7. waktu

21 0 0
                                    

Mata. Tidak hanya mengungkapkan cerita, tidak hanya mengungkapkan kata, namun mata adalah ruh dari rasa, ungkapan jiwa yang tak dapat di sembunyikan meski dengan senyuman, meski dengan rayuan.

Laki- laki itu menatap arus sungai yang masih sama, masalalunya kembali datang, memaksanya untuk kembali mengingat akan rasa indah yang sejenak hadir di kehidupan gersangnya, di mana pertamakali ia bertemu dengan gadis itu.

16 tahun yang lalu.

Gadis kecil itu menggulung lengan hemnya hingga kesiku, kancing bajunya tidak di kunci memperlihatkan kaus kumal yang warnanya sudah tidak semestinya. Gadis itu mengepalkan tangannya, menendang keras sepeda cowok yang melotot kepadanya.

"Apa hem,,,!!?? Kau yang melempar sepedah Deo ke selokan, iya kan,,??!!" Kata gadis itu takkalah galak.

"Terus kenapa kamu yang marah,,??!! Emang kamu yang punya sepedah."

"Tapi aku gerah aja ngliat kamu main kroyokan, seenggaknya 2 lawan 3 kan,,??!!" Kata Nilna segera menyulutkan amarah ketiga kakak kelas yang suka sekali ngebuli adek kelasnya.

Anak laki-laki di samping Nilna mendengus kesal, bukan ia takut atau tidak mampu mengalahkan preman sekolahan di depannya, bahkan tubuhnya lebih atletis dan dempal dari pada ke tiga preman sekolahan itu, namun ia tidak ingin melayani keruetan yang sama sekali bukan tipenya ini, melawan tiga cecunguk itu bukan lah tipenya, namun kesialannya seolah kembali menghampirinya. Cowok itu kembali melirik kearah cewek yang masih sok jagowan di sampingnya.

"Udah nggak usak sok jagowan deh lo,,!! Dasar cewek gila." Gemeretak gigicewek itu terdengar, dan satu bogem melayang mewakili kemarahan si cewek yang telak mengenai perut tambun cowok yang sedari tadi membuatnya muntap. Dan seolah itu adalah pembuka gencatan senjata, dua kubu yang telah bersitegang sejak tadi mulai saling menyerang. Mau tak mau Deo ikut menangis dan melayangkan tinju. Satu tendangan melayang dari sitambun dan mengenai hidung Nilna, gadis itu meringis, sepontan menyentuh hidungnya, tetes-tetes darah keluar dari lubang hidungnya, namun tidak menyurutkan kobaran api yang telah tersulut di hatinya. Gadis itu melayangkan tendangan yang seketika membuat sitambun terjungkal dan terperisok ke selokan, gadis itu memiringkan senyumnya dan segera mencengkram baju cowok yang sedang menindih Deo, dan melayangkan tinju tepat di rahang cowok itu. Buuukkkk,,, satu timpukan yang pas, cowok itu meringis. Buuukkk,,,, kini tendangan menghantam tengkuk Nilna, gadis itu tersungkur, dan entah mengapa hati Deo merasakan sakit dan tiba-tiba amarahnya meluap, Deo mencengkram kerah cowok yang baru saja membuat Nilna tersungkur dan meninju cowok itu bertubi-tubi, membuat wajah cowok di depannya babak belur.

Laki-laki yang masih mematung di depan sungai itu tersenyum mengingat kejadian 12 tahun lalu, namun sekilas matanya kembali sendu mengingat kejadian beberapa jam lalu ketika dosen muda itu mengulurkan sebuah cincin kepada gadisnya, aahhhh,, laki-laki itu menggumam resah. Baru saja ia merasakan kelegaan ketika pengacaranya memberikan data-data yang meyakinkan bahwa gadis itu adalah gadis yang sama, gadis yang telah ia cari selama belasan tahun, gadis yang telah mengisi hatinya sejak lama, namun kejadian itu membuat kejengahan itu menyeruak, menghujamkan kehampaan yang membuat ia tak berkutik. Laki-laki itu meremas kepalanya, lalu menghantamkan kepalan tangannya ke tembok yang berada di sampingnya, mencoba menhancurkan gumpalan yang mengungkung hatinya kuat. Laki-laki itu menghembuskan nafasnya keras kembali menghantam semua benda yang berada di sekitarnya.

"Yo,,, Yo,,, Lo mau ngancurin cafe,,??!!" Cegah Beni yang tergesa melangkah ke balkon menghampiri Deo. Deo menampik tangan Beni yang berusaha menenangkannya, laki-laki itu segera menatap Beni sinis, lalu pergi begitu saja.

Deo memacu motornya keras, laki-laki itu terlihat sangat hancur, ya,,,, satu-satunya harapan yang menopang kehidupannya kini telah hancur. Ia tak lagi memiliki alasan untuk hidup, ia telah menemukan secercah cahaya kehidupannya namun cahaya itu malah menghempaskannya pada jurang keputusasaan yang kelam.

Deo kembali mempercepat laju motornya, berbelok ke arah timur dan berhenti di salah satu klub malam,

My Gus and My Bad BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang