4.Bunga yang menguncup. Bunga yang merekah. Bunga yang berguguran

29 1 0
                                    

Gadis itu serius menamati bahasa elien di buku ekonomi menejemennya, simbol-simbol dan angka-angka aneh yang tak mungkin di ketahui orang awam. Tulisan di buku itu terlihat seperti mantra kuna di zaman Romawi. Tangan gadis itu kembali tergerak mencatat sesuatu di atas buku catatannya, keatas ke bawah, keatas, menyamping kebawah lagi, tanpa sedikitpun mengalihkan tatapannya dari buku dektat setebal lima senti meter di depannya. Sesekali kepalanya mengangguk-angguk dan sejurus kemudian kembali tak bergerak dengan kerut dahi yang terlihat agak kentara. Getar ponsel membuyarkan lamunan gadis berkrudung peach itu, kepalanya menoleh melihat layar poselnya yang menunjukkan gambar telfon ruman yang masih bergetar. Gadis itu segera menekan gambar telfon rumah berwarna hijau, mendekatkan ponselnya ketelinga.

"Wa'alaikum salam mik,,,!" Jawab gadis itu sopan.

"Ndok,, kalo tidak repot,bisa endak kamu nanti mampir ke pondok sebentar,,?? luama lo kamu ndak ketemu Umik,,! Umik sampai kangen lo ini. " Kata suara di sebrang.

"Njeh Mik, insyaAllah setelah dari kampus Nilna mampir ke sana."

"Yowes nek ngono Umik tunggu lo,,"

"Enjeh Mik insyaAllah."

******

Jam menunjuk ke angka sebelas, gadis itu melangkah ke parkiran kampus, matanya sedikit menerawang keseluruh area parkir, was-was dengan kejadian beberapa minggulalu, tatapan tajam laki-laki yang mengumpatkan kalimat sarkas itu masih lekat di ingatannya. Gadis itu segera memasukkan kunci mobil, membuat mobil itu menderu, sejenak mata beningnya kembali mengedarkan pandangan, meski terlihat agak rame, namun aura tempat ini tetap saja membuat bulu kudunya merinding, apakah di parkiran ini penuh dengan makhluk halus, jin, atau dedemit, sepertinya pihak kampus harus mengadakan ruqyah masal, khataman al-quran, atau solawatan di area parkirran ini, agar suasana sintrungnya sedikit berkurang. Gadis itu mengusap wajahnya, lalu menghembusan nafas berat sebelum menginjak gas mobil, sepertinya suasana sintrung parkiran membuat fikirannya sedikit nglantur.

Mobil itu berhenti di depan parkiran ndalem.

"Assalamu'laikum mik." Sapa Nilna sembari mengecup tangan Umik ta'dhim.

"Wa'alaikum salam. Iki opo wonge seng di tunggu." Nilna sedikit tersenyum menatap mata keibuan Umik yang selalu terlihat hangat.

"wes,, sini,, sini duduk di samping Umik saja." Lanjut Umik.

"Wonten nopo mik,,??" Tanya Nilna sopan.

"Ora. Ikilo Umik ada oleh-oleh dari padang." Terang Umik sembari mengulurkan jubbah hijau toska kepada Nilna.

"Mboten usah repot-repot Mik,," Kata Nilna tidak enak.

"Wes, ora,,!!" ini Umik beli pas Umik jalan-jalan cari sorban pesenan Abik, eee lakok ada gamis cantik, sayang terlalu besar kalo buat Umik, terus Umik inget kamu, dan terlebih Umik udah terlanjur nawar, ya Umik beli saja, minimal kalo ndak bisa makek kan bisa liat kamu yang makek, pasti cantik. Ya sudah ndang di cobak, biar Umik liat."

Nilna beranjak menuju kamar mandi, matanya sedikit melirik ke sembarang arah mencari sesosok wajah teduh milik Gusnya, ah, laki-laki santun dan berwibawa itu jarang sekali terlihat di rumah, batinnya sedikit kecewa. Langkah gadis itu memasuki ruang kamar mandi, segera menggapai kenop pintu, namun kenop itu lebih dulu berputar, membuat hati gadis itu tersentak. Sosok laki-laki bertubuh sempurna keluar dari sana, ranbutnya basah, satu dua butir air menetes di bahunya yang tertutup kaus biru tipis,
tubuh atletisnya sedikit terbentuk di kaus birunya yang sedikit basah. Aroma maskulin sabun bercampur sampo segera menyeruak, sekilas tatapan mereka bertemu, gadis itu terhanyak begitu juga dengan laki-laki di depannya.

"Mau kekamar mandi,,,??" Tanya Abik dengan suara yang terdengar selalu sama, tenang, berat, dan berwibawa. Gadis itu terkesiap dan mengagguk kecil sebagai jawaban atas pertanyaan yang baru saja di tujukan Abik kepadanya.

"Silahkan." Kata Gusnya kembali terdengar sangat tenang dan berat. Abik melangkah keluar, gadis itu masih bergeming menata hatinya yang masih berdentum-dentum takkaruan, matanya melirik ruang kamar mandi di depannya yang masih di penuhi aroma Gusnya, hah,,,, ini benar-benar bisa membuatnya gila, gadis itu hendak melangkahkan kaki sebelum suara bariton itu kembali membuat guruh di hatinya menggelegar-gelegar.

"Maaf, tunggu sebentar, ada barang saya yang tertinggal." Kata Abik sukses melumpuhkan akal gadis di depannya yang segera memundurkan langkah mempersilahkan Abik untuk masuk. Gadis itu menepuk jidatnya sendiri, entah untuk apa,? tapi ia merasa sangat bodoh saat ini. Gadis itu segera mengambil insiatif untuk tidak kembali terjebak pada suasana aneh seperti tadi, namun baru melangkah beberapa hasta, suara itu kembali membuat kaki gadis itu mengelu, tak bergeming dengan guruh yang semakin menjadi-jadi di hatinya.

"Maaf, sudah selesai, silakan." Kata laki-laki itu masih denan suara yang sangat tenang, seolah susana ini sedikitpun tidak memengaruhinya, dan mungkin saja itu benar, mungkin saja hanya ia yang merasakan kekikukan itu, jika itu memang benar, maka gadis itu tidak akan mempunya wajah untuk kembali bertemu dengan Gusnya lagi, ini sangat memalukan, sangat-sangat memalukan, dan mengapa ia yang harus malu, gadis itu benar-benar tak mengerti, namun jika mengingat mimik wajahnya tadi, nyalinya benar-benar hancur, benar-benar hancur. Gadis itu menelungkupkan kedua tangannya di wajah lalu menggeleng-geleng kesetanan, ia benar-benar terlihat buruk saat ini.

 Gadis itu menelungkupkan kedua tangannya di wajah lalu menggeleng-geleng kesetanan, ia benar-benar terlihat buruk saat ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ahmad Abik as-syafi'i

Laki-laki itu membuka pintu kamarnya tergesa, lalu melempar barang-barang di tangannya sembarang, meremas rambut hitam kelamnya frustasi.

"Mengapa haru gadis itu,,,? Aahhhh." Erang Abik sembari membanting tubuhnya ke ranjang tidurnya, ia benar-benar terlihat buruk, benar-benar terlihat buruk, dan celakanya gadis itu yang menyaksikan kebodohannya, gadis yang senyumnya entah sejak kapan menjadi berarti untuknya.

My Gus and My Bad BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang