25: Tidak Ada Tujuan untuk Lari

46 10 0
                                    

KARINA tiba di sekolah pukul lima pagi. Latihan Dasar Kepemimpinan Siswa tahun ini diadakan lagi di Bogor selama tiga hari dua malam. Saat Karina mengikutinya dua tahun lalu dan tahun lalu rasanya seperti liburan. Harusnya sekarang juga begitu, apalagi kelas 12 tidak mendapat jatah karya wisata karena fokus persiapan ujian. Jadi dia sangat menunggu-nunggu hari ini. Semoga saja, perasaanku jadi lebih baik setelah ini...

Tugas Karina cukup banyak nanti. Dia seksi konsumsi, pemateri di sesi malam hari pertama, dan hari kedua harus jaga pos untuk acara telusur alam juga.

Para peserta mulai berdatangan pada pukul enam. Mereka dijadwalkan akan berangkat bersama pukul tujuh. Peserta LDKS tahun ini hampir 80 orang, terdiri dari kelas 10 dan 11. Naik sedikit dibanding tahun sebelumnya. Mereka menyewa dua aula di sebuah area penginapan yang sudah lengkap dengan fasilitas outbound dan dekat jalur telusur alam.

Karina berdiri di pinggir lapangan, memperhatikan satu per satu peserta masuk ke dalam barisan kelompoknya. Satu kelompok berisi tujuh hingga delapan orang. Mereka baru tahu siapa saja anggota kelompoknya saat masuk ke gerbang sekolah--kejutan pertama yang dibuat agar mereka tidak berada dalam situasi yang terlalu nyaman. Materi pertama saat nanti sampai di penginapan adalah Manajemen Organisasi dan tugasnya adalah membuat struktur dan sistem di dalam kelompok.

"Rin... ambil," Rama tiba-tiba hadir menawarkan sebungkus roti srikaya.

Dipandangnya roti itu cukup lama. Srikaya itu rasa kesukaannya dan nggak banyak orang yang tahu. "Makasih," jawabnya singkat. "Kok lo tahu gue suka rasa srikaya?"

Rama melahap rotinya sendiri, bergabung dengan Karina mengamati peserta. "Kayak nggak kenal gue aja lo..."

Lengan Karina sedikit bergidik mendengar jawaban Rama yang sok misterius. Mereka terkikik setelahnya. Awal yang bagus untuk memulai perjalanan ini, ucapnya dalam hati. Sampai ketika matanya membesar mengikuti gerakan dari pintu gerbang ke lapangan. Giginya berhenti mengunyah dan saluran pencernaannya bergolak mendorong isi perutnya kembali ke atas. Karina berhenti tertawa. Ia buru-buru pergi dari tempat itu menuju ruang OSIS mengambil tas-tasnya.

"Lo mau ke mana?" Rama mengikutinya dan berhasil mencegahnya mengambil langkah lebih jauh.

Air mata sudah memecahkan bola matanya. Bibirnya sedikit bergetar. "Nggak bisa... Ram...," elak Karina nyaris tanpa suara.

Rama merebut ransel temannya itu dan memindahkan ke bahunya. Dia menarik Karina keluar karena masih ada beberapa orang di dalam sana. Jika mereka bicara, maka akan mengundang perhatian.

"Kalau Caro ikut..., mending gue di rumah hiks... Gue... hiks... ikut LDKS... supaya bisa lepas dari ini semua. Please Ram hiks..., lo ngerti kan maksud gue...? Lo juga nggak pengen lihat gue kayak gini terus kan...," bujuk Karina tersengal di antara isakannya.

Mereka terdiam dan saling menatap. Rama memberikan waktu bagi Karina menangis dengan tubuh gemetar seperti menggigil kedinginan. Dia tidak ingat apa pernah dia patah hati semenyakitkan itu. Belum pernah, harapnya semoga tidak akan pernah.

Karina berusaha menggapai tasnya, Rama mengelaknya. Dia mencoba lagi dari sisi lain, kembali tak bisa. Wajahnya kini memelas memohon.

"Rin, gue paham...," kata Rama perlahan. "Gue juga tahu lo sudah berusaha melakukan apa pun. Tapi kita nggak akan pernah bisa lupain sesuatu kecuali amnesia atau mati sekalian. Dan gue tahu, lo nggak mau dua hal tersebut yang kejadian kan..."

Dia menjeda tiga detik sebelum berkata lagi. "Kita nggak akan pernah bisa lari atau mengubah yang sudah ada. Sia-sia..."

Karina menangis semakin kuat. Tubuhnya menempel ke dinding. Dia berusaha keras tak mengeluarkan suara. Wajahnya yang segar beberapa saat lalu, kembali muram.

O! Caro MioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang