Pagi sekali, saat jam weker abu dikamar Ara menunjukkan pukul 06:00, tak biasanya dia mendapat kabar bahwa Rava sudah ada dihalaman rumahnya dan menyuruh Ara agar segera menghampirinya untuk berangkat ke sekolah. Untung saja saat itu Ara telah siap.
Segera Ara turun ke lantai bawah. Ara menghela nafas lega karena dirinya tak lagi melihat pemandangan yang menurutnya menyebalkan seperti kemarin-kemarin. Ah! Pantas saja, ayah dan kakaknya masih tertidur pulas diatas kasur yang empuk itu. Lalu, ibundanya kemana? Ara melihat Sang Ibu sedang memasak didapur, tentu saja masakan yang jarang sekali dia makan. Ara menghampiri ibunya."Ma, Ara berangkat sekolah ya." Ara menjulurkan tangannya pada Sang Ibu yang sedang mengorek-orek masakan dihadapannya.
Tak ada balasan. Ara menurunkan kembali tangannya.
"Assalammu'alaikum, Ma!" Lihatlah? Bertanya mengapa dia berangkat sepagi ini pun tidak, apa lagi menjawab salam darinya. Lesu sekali. Saat tiba dihalaman rumahnya dan melihat Rava sedang bertengger di motor kesayangannya, senyum usil terbit dari wajah Rava.
"Rava ihh! Lo tuh ngeselin banget yaa! Apaan coba ngajak berangkat sekolah sepagi ini? Biasanya juga jam setengah tujuh lo baru ada dirumah gue!" Kesal Ara dan mencubit lengan Rava dengan jari telunjuk dan ibu jari kanannya yang dicapitkan. Sedangkan ditangan kirinya, Ara sedang memeluk sebuah novel yang sedang dia baca.
"Bersyukur gue ngajak lo jam segini, buktinya tadi lo gak liat 'mereka' dimeja makan kan? Harusnya lo tuh berterimakasih sama makhluk ganteng ini!" Rava menoyor jidat Ara dengan telunjuknya.
Tunggu! Rava tahu? Tentu saja! Kalian tidak mungkin tidak ingatkan bawa status Rava adalah sahabat Ara? Dan ini merupakan salah satu tujuan Rava mengajak Ara berangkat sekolah pagi buta seperti saat ini.
"Prett!! Demi mang Asep dapet janda muda, secuil pun gak ada ganteng-gantengnya lo mah!" Mang Asep adalah tukang bakso di kantin Pelita Harapan. "Ehh Rav! Gue baru nyadar deh mang Asep kan duda tuh, mbok Ati juga janda. Kenapa gak nikah aja yaa?" Polos Ara.
"Sembarangan! Nikah tuh gak segampang lo ngomong kunyuk! Kudu didasari dengan cinta." Tersadar akan omongannya, pikiran Rava menerawang. Tak hanya Rava, Ara pun sama. Mereka sibuk dengan pikirannya masing-masing. Hingga Rava pula yang pertama tersadar dan kembali pada kenyataan. Rava menarik Ara dengan lembut agar naik ke motor ninjanya.
"Gue masih ada lagi tujuan kenapa gue ngajak lo berangkat pagi-pagi, buruan naik! Keburu bel mampus juga nanti." Ara naik masih dengan pikiran yang sedang melamun.
Motor itu berjalan dengan semestinya. Kali ini jalanan Jakarta masih belum dipadati kegiatan penduduk.
Sesampainya di lingkungan sekolah pun, sepasang sahabat itu tak banyak berbicara. Rava menarik Ara ke arah kantin, beruntung saat ini hanya satu-dua saja siswa yang berkeliaran dikoridor sekolah.
"Nih!" Rava menyodorkan tempat makan berwarna abu, dengan ditengahnya terdapat gambar kelinci yang sedang memakan wortel, pada Ara, yang saat ini tengah duduk dihadapannya.
"Apaan ini? Wahh lucu banget sii rabbitnya!!" Seru Ara dan seketika pikirannya yang semrawut tadi meluap entah kemana.
"Itu tupperwere Ara sayang." Ada apa ini? Rava yang berucap tetapi jantungnya yang berdetak dua kali lipat.
"Ehh iya maksudnya ngapain lo bawa ginian segala? Bocah ih!" Ara masih bingung, menurutnya tingkah Rava hari ini aneh.
"Yaa buat lo bego!"
"Apa banget dah.." Ara membuka tutup tupperwere itu. "Waahh! Ini pasti buatan Bi Asri kan?" Bi Asri adalah pembantu dirumah Rava, Ara mengetahuinya karena pernah beberapa kali berkunjung ke rumah Rava.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fake Smile
Teen FictionDengan gurat lengkung dibibirnya yang tipis, siapapun yang melihatnya akan mengira jika hidup gadis itu penuh dengan warna. Tanpa mengenalnya lebih jauh kamu tidak akan tahu makna tersembunyi dari senyuman itu. Dibalik senyumnya. Siapa sangka gadis...