Bel pulang sekolah berbunyi. Iyok yang paling semangat.
"Jadi kita bakal bikin tugas kelompoknya dimana?" Iyok bertanya pada Rangga. Mereka masih duduk sama-sama karena kelas tidak diacak ketika mereka naik ke kelas 12. Yah, ini merupakan salah satu keuntungan bagi Iyok, karena Iyok bisa selalu 'menggunakan' kepintaran Rangga. Iyok bangga punya teman pintar!
Kelompok kali ini masing-masing hanya beranggotakan 2 orang. Mereka harus membuat makalah. Karena pelajaran yang sama ada pada keesokan harinya, mereka pun harus mengerjakan tugas itu hari ini.
"Terserah lo, sih," ucap Rangga.
Iyok berpikir. Jika di rumahnya, ia pasti tak akan fokus. Ibunya ada di rumah dan dia tau sendiri apa yang akan ibunya perbuat jika melihat cowok tampan seperti Rangga. Ditambah lagi karena di rumah ada Gio. Iyok masih takut akan beberapa kemungkinan yang buruk. Yah, walaupun Gio sekarang tak pernah lagi membahas Rangga, tapi tetap saja Iyok parnoan!
Tiba-tiba, bayangan tentang adegan-adegan yang--argh, cukup! Cukup! Iyok tak mau menghayal lagi.
"Gimana kalo di apartemen lo? Gue juga udah lama gak ke sana, hehe," ujar Iyok.
Rangga mulai membereskan buku-bukunya. "Boleh. Nanti jam enam gue tunggu."
"Roger!" Iyok menyeru dengan semangat.
.
.
Brian lelah sekali. Seluruh tubuhnya terasa gemetar dan daging yang membalut tubuhnya seperti telah terlepas dari tulangnya. Ia juga tak bisa merasakan lagi kakinya. Menaiki anak tangga sebanyak 10 anak tangga berasa sedang mendaki sambil mengangkat sekantong batu. Brian bahkan terlalu lelah untuk mencaci.
Begitu sampai di depan pintu kamarnya, Brian mendesah panjang. Rasanya berat sekali untuk memutar kunci pintu.
Begitu melihat tempat tidur, Brian langsung membaringkan tubuhnya tanpa repot-repot untuk melepas sepatu. Ia merasa perlu untuk beristirahat selama 5 menit sebelum pergi mandi.
Berbaring sejenak, ia memang merasa lebih baik. Namun makin lama, rasanya makin aneh. Seluruh badannya mendadak makin sulit digerakkan. Sendi-sendinya terasa kaku dan ototnya nyeri. Untuk bangun dari posisi tidurnya, Brian telah menyerah lebih dulu. Ia mendesis dan alisnya bertaut ketika mencoba berusaha lebih kuat. Sial!
Brian mengambil sesuatu dari saku celananya. Ponsel milik Rangga! Barang inilah yang membuatnya terlambat masuk kelas! Tidak, Brian tak menyalahkan ponsel itu, tapi lebih tepatnya menyalahkan seseorang dibalik kejadian yang berbuhungan dengan ponsel itu.
15 panggilan tak terjawab.
Melihat nomor si pemanggil, ia ingin sekali membanting ponsel itu. Namun sekarang Brian tak ingin menghiraukan nomor laknat itu. Ia hanya ingin mencari kontak dengan namanya yang tertulis di sana.
Di apartemen, Rangga tengah membereskan baju kotor untuk dimasukkan ke dalam mesin cuci. Ponsel dengan nada dering yang berbeda dari biasanya lalu berbunyi di kamarnya.
Mengambil ponsel itu, nama si pemanggil yang tertulis di sana adalah "Bottom gue". Membaca nama yang digunakan Brian untuk menamai nomornya itu membuatnya menggeleng sambil tersenyum tipis. Memangnya di sini siapa yang bottom?
"Rangga?"
Rangga menautkan alisnya, mulai khawatir. Suara Brian terdengar lelah dan berat.
"Lo kenapa, Sayang?"
Suara napas Brian sampai ke telinga Rangga, membuatnya makin bertanya-tanya.
"Gue bentar lagi bakal mati..."
KAMU SEDANG MEMBACA
TROUBLEMAKER 2 ; Brian Azriel [END] [E-BOOK] [Buku Fisik]
Teen Fiction(GAY 18+) Brian Azriel mendapat karma. Setelah masa-masa mengganggu murid lain di SMA-nya berakhir, kini ia mendapat gangguan yang sebenarnya dari salah satu senior di kampus. Awal kuliahnya seharusnya baik-baik saja... tapi orang itu selalu muncul...