Bagian 12

141 8 0
                                    

Sudah hampir satu jam aku mondar-mandir di atas karpet yang tergelar ruang keluarga, dan sesekali melongok ke ruang tamu, mengamati kedua wanita yang tengah bercakap-cakap itu. Mami Linggar tidak memperbolehkanku untuk ikut berada di sana, saat dia berbicara dengan Andalusia. Sepulang sekolah tadi, aku mengajak Andalusia ke rumah dengan mengendarai motornya. Ketika Pak Heru menjemputku di sekolah, aku bilang Andalusia akan bertemu Mami dan Juna, yang tengah berada di dalam mobil, menatapku dingin dari balik kaca.

Bocah manja itu duduk di sofa dengan bersidekap dan bersila. Matanya yang dingin mengikuti tubuhku, tapi bibirnya membungkam. Sepertinya dia paham tentang kedatangan Andalusia sore ini, dan tentu saja marah padaku.

Langkah Mami Linggar menghentikan kegelisahanku ketika dia datang dari balik pintu yang menghubungan ruang tamu dan ruang keluarga, lalu memanggil bocah manja itu. "Jun, ayo kenalan sama guru privat barumu."

Aku menoleh pada Juna, bocah itu membuang muka. Mami Linggar tidak kehabisan akal. Dia menghampiri anak satu-satunya itu dan meraih pergelangan tangannya. "Mau sampai kapan kau akan kekanak-kanakan seperti ini, Jun?" ujarnya, lalu menarik paksa bocah itu.

Mereka berjalan melewatiku dan mata Juna semakin bengis menancap ke seluruh wajahku. Tiba-tiba aku merinding.

"Kau ikut juga, Ken," sahut Mami Linggar setelah dua langkah melewatiku. Aku menyengir pada Juna, lalu melangkah mengikuti mereka berdua.

Andalusia berdiri dari sofa lalu mengulurkan tangan ke arah Juna yang sudah berdiri di depannya bersama Mami Linggar. "Hai, Jun. Apa kabar. Aku Andalusia, panggil saja sesukamu, aku ingin kita bisa akrab sebagai sahabat, bukan guru dan murid," ujar wanita itu dengan senyum yang mampu melumerkan bongkahan pekat di dadaku.

Juna tidak menyambut tangan Andalusia, lalu Mami Linggar menyenggol lengan bocah itu dan memelototinya dengan garang. Terdengar suara decihan dari bibir Juna dan tentu saja itu membuat kami malu di hadapan Andalusia, walaupun pada akhirnya bocah itu mau mengulurkan tangannya dan menjabat tangan Andalusia.

Wanita itu nampak begitu riang, lalu dia berusaha bercakap lebih dengan Juna. Kami berempat duduk dan menikmati teh krisan yang masih hangat dan cheescake. Aku tidak banyak bicara, hanya menjawab ketika sedang ditanya, tetapi Juna tidak berkata sedikit pun. Dia terlihat malas dan marah--padaku tentu saja.

Ketika Andalusia memohon diri dan Mami Linggar mengantarnya hingga ke pintu utama, bocah manja itu mendekatiku dan berkata, "Aku akan mengingat ini dan membalasmu."

Setelah kalimatnya tertuntaskan, dia melangkah pergi dengan kesal. Aku menggaruk-garuk kepala. Ketika menolehkan kepala, kulihat ponsel Andalusia yang baru kuberikan kemarin tertinggal. Cepat aku meraih ponsel hitam itu dan lesat ke arah pintu keluar. "Mam!" teriakku. Mami Linggar yang berdiri di samping pintu ikut terperanjat. Aku meminta maaf dan melanjutkan lari ke halaman.

"Mam, ponselmu tertinggal," ujarku pada Andalusia sambil menyodorkan benda itu. Andalusia yang telah menduduki motornya  terpaksa kembali turun dan berbalik padaku.

"Ah, tengkyu, Ken. Ini adalah hadiah darimu, kan. Aku bisa sedih kalau kehilangan ini."

Aku mengulas senyum dan berbunga-bunga ketika mendengarnya mengatakan itu.

"Aku pulang dulu, ya. Bye, Ken. Terima kasih untuk semuanya," Andalusia berkata sambil mengusap-usap rambut di ujung kepalaku, lalu menaiki motor dan melaju menebas udara sore hari.

Aku bergeming di tempat itu cukup lama, merabai kepala yang tiba-tiba terasa hangat. Rasa malu sekaligus bahagia membuncah. Aku mendongak, menghirup rakus sisa-sisa aroma musim semi yang masih tertinggal. Lebih lama dan tenang. Langit mulai menua, dan angin sedikit lebih kencang. Aku berbalik, mengulas senyum yang tidak terkirakan. Tapi dengan ketidaknyamanan, mataku menangkap sosok bocah itu di balkon kamar tidurnya, menatap dingin ke arahku.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 17, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Aroma Musim Semi (Kentaro - Andalusia)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang