tetap menyayanginya, walau sekarang gadis itu sudah meninggal dunia karena hal yang membuat Seokjin dendam dan menyukai pembunuhan karena ketagihan.

Jadi, waktu itu, Seokjin yang masih berumur 17 tahun bermain dibelakng rumah bersama Ryukang, menikmati angin sore sambil menanam beberapa bunga kesukaan gadis itu--Bunga Mawar merah. 

Saat itu sore yang gelap karena mendung. Dua manusia itu masih berjongkok didepan sebuah bunga yang baru saja ditanam Ryukang.

"Saudara sepupuku itu ada 2, lalu kau saudara yang paling dekat denganku." Ryukang menoleh diakhir kata, membuat Seokjin juga menoleh dan tersenyum manis. Mau menyahut juga percuma, dia tidak akan mendengarkan suaranya.

"Kau saudara yang paling aku sayangi, Seok." Detik itu juga, hati remaja laki-laki itu menghangat. Sudah berapa lama dia tidak mendengar kalimat indah singkat dan bermakna itu?

"Tapi, aku masih heran dengan perilakumu beberapa hari ini dengan Namjoon." Senyum Seokjin pudar. Oh, ayolah, jangan membahas anak itu. "Aku rasa kalau kau dan anak itu tidak akur seperti adik kakak pada umumnya."

"Ryu--"

"Apa kau iri pada adikmu yang selalu menjuarai olimpiade disekolahnya sementara kau tidak? Dalam hidup kita tidak boleh merasa iri, Seok." Ryukang menatap langit, "apalagi merasa iri pada adik sendiri. Kau dan Namjoon itu bersaudara, kakau Namjoon berprestasi, harusnya kau juga bisa-ah!" Ryukang menundukkan kepala, mendapati perutnya yang baru saja dipukul tongkat kasti oleh Seokjin. "Sakit, nak-ah!"

Lagi, "kakak..aku membencimu!" Setelahnya, yang dilakukan Seokjin adalah, membawa Ryukang kedalam sebuah tempat penyimpanan alat-alat perkebunan, lalu mengambil lakban dan menutup bibir itu paksa agar tidak mengeluarkan suara.

Kemudian mulai melucuti pakaiannya, melecehkan gadis malang itu sebelum akhirnya membenturkan kepalanya keras ditanah sebagai penutup dari penyiksaannya, membuat kepalanya berdarah dengan luka lebam disekujur tubuh.

Itu adalah tindakan yang Seokjin lakukan pertama kali.

Dan Seokjin ketagihan.

"Hyung, aku menemukan ini didekat batu besar, kelihatannya milik anak laki-laki yang waktu itu kau jual itu."

"Jungkook?"

"Mungkin."

-
-
-

"Kau..." Clarie tersenyum manis, membuat Jimin mengerinyitkan alis karena heran. "Sebenarnya kau itu siapa?"

"Aku Clarie," gadis itu menjulurkan tangan, tepat didepan tubuh Jimin, membuat anak itu ikut mengulurkan tangan dan menjabat tangannya.

Terasa dingin dan lembut, membuat Jimim tersadar bahwa sosok yang ada didepannya itu bukanlah manusia, melainkan yang lain.

"Dimana ini?" Clarie tersenyum lagi, mengingat dia yang sudah membawa Jimin ketempat yang dia sukai--danau yang ada didekat villa. "Ini danau dekat tempat kalian menginap."

Detik itu juga, Jimin kembali mengedarkan pandang. Benar, ini memang villa yang dia tinggali beberapa hari yang lalu, dibuktukan dengan pintu masuk dan dua pohon yang ada disisi kanan dan kiri pintu itu.

"Kenapa terlihat berbeda?"

"Iya, memang, karena ini suasana 2 tahun yang lalu." Jimin mengangguk satu kali, lalu memiringkan kepalanya, rasa ingin tahunya datang.

"Kau ini sebenarnya siapa? Dan kenapa kau memperlihatkan dirimu pada dua kali, pasti kau punya tujuan kan?" Kali ini Clarie menghela napas lalu duduk didekat danau, diatas rerumputan yang empuk. Mengisyaratkan pada Jimin untuk mengikutinya untuk duduk disana.

Dan Jimin duduk disana.

"Aku kekasih Yoongi oppa, aku meninggal divilla itu, dan sampai sekarang, tanganku ada disana. Dipajang untuk memuaskan Seokjin oppa." Jimin membelalakkan mata. "Kenapa kau meninggal?"

"Yoongi oppa yang membunuhku, dia juga melecehkanku, lalu menggorok leherku sampai hampir putus, tapi sebelum itu, dia menempelkan putung rokoknya hampir disekujur tubuhku." Gadis itu menunduk dalam sebentar. "Kau tahu kan kalau Yoongi oppa berkepribadian ganda?"

Jimin mengangguk, "iya, aku tahu itu, dia pernah mengatakannya." Clarie menghela napas lalu menelan ludah. "Malam itu, kami berlibur, lalu duduk disofa ruang tamu, menonton film pembunuhan yang mungkin menghidupkan sisi lain dirinya."

"Waktu itu ada scene dimana penjahatnya menggorok leher korbannya, disaat itu aku memeluk lengannya lalu bersembunyi dibelakang lengannya. Tapi bisa aku rasakan kalau gestur tubuhnya berubah. Dia diam, lalu menatapku aneh. Dia...dia langsung melecehkanku dan membunuhku." Jimin masih diam, mendengarkan dengan seksama. "Jangan dipaksakan."

"Tidak, kau harus tahu semuanya." Clarie mengatur napasnya, lalu menatap kearah depan dengan tatapan sayu. "Aku masih ingat bagaimana dia memotong kakiku waktu itu, aku ada disana. Melihat tubuhku sendiri yang ada dimeja besi itu. Dia memegang pisau daging, lalu memotongnya seperti memotong daging sapi."

"Dan soal Jungkook."

Jimin menaikkan alis. "Dia pernah dijual Seokjin oppa pada pria homoseksual," Jimin membelalakkan matanya, spontan menjauhkan diri beberapa centi dari Clarie. "Maafkan aku, aku tidak bisa mencegah hal itu, pria itu menempelkan sebuah kertas didekat pintu. Jadi aku tidak bisa masuk dan menakutinya, maafkan aku."

Jimin mengatur napas. Marah? Tentu saja, kini amarahnya benar-benar ada dipuncaknya. Membuat tangannya terkepal kuat. "Dan sekarang pilihanku untuk selamat hanya dua, Jim." Jimin menoleh, menatap gadis yang juga menatapnya.

"Hanya ada dua pilihan, kau atau Jungkook yang ikut bersamaku, menjadi arwah. Jika kau yang mati, aku tidak bisa pastikan kalau Jungkook akan selamat karena dia sendiri tidak bisa melihatku, tapi jika Jungkook yang mati, maka kau sudah pasti akan selamat. Aku tahu itu sulit, tapi kuharap kau bisa memilih, demi diri kalian sendiri."

Jimin terdiam, didalam pikirannya sudah acak-acakkan. Maksudnya, pilihan macam apa itu? Salah satu diantara mereka harus meninggal? Tidak, Jimin ingin mereka sama-sama selamat hingga rumah. Kembali bermain perang bantal didalam kamar.

Dia tidak mau Jungkook mati.

Tapi kalau dia yang mengorbankan diri, itunjuga tidak bisa menjamin keselamatan Jungkook. Lantas, dia harus bagaimana?

Hayooo yang mana??? Susah kan?
Dan, Lose tinggal beberapa part egen. Mungkin 2 atau bahkan satu? Aku jg gatau, ehek.

Ya udah, see yu and thank yuu.

#Minggu, 20 Oktober 2019

KimKeyshae✌️

LOSE || BTS FANFICTION✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang