Delapan

549K 20K 587
                                    

Up tengah malam wkwkwk

Selamat membaca ya 😘

"Maaf," kata Zeva menunduk. Dia meremas kedua tangan, tak berani lagi menatap Aftar.

Kekecewaan Aftar membuatnya sedih.

Alasannya menolak lamaran Aftar bukan karena hal ini, akan tetapi karena dia tidak pernah bisa mencintai Aftar. Namun, lelaki itu tidak perlu tahu, Zeva tidak mau Aftar semakin terluka.

Setahun ini Zeva berusaha mencintai Aftar lebih dari saudara. Akan tetapi tetap saja, rasa sayang yang dimilikinya hanya sebatas itu.

"Maaf." Sekali lagi Zeva meminta maaf.

Aftar tidak mengatakan apa-apa, dengan gerakan kaku dia membawa Zeva yang terisak dalam pelukan.

Menepuk punggung Zeva lembut, Aftar bertanya, "Kamu mau memberi tahu Kakak siapa Ayah dari anak itu dan di mana lelaki itu berada?" Suara Aftar serak mengandung emosi, rasa-rasanya dia ingin sekali menghancurkan lelaki sampah yang sudah membuat Zeva seperti ini.

Tapi gadisnya menggeleng, menolak memberi tahu siapa lelaki keparat yang tak bertanggung jawab itu.

Menarik napas panjang, Aftar berkata, "Tidak apa-apa kalau kamu belum ingin memberi tahu sekarang, tapi Kakak harap kamu akan memberi tahunya suatu hari nanti."

Aftar menepuk punggung Zeva, dia marah. Bahkan sangat marah. Namun, melihat gadis yang disayangi seperti ini dia juga sedih.

Zeva mengangguk pelan. Mungkin dia akan bercerita, tapi entah kapan. Bisa saja dua-tiga tahun lagi atau mungkin malah puluhan tahun mendatang baru dia berani bercerita.

"Apa Varo sudah tahu hal ini?"

Zeva menggeleng. "Jangan beri tahu dia, Kak. Jangan." Dia melonggarkan pelukan, menatap Aftar dengan wajah memohon.

Varo saudara kembarnya, lelaki itu sedang menempuh pendidikan di luar negeri. Dia tidak mau, karena masalah ini Varo menjadi tak berkonsentrasi. Membuat mimpi Varo berantakan adalah hal yang paling ditakutkan Zeva

"Ya sudah."

Zeva tersenyum, dia kembali memeluk Aftar. "Terima kasih, Kak Aftar," kata Zeva dengan suara lemah.

"Setelah ini apa yang akan kamu lakukan?"

=====

Xavier sudah kembali dari rumah sakit, berbagai pertanyaan dari keluarga, pacar dan para sahabatnya tak ada yang di jawab Xavier dengan benar.

Membuat mereka semua terlihat kesal, tapi tak bisa berbuat apa-apa.

"Xavier sayang, kamu tidak mendengarkanku lagi?"

Suara merajuk Aera membuat Xavier menghela napas panjang. "Maafkan aku sayang. Kepalaku sakit sekali," kata Xavier mengurut keningnya.

"Benarkah?" Aera tampak terkejut, dia bangkit dan duduk di samping Xavier. Menarik kepala lelaki itu memijatnya lembut. "Sebaiknya kamu tidur saja, aku akan menemanimu di sini."

Xavier tersenyum, perhatian Aera membuatnya senang. "Sebentar lagi juga akan menghilang. Apalagi ada kamu yang memijat seperti ini."

Aera mendengkus, tapi gadis itu tidak menghentikan pijatan di kepala Xavier. "Sudah merasa baikkan?"

Xavier mengangguk. "Ya. Terima kasih," kata Xavier mengecup pipi Aera dengan senyum lebar.

"Seharunya kamu istirahat saja."

Xavier memberi satu ciuman lagi di pipi Aera, membuat gadis itu berhenti berbicara dan merangkul bahu Xavier. "Aku harus pulang, kamu tidak apa ku tinggal?"

Mengangguk, Xavier berkata, "Aku ingin makan malam bersamamu, membayar janji yang tak bisa aku tepati."

Aera mengibaskan tangan. "Sudahlah. Kamu mengingkari janji juga karena ada kecelakaan."

"Malam ini aku akan benar-benar menjemputmu," ucap Xavier mengecup tangan Aera dan membiarkan gadis itu pergi.

Menghela napas, Xavier masuk ke dalam rumah orang tuanya, dia juga ingin pamit. Sejak sakit beberapa hari lalu, dia di larang tinggal di apartemen sampai kondisinya benar-benar sembuh. Dan sekarang lah saatnya, Xavier merasa tubuhnya sudah sehat.

Satu jam kemudian Xavier sudah tiba di apartemen, dia menempelkan ponsel ke telinga sembari keluar dari mobil.

"Apa kalian sudah menemukan jejaknya?"

Jawaban dari seberang sana membuat langkah Xavier terhenti. Dia meremas ponsel di tangan, menahan geram mendengar alasan dari orang di seberangnya.

"Dasar bodoh," umpat Xavier. "Cepat temukan dia, sialan." Xavier menarik napas berat, dia benar-benar ingin menghajar seseorang sekarang.

Mematikan ponsel, Xavier meremas kepala. Dia kembali memaki.

Zeva luar biasa membuatnya murka. Gadis itu telah membuatnya kerepotan setengah mati.

Menyugar rambutnya, Xavier kembali melangkah. Tiba di unit apartemen miliknya, Xavier langsung membanting diri ke ranjang.

Tubuhnya lelah, kepalanya pusing memikirkan Zeva yang tak tahu bersembunyi di mana.

Memejamkan mata, dia kembali membukannya beberapa detik kemudian.

Xavier bangkit, dia berjalan ke arah kiri dan membuka laci di sana. Lelaki itu terdiam melihat celana dalam mini milik Zeva.

Perlahan tangan Xavier bergerak, dia mengambil celana dalam tersebut dan membawanya ke ranjang. Rebah, Xavier mengangkat celana dalam Zeva ke depan wajahnya. Dia memiringkan kepala, lalu mendengkus dan melempar benda tersebut menjauh.

"Zeva sialan," maki Xavier kesal.

=====

"Kamu baik-baik saja?"

Zeva menoleh, dia tersenyum pada Aftar yang memegangi bahunya.

"Aku baik-baik saja, Kak. Cuman sedikit pusing saja," kata Zeva menyengir.

"Seharusnya kamu istirahat saja, kasihan mereka jika memiliki Ibu yang terlalu aktif sepertimu."

Zeva cemberut, dia mengelus perut buncitnya. Usia kehamilannya sudah berjalan tujuh bulan. Kedua bayinya sehat, membuat Zeva dan Aftar tak sabar menunggu tanggal kelahirannya.

"Kata dokter aku harus banyak bergerak tahu."

Aftar terkekeh, dia menuntun Zeva kembali ke kursi. "Kamu mau apa ke dapur?"

"Cokelat." Zeva menjawab cepat, dia tersenyum lebar. "Aku mau dua," kata Zeva saat Aftar meminta pekerjanya mengambilkan cokelat permintaan Zeva.

"Terima kasih, Kak."

Zeva tersenyum, dia sangat berterima kasih pada Aftar. Tujuh bulan ini hidupnya luar biasa tenang. Di belum pernah lagi bertemu muka dengan Xavier, kabar terakhir yang dia dengar Xavier telah bertunangan dengan kekasihnya.

Tidak apa-apa. Zeva tak terluka mendengar kabar tersebut. Asal Xavier tidak mengganggu hidupnya, dia juga tak akan memikirkan lelaki kejam itu lagi.






Ceritanya langsung aku lompat hingga beberapa bulan ke depan Yeess. Biar enak nulis nya gitu 😎

Jangan lupa tinggalkan jejak, Cinta ❤❤

Xavier & Zeva Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang