Andalusia mengangkat kepala dan berkata, "Kalau tidak ada yang ingin kau katakan, aku akan pergi." Nada suaranya santai dan tidak bergetar sama sekali. Aku yakin dia mulai bisa menguasai kesedihannya kali ini.
Kulepaskan tangan yang menahannya. Di dalam kepala, entah kenapa ide itu tercetus tiba-tiba.
"Sebenarnya ... aku punya seorang adik," ucapku ragu-ragu, "adik tiri, maksudku. Kelas dua SMP. Dan dia butuh seorang guru privat, Mam."
"Lalu?"
"Apa Mam bisa menjadi gurunya? Gajinya besar, lebih dari gaji sebagai penjaga perpustakaan."
Dadaku berdebar-debar dan begitu cemas. Ini konyol, sangat konyol. Bagaimana mungkin aku tiba-tiba mempunyai ide segila ini mengatakan padanya? Dia pasti akan menolak. Ya, dia pasti akan menolak.
"Baiklah."
Aku terperanga. Aku tak menyangka Andalusia akan menyetujuinya.
"A-Apa, Mam?"
Menanggapi pertanyaanku wanita itu mengedikkan bahu dan mengulangi kembali jawabannya, "Baiklah. Aku bisa jadi guru privat adik tirimu."
Mataku berkedip-kedip, masih tidak percaya dengan apa yang kudengar. Di dalam kepalaku mendengung kata-kata: Itu artinya, setelah ini, aku akan lebih sering bertemu dengannya, bukan? Dan itu membuatku ....
"Jadi, kapan aku bisa mulai?"
"Ah, i-itu ... aku akan konfirmasi dulu pada orang tua angkatku.' Kepalaku mengangguk-angguk.
"Oke."
"Oke."
Kami sama sama tersenyum, tapi tidak beranjak.
"Boleh aku pergi sekarang?' tanya Andalusia.
"Bo-Boleh, Mam. Si-Silakan."
Pelan kugeser posisiku dan memberikannya tempat untuk berjalan, tapi sebelum wanita itu menjauh, aku berseru, "Terima kasih, Mam."
"Sama-sama," jawabnya sambil melambai tanpa berpaling padaku.
"Mam ... Aku suka warna biru. Aku sangat suka warna biru!"
Kali ini Andalusia tidak bersuara, hanya melambaikan tangannya saja. Setelah wanita itu tak terlihat lagi, aku menyandarkan tubuh di dinding tangga, menghela napas panjang sambil memegangi dadaku yang debarannya tak ingin reda barang sedikit saja. Ini menakjubkan. Ini sangat menakjubkan dan aku tidak bisa menghilangkan rasa bahagiaku selama beberapa hari.
***
Pulang dari sekolah aku menelepon Pak Heru dan mengatakan agar tidak menjemput, lalu mengabari Mama Linggar kalau aku akan pulang terlambat. Dengan menaiki taksi, aku menuju ke ITC, ada hal penting yang harus kulakukan.
Aku pulang tepat pukul setengah enam sore, ketika cahaya temaram mulai jatuh ke bumi. Cepat aku menuju ke kamar, mandi dan mengganti pakaian, lalu menemui Mama Linggar.
Wanita itu tengah berada di ruang keluarga kami, duduk menikmati teh dan croissant bersama suaminya. Tidak ada Juna di mana pun. Pintu kamarnya tertutup rapat ketika aku melaluinya.
Setelah pulang dari pelariannya, bocah manja itu terlihat lebih pendiam. Tentu saja masih tidak mau bicara denganku dan itu bukanlah hal yang penting.
Mama Linggar terlihat bahagia dan atusias begitu mendengar ideku untuk mempekerjakan Andalusia sebagai guru privat Juna. Mama Linggar mulanya bertanya bagaimana wanita itu, dan tentu saja kukatakan dia yang terbaik yang kukenal di sekolah. Walaupun hanya sebagai penjaga perpustakaan, Andalusia adalah wanita cerdas yang sopan dan lembut. Dia berkelastentu saja Andalusia berkelas, tidak seperti gadis-gadis di kelasku. Bahkan, aku meyakinkan pada Mama Linggar, bahwa Andalusia pasti bisa menaklukkan sifat kekanak-kanakan Juna yang mencemaskan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aroma Musim Semi (Kentaro - Andalusia)
Teen FictionIni adalah prekuel dari FAITH: My Second Marriage, di mana mengambil alur waktu ketika Juna duduk di kelas dua SMP, sementara Kentaro kelas satu SMU. Kentaro yang selama diangkat menjadi anak keluarga Hutama, menjalani kehidupannya dengan penuh ket...