#8. Terasingkan🍂

35 11 0
                                    

***

"Jangan nangisin orang-orang yang nyakitin kamu, karena air matamu sangat berharga bagiku"

-Revano Aryawinata

______________

Hanya suara dentingan sendok dengan piring yang menyelimuti suasana di meja makan saat ini.

"Pah aku pengen beli smartphone yang terbaru dong" ucap Rara dengan nada khas manjanya.

"Buat apa sayang ?" balas Reno selaku ayah kandung Rana dan Rara.

"Ya buat ditunjukkin ke temen-temen, Pah"

"Bukannya dua bulan yang lalu Papa udah beliin smartphone yang canggih buat kamu ?" balas Intan yang sedari tadi diam mulai ikut bicara.

"Rara pengennya yang lebih canggih dan tentunya lebih mahal, Mah "balas Rara bersikukuh.

"Yaudah iya, besok Papa beliin smartphone persis seperti yang kamu inginkan sayang" seraya mengelus puncak kepala Rara dengan lembut.

"Makasih Pah, jadi tambah sayang deh sama Papa" seraya memeluk pria itu, tentunya pelukan Rara dibalas hangat oleh Reno.

Intan hanya bisa menggelengkan kepalanya, kagum dengan permintaan Rara yang langsung disetujui oleh ayahnya. Sedangkan Rana yang melihat semua itu berusaha untuk menahan hatinya yang tengah memberontak, tidak terima melihat perlakuan itu untuk kesekian kalinya.

Rana yang sudah menyadari bahwa kehadirannya tidak dianggap sama sekali, mulai beranjak dari kursi panas yang ia duduki.

"Aku udah beres makannya, aku mau bantu dulu Bi Ranti di dapur "

Ucapan Rana hanya dibalas anggukan Intan dengan teganya tanpa menatap sedikitpun pada Rana.

Rana sudah terbiasa dijadikan orang asing oleh keluarganya sendiri.

Rana mulai melangkah pergi dengan langkah kaki yang semakin melemas.

"Biar aku aja Bi yang cuci piringnya "

"Jangan non Rana, biar Bibi aja "seraya merebut kembali piring kotor yang ada ditangan Rana.

"Bi, Rana kan udah bilang kalo Rana nggak mau dipanggil non "

"Tapi non-"

"Udah pokoknya jangan pake non, Rana aja"

"Iya, Bibi bakalan panggil kamu Rana, tapi kamu jangan bantuin Bibi ya, biar Bibi sama Revan saja yang nyuci semua piring ini "

"Hmm, yaudah iya" akhirnya Rana mengalah dan memilih untuk duduk di kursi meja makan yang ada di dapur.

Revan yang mengetahui Rana sedang bersedih , dia memutuskan untuk menghiburnya.

"Rana " seraya menepuk bahu Rana dengan lembut.

Rana terbangun dalam lamunannya.

"Ehh iya, ada apa Van ?"

"Kamu kenapa ?"tanya Revan ragu.

"Nggak papa kok " balas Rana seraya merundukkan wajahnya.

"Yaudah kalo gitu, gimana kalo kita ngobrolnya di taman belakang aja, kamu mau ?"

Rana hanya mengangguk mengiyakan ucapan Revan, seraya beranjak dari kursi dan melangkah menuju taman belakang.

"Mah, Revan mau temenin dulu Rana di taman"

"Iya , jangan lupa hibur Rana ya sayang "seraya mengusap rambut anak kesayangannya dengan lembut.

"Pasti Mah "balas Revan dan mulai melangkahkan kakinya menyusul Rana.

Revan yang melihat Rana merundukkan wajahnya lagi, langsung berinisiatif untuk menghibur Rana.

"Hei" Revan menepuk pundak Rana dengan sengaja.

Rana sedikitpun tidak terkejut dengan kedatangan Revan, hatinya masih terasa sakit akibat perlakuan keluarganya tadi.

"Kamu kenapa Rana ?"seraya duduk di kursi tepat dihadapan Rana , terlihat jelas kegelisahan di wajah Revan.

"Nggak aku ngga papa kok "Rana tidak bisa memberanikan matanya untuk menatap bola mata Revan.

"Katanya tadi kamu mau ngobrol sama aku , ayo cerita aku bakalan dengerin kamu kok " seraya menggenggam kedua tangan Rana dengan lembut.

Rana memberanikan diri untuk menatap Revan, dan terlihat jelas bahwa Rana sedang menangis dalam diam.

Mulutnya tertutup rapat, air matanya membasahi kedua pipinya, dan hidungnya memerah akibat tangisan yang ia tahan.

"Rana kamu nangis ?"Revan langsung mengusap air mata yang berjatuhan di pipi Rana.

Rana tidak membalas pertanyaan Revan, ia tetap menahan tangisannya.

"Untuk saat ini aku bakalan biarin kamu nangis sepuasnya, biar hati kamu tenang "seraya mengusap punggung Rana dengan lembut.

Mendengar itu, Rana tidak menyia-nyiakan waktunya, ia langsung menangis, tapi tangisannya tentu tidak akan bisa di dengar oleh orang-orang yang ada di dalam rumah.

Setelah hampir 5 menit Rana meluapkan kesedihannya, ia berusaha untuk tenang kembali.

"Rana udah nangisnya ?"

Rana mengangguk mengiyakan ucapan Revan.

"Kalo kamu pengen cerita, cerita aja sama aku kapan dan dimanapun aku akan tetap ada buat kamu"

"Makasih ya Van "

"Iya, sekarang kamu mau cerita sama aku ?"

"Ngga nanti aja Van "

"Yaudah kapanpun kamu mau cerita sama aku, aku bakalan tetap ada buat kamu "seraya mengelus puncak kepala Rana dengan lembut.

Rana hanya mengangguk mengiyakan ucapan Revan.

"Kamu mau janji ngga sama aku ?"

"Janji apa ?"

"Kamu harus janji bahwa air mata tadi adalah air mata terakhir yang keluar dari mata kamu, setelah ini kamu harus kuat, jangan sia-siain air mata yang berharga ini untuk nangisin orang-orang yang nyakitin kamu" seraya mengusap sisa bulir air mata yang membasahi pipi Rana.

***

Itu chapter 8 nya 😇
Terus tunggu update-an selanjutnya ya ♡

Jangan lupa Voment ya ! Karena dukungan dari kalian sangat berarti bagi saya ♡
Kasih kritik sama sarannya ya 😉
Maaf bila ada kesalahan dalam penulisan 😯

Sekian❤,

W_Anjani13
Makasih.

Tasikmalaya, 17-8-2019
09.00

"Rare Life"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang