"Haduhh! Pak Tompel ngeselin banget sii!" Gerutu Tasya.
"Tau! Gue sumpahin tompelan beneran mampus juga!" Serapah Bella.
"Aamiin," sahut Hanna.
"Sok-sokan pada pusing, padahal mah gue juga yang kena." Ara mendelik. Mereka bertiga berpandangan.
"Terimakasih Ara-kuuuuhhh!!" Mereka berpelukan hingga menjadi pusat tontonan di kantin yang ramai itu.
Memang, tadi sekitar 2 jam sebelum bel istirahat berbunyi, Pak Tomi mengadakan ulangan harian matematika dikelas 11 Ipa-2. Terlalu tiba-tiba, hampir seluruh warga 11 Ipa-2 mengatakan hal serupa. Namun, tidak untuk Ara.
"Maybe, takdir gue dapet otak encer biar bisa sedekah buat kalian, haha." Ara tertawa, dan saat ini mereka masih berpelukan layaknya tulletubbies.
"Aww kakak-kakak ikutan juga dong dedek." Seseorang datang dengan gelak tawanya. "Minggir dikit elah!" Ucapnya, kemudian dia duduk dengan sedikit menyeruduk Tasya. Bangku yang saat ini sedang mereka duduki adalah bangku yang panjang, sebenarnya tadi Ara duduk berhadapan dengan Tasya, sedangkan Hanna dengan Bella. Mereka berpelukan tadi pun sebenarnya terhalang oleh meja panjang.
Sedangkan Tasya yang melihat sosok yang dia kagumi, menyeruduknya hingga posisi duduknya tergeser, hanya bisa menganga.
"Defa lo apaan sii?!" Ara yang sedikit terkejut melihat kedatangan Defa yang tiba-tiba. Ya, orang itu adalah Defa Pramata. Dan Tasya mengaguminya, tak ada yang tahu seorang pun, selain dia dan Tuhan, bahkan para sahabatnya. sejauh ini dia hanya melihat dari kejauhan, dan sekarang entah ada angin dari mana dia bisa memandang wajah Defa dari dekat, bahkan duduk bersebelahan. Jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. "C'mon Tasya ada apa ini? Lo cuma mengaguminya bukan mencintainya!" Sangkal Tasya dalam hati. Dan entah apa yang akan terjadi nantinya jika dia mengetahui sifat Defa yang sebenarnya.
"Gak apa-apa, pulang nanti kaya biasa?" Tanya Defa yang saat ini berada dihadapan Ara.
"Iya! Di Caffe biasa, dan lo kudu bawa coklat!"
"Halahh tekor gue!" Ucap Defa malas.
"Biarin! Lo kan holangg kaya!" Ara terkekeh dengan menjulurkan lidahnya.
Disamping itu, ketiga sahabat Ara saling berpandangan. Berbicara melalui mata. Dalam hati, mereka bertanya-tanya "Kok bisa?" Pasalnya, Ara belum cerita apa pun kepada mereka bertiga.
"Yayaya! Pulang nanti gue jemput lo dikelas." Setelahnya Defa pergi dari kursi mereka.
"Kok bisa?!" Tasya langsung menyambar.
"Apanya?" Tanya Ara polos.
"Lo! Tadi lo janjian balik sekolah di Caffe, kaya biasa? Apa maksudnya? Issh gimana sii?!" Tanya Tasya beruntun. Hanna dan Bella menatap Tasya dengan bingung, mengapa Tasya jadi menggerutu?
"Ohh! Kan kemarin gue kan dipanggil sama Bu Dewi kan nah katanya kan waktu olimpiade ipa kan sebentar lagi kan, gue kan yang jadi partner si Defa kan katanya kan harus belajar bareng kan, gue sii ogah banget kan tapi orapopo lah kan demi sekolah kan." Jelas Ara.
"Apaan! Banyak kan nya!" Gerutu Bella.
"Ihh kok bisa sii?!" Ucap Tasya setengah berteriak.
"Lah lo kenapa si Sya? Heran gue!" Akhirnya Hanna bertanya.
"E-eeh gue? Gak papa gue." Tasya gelagapan dengan menggaruk tengkuk kepalanya. Dia sendiri tak tahu ada apa dengan dirinya.
"Ohh iya Ra, terus nanti si Rava gimana?" Tanya Hanna.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fake Smile
JugendliteraturDengan gurat lengkung dibibirnya yang tipis, siapapun yang melihatnya akan mengira jika hidup gadis itu penuh dengan warna. Tanpa mengenalnya lebih jauh kamu tidak akan tahu makna tersembunyi dari senyuman itu. Dibalik senyumnya. Siapa sangka gadis...