"Ri, Udah woi!, " Eri tertawa sambil mengusap keringat di dahinya.
"Oh, kemampuan seorang Gangga yang terkenal gesit dan raja basket cuman sampai sini doang?, " Gangga melongo. Bagaimana bisa anak sekolah lain mengetahui tentang dia? Bukankah 'raja basket' dan 'gesit' hanya di sekolahnya saja?
"Nggak usah bingung deh, lo kan pernah tanding di beberapa sekolah populer dan menang. Lo sama tim lo jadi pusat perhatian, okay? Is it clear?, " Gangga mengangguk paham.
"And, biasain ya panggil noona. Bukan nama. Gue lebih tua dari lo!, "
"Biasanya orang nggak mau dipanggil noona karna biasanya dianggap tua. Nah lo malah mau banget dipanggil noona?, " Eri hanya tersenyum.
"Rahasia~"
Gangga melirik jam tangan yang ia kenakan, ia terkejut karna sekarang sudah hampir jam setengah 6 lewat.
"Lo kayaknya harus pulang deh. Gue juga udah mau pulang. Bisa diamuk massa gue kalo pulang jam 6," Gangga melihat ke sekitar lapangan dan menemukan Jose masih betah duduk di bangku sambil memainkan handphone miliknya.
"JOSE, JOSE, JOSEEEE, " Teriak Gangga. Jose melirik sebentar, lalu sibuk memainkan handphone miliknya lagi. Gangga hanya membiarkan Jose karna memang Jose orangnya agak cuek dan dingin nan jutek.
"Lo pulang sama Jose aja gimana? Gue nggak bisa nganter lo. Gue nggak mau ditabok mama gue lagi pake pedang mainan yang nggak tau darimana asalnya, " Gangga langsung berlari membereskan barang-barangnya dan mengambil tasnya dan buru-buru lari ke gerbang depan.
Sekarang tinggal Jose dan Eri saja. Dan satpam yang mendapat shift malam.
"Oi, anterin gue pulang, " Jose mendongakan kepalanya,
"Ye, " Jawab Jose singkat, padat, dan jelas. Eri hanya bisa memutar bola matanya lalu berjalan sendirian ke gerbang depan diikuti oleh Jose yang membuntuti dari belakang.
"Rumah lo dimana anjir jangan langsung jalan dong, " Jose menahan tangan Eri.
"Di Jalan Mercury Utara, udah?, " Jose mengangguk, rumah Eri tidak terlalu jauh dari rumahnya jadi it's okay.
Dan selama perjalanan, hening. Tidak ada yang mau membuka suara sama sekali. Sedari tadi, Jose ingin bertanya sesuatu namun ia takut Eri akan tersinggung dan mereka menjadi canggung. Belum lagi Jose masih mempunyai rasa tertarik kepada perempuan di sampingnya saat ini. Jujur, ia cemburu. Namun apa yang bisa ia lakukan sekarang? Marah? Ah, tidak mungkin. Bertanya? Lebih baik tidak.
Begitu juga dengan Eri, ia ingin bertanya tentang tatapan mata Jose yang seperti tidak suka. Jadi saat bermain dengan Gangga, Eri sempat mencuri pandang kepada Jose dan disitulah Eri sadar tatapan Jose seperti ada emosi diantara dendam, amarah, kecewa, sedih, dan emosi negatif lainnya. Eri kira Jose sedang ada masalah. Dan mungkin Eri bisa membantu dengan mendengarkan keluh kesah Jose? Tapi Eri berpikir lagi, jika itu adalah masalah pribadi, Eri tidak bisa campur tangan.
saat Eri sampai di depan rumahnya pun, Jose hanya melambaikan tangan dan berbalik lalu pergi. Itu semakin membuat Eri yakin Jose sedang memiliki masalah.
Ah sudahlah lupakan. Lagipula kita baru saling mengenal hari ini.
Eri membuka pintu rumahnya, perlahan ia masuk lalu melepaskan sepatu sekolahnya dan menaruhnya di rak sepatu. Tiba-tiba..
Prang!
"STOP EDRIC! STOPP!," Eri membeku di pintu depan.
Ada apa? Kenapa mama teriak? Edric? Papa kenapa? Perlahan Eri ke sumber suara yang sepertinya dari ruang tengah.
" Mom? Dad? What are you doing?, " Eri melihat papanya sedang mengangkat sebuah vas dan hendak melemparkan vas itu ke arah mamanya. Ia segera berlari ke arah mamanya dan mendorong papanya.
"WHAT ARE YOU DOING TO MY MOM?! Eri tau mama pernah salah! TAPI PAPA UDAH KETERLALUAN! KENAPA PAPA SIKSA MAMA SETIAP HARI?! CUMA KARNA SATU KESALAHAN KECIL?! PAPA TAU PAPA UDAH BUAT SUSAH MAMA SAMA ERI? MABUK-MABUKAN, MAIN CEWE, JUDI, AP-"
Plak!
Satu tamparan mendarat sempurna tepat di pipi kiri Eri. Tamparan yang begitu kencang sehingga meninggalkan bekas berwarna merah.
"STOP YELLING AT ME! I'M YOUR DAD, AND YOU CAN'T YELL AT ME LIKE THAT! SIAPA YANG AJARIN KAMU TERIAK KE PAPA KAMU SENDIRI?, " Eri shock dengan kelakuan papanya yang sudah mabuk.
Plak!
Dan tamparan sempurna berikutnya mendarat lagi di pipi Eri.
"I HATE YOU DAD!, " Eri mengambil tasnya namun saat ia hendak berdiri, tangan pucat mamanya menahannya.
"Mama nggak apa-apa kok Eri. Tenang aja. Papa kamu lagi mabuk jadinya begitu, nanti juga baikan lagi. Kamu nggak boleh ulangin lagi ya, janji?," Mamanya tersenyum. Eri tak bisa menahan air matanya lagi, ia hanya bisa mengucapkan 'maaf' tanpa suara kepada mamanya. Mukanya sudah pucat, bahkan tangannya saat memegang tangan Eri tadi sudah sangat lemas. Bibirnya juga kering. Entah apa saja yang telah dilakukan papa kepada mama selama ini.
Eri hanya bisa menangis di kamarnya. Setiap pulang sekolah pemandangan tidak mengenakkan seperti ini selalu menjadi 'makanan' sehari-hari. Makanya, Eri agak segan untuk pulang ke rumah, tapi kalau ia tidak pulang mungkin keadaan mamanya bisa lebih parah dari ini.
Tak lama setelah Eri mengganti seragamnya, handphone Eri berbunyi tanda ada panggilan masuk.
"Nomor tak dikenal? Siapa deh?, " Eri langsung menggeser tombol hijau yang muncul di layarnya keatas.
"Hello?, "
===
Hola hola! Part Hello selesai ya hehe. Part selanjutnya menyusul ❤
Sincerely,
Author hehe
![](https://img.wattpad.com/cover/190372202-288-k565360.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Noona
Teen FictionHanyalah sebuah tulisan dari kisah nyata yang tidak diketahui banyak orang.