satu

3.2K 178 2
                                    

"Fred,apa kau akan mengirimiku surat selama kau berada di Etton?",tanya Elise kepada Fred. Saat itu sore hari menjelang senja,sepasang remaja belia sedang duduk berdua di tengah padang rumput sembari menatap matahari sore terbenam.

Besok Fred akan berangkat pagi-pagi sekali meninggalkan desa ini. Dan hari ini adalah hari terakhir kebersamaan mereka sebelum kepergian Fred besok.

"Tentu",jawab Fred tanpa menoleh ke arah Elise. Matanya lurus menatap ke kaki bukit dimana matahari seolah sedang bergerak turun.

Elise tersenyum. Hatinya sebenarnya sedih. Tapi ia berusaha keras untuk tidak menangis di depan Fred. Tidak ! Fred tidak boleh melihat airmata Elise. Elise tidak ingin Fred tahu,betapa dirinya akan sangat merindukan Fred.
.
.
Fred tidak ingin mengucapkan kalimat perpisahan kepada Elise. Selain karena ia tidak sanggup, ia juga merasa hal itu tidak perlu.

Sebab setelah menyelesaikan studinya di Eton, Fred berjanji akan kembali ke Cheltenham,tanah kelahirannya.

Fred hanya duduk diam sembari menatap angin mengibarkan rambut panjang Elise yang berwarna kemerahan itu. Ia akan merekam segala kenangan terakhirnya bersama Elise di sini, di padang bukit ini.

"Ayo,naiklah ke kuda. Kita pulang sekarang",ajak Fred beberapa saat kemudian sebelum matahari benar-benar tenggelam.
.
.
"Dia bahkan tidak mengucapkan salam perpisahan kepadaku",isak Elise di sela-sela tangisnya.
Malam hari itu di dalam kamarnya Elise menangis diam-diam. Ia menangisi kepergian Fred,sahabatnya. Karena terlalu lelah menangis, Elise pun tertidur dengan airmata yang mengering di pipinya.
.
.
.
Sebulan dua bulan berlalu. Satu,dua,tiga... hingga tahun ini tahun kelima kepergian Fred, Elise tetap menanti suatu hari akan datang surat dari Fred. Namun hingga hari ini tak satu suratpun yang Elise terima.

Elise akhirnya belajar untuk menerima bahwa mungkin Fred sudah berubah. Fred sudah melupakan dirinya.
.
.
.

.

Tbc

The Way of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang