10. Labil: Brother say's.

118 18 6
                                    

"Dari mana? Jam segini baru pulang," Sambut bang Chanyeol dengan suara baritonenya saat gue baru saja membuka pintu apartemen.

11:30 pm.

Jam dinding di ujung sana membuat gue cengengesan sambil menggaruk tengkuk.

"Telat dikit aja," Tawar gue.

"Dikit? Telat sejam setengah kata lo dikit?" Ujar bang Chanyeol dengan nada yang tidak biasa.

"Keluar sama siapa lo?" Tanyanya dengan ekspresi dingin. Bukan dingin sih, lebih kerasa horor gue liatnya. Without expression. Flat, like a floor.

"Daniel," lirih gue pelan.

Anjir, sejak kapan gue jadi se-menciut ini di depan si monumem Pubg!

"Daniel? Gue udah seneng kemaren-kemaren lo keluarnya sama Han Gyul. Kenapa sama Daniel lagi?" Omelnya yang gue dengerin seadanya.

Gue melepas sepatu sneakers gue, meletakannya di rak sepatu, dan menggantinya dengan sandal rumahan berlapis bulu-bulu yang sebenarnya sama sekali bukan style gue itu.

"Mana Daniel?" Tanya bang Chanyeol saat gue berjalan melewatinya.

"Apa sih bang. Udah pulang anaknya." Ujar gue lebih santai. Soalnya kalau gue ngegas bang Chanyeol udah pasti jadi emosi. Karena dia paling benci ketika gue pulang telat dari jam yang udah dia tentuin.

"Lo nggak usah main sama dia lagi," ujarnya menyusul gue dari belakang.

"Telat sekali doang geh bang. Masak gitu aja langsung nggak boleh main sama Daniel." Protes gue merajuk.

"Gue lebih seneng lo maen sama Han Gyul, gue tau gimana Daniel. Dia terlalu bajingan buat lo."

Semua juga tau Daniel bajingan.

But, gue kan udah lama sahabatan sama dia. Dan dia nggak pernah bertingkah layaknya bajingan sama gue.

"Bang, apa salahnya sih temenan doang sama dia" ujar gue dengan tubuh yang kini bersandar pada sopa abu-abu di ruang tengah karena lelah.

"Lo nggak mandang dia sebagai temen Ra," Bang Chanyeol duduk di meja, di depan sopa yang gue duduki.

"Lo itu labil. Selama ini lo selalu cerita kalo lo punya rasa sama Han Gyul."

"Tapi faktanya. Lo lebih sering keluar sama Daniel, lo lebih perhatian, dan lebih khawatir sama Daniel ketimbang sama Han Gyul."

"Sebenernya lo sukanya sama siapa?" Tanya bang Chanyeol yang membuat gue terdiam.

"Gue cuma ngingetin. Mereka itu kakak-adek, lo jangan terlalu lama labil. Karena lo cuma akan nyakitin salah satu di antara mereka berdua. Kalau lo pilih Daniel ya Daniel aja, kalau Han Gyul ya Han Gyul aja. Jangan sekarang Han Gyul terus beberapa jam kemudian berubah jadi Daniel lagi." Tutur bang Chanyeol sebelum dia pergi ke kamarnya, meninggalkan gue di ruang tengah dengan hanya di temani tv masih menyala.

Labil?

Bang Chanyeol emang udah pergi dari hadapan gue. Tapi kata-katanya seolah terus-menerus terulang di telinga gue.

Terlalu munafik kah gue kalau nggak mengakui kalau gue labil?

Gue nggak pernah mengatakan gue suka Daniel bahkan ketika dia memanggi gue dengan sebutan, 'Kesayangan gue,' atau 'Calon menantu mamah gue'.

Karena buat gue semua itu cuma bualan. Dan gue nggak pernah nganggep itu serius.

Berbalik dari situ, gue merasa jadi orang paling bahagia ketika Han Gyul bilang 'Jangan marah, gue sayang elo' bahkan ketika mungkin dia hanya berguyon saat mengatakannya.

Dari sana sudah jelas kalau gue cuma suka dan hanya menaruh rasa sama Han Gyul.

But,

"Apa bener kata bang Chanyeol kalau gue lebih perhatian dan lebih khawatir sama Han Gyul ketimbang sama Daniel?" Lirih gue bermonolog.

"Lo nggak perlu membandingkan keduanya kalau lo cuma menyukai salah satu dari mereka," ujar bang Chanyeol yang ntah sejak kapan sudah keluar lagi dari kamarnya, dan berdiri di belakang gue.

"Nggak usah nyangkal. Ketika pikiran lo terus membandingkan mereka, udah jelas lo punya rasa sama dua-duanya." Ujarnya setelah mengambil headsetnya yang ternyata tertinggal di meja yang ia duduki tadi.

Gue suka dua-duanya?

Itu fakta atau memang gue aja yang selama ini nggak menyadarinya?

👟👟👟


Seperti nggak pernah terjadi apa-apa semalam. Bang Chanyeol kembali membombardir apartemen menjadi seperti arena perang lagi pagi ini.

Dia hanya memanggil gue ketika butuk cemilan atau air minum saja. Dia sama sekali tidak membahas Daniel ataupun Han Gyul seperti semalam. Padahal gue udah was-was kalau-kalau dia kembali menanyakan masalah Daniel dan Han Gyul.

Hari ini gue nggak pergi ke perpustakaan dan memilih untuk berdiam diri di apartemen dengan segenap suasana perang yang di timbulkan bluetooth speaker bang Chanyeol yang di sambungkan dengan Pubg nya itu.

Tidur terlungkup beralaskan kasur lantai dan bantal di depan tv memang posis ter-PW saat gue males untuk sekedar mandi pagi atau melakukan aktifitas apapun.

Galeri ponsel gue yang udah penuh sama foto-foto gajelas dari whatsapp itu akhirnya mengisi kekosongan aktifitas gue pagi ini.

Sembari menyemili snack, gue terus menyecroll galeri gue dan menghapus foto-foto yang sekiranya nggak penting buat di simpen.

Scrollan ibu jari gue pada layar ponsel perlahan melambat saat menemukan foto-foto yang kala itu Daniel jepret untuk mengabadikan momment kita berdua.

Seolah menaiki mesin waktu, gue kembali di bawa kedalam momment ketika gue mengabadikan foto bersama Daniel di ponsel gue.

Gue tersenyum ketika melihat ekspresi konyol Daniel saat berselfie dengan gue. Bahkan gue baru tau kalau ternyata Daniel banyak berfoto di ponsel gue dengan ekspresi super konyol yang bikin gue senyum-senyum sendiri melihat tingkah gilanya.

"Daniel ya Daniel. Han Gyul ya Han Gyul. Pilih satu aja," sambar bang Chanyeol yang barusan lewat dan memergoki gue sedang memandangi foto gue dan Daniel.

"Apaan sih bang," bantal yang gue jadikan landasan siku itupun melayang ke arah bang Chanyeol.

"Pilih satu aja," Ujarnya lagi sebelum masuk kamarnya, dan kembali ber-Pubg ria.

"Aish, lo kira politik apa. Suruh pilih satu terus dari semalem." Gerutu gue kesal.

Gue kembali ke ponsel gue, dan meneruskan aktifitas gue menyecroll foto yang ada di galeri sampai pada foto terakhir.

Han Gyul.

Foto terakhir disana adalah foto Han Gyul. Yang berarti foto dia adalah foto pertama yang gue jepret dengan ponsel gue. Dan itu udah dua tahun lalu.

Dari sekian banyak foto gue dengan Daniel, gue hanya menemukan satu foto Han Gyul di ponsel gue. Dan... dia sendiri. Nggak sama gue.

Gue merasakan keganjilan disana.

Ketika lisan gue hanya mengakui Han Gyul sebagai orang yang gue suka selama ini. Kenapa fakta terus menuntun gue untuk mengakui kalau gue juga menyukai Daniel.

Kalau gue menyukai Daniel, sejak kapan itu terjadi? Dan kenapa gue nggak pernah nyadarin itu selama ini?

-tbc-

For your information. Malem ini Daniel berhasil bikin gue nangis gegara liat live ig nya.

Miss him so much. Makin ganteng, without anting and less make up. Gantenganya natural banget anjir. Gue makin sayang 😭

I'm a Bipolar? | Daniel.KTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang