Lip Tint

258 15 1
                                    

Setelah memandangi pantulan wajah dicermin toilet sekolah dan telah selesai mengoleskan lip tint merah cerry pemberian kak Ti yang disebut penerang. Aku tidak menggunakannya dari rumah nanti ibu marah dan sengaja menggunakannya disaat mendekati bel istirahat karena sekolahku melarang para siswinya menggunakan lip tint. Khusus hari ini saja aku ingin menjadi pusat perhatian teman-teman sekelasku.

Aku berjalan sambil memegang bibirku ketika ibu Ona keluar dari kelasku. "Hei.. Ada apa dengan mulut kamu?" tanya ibu Ona.

Aku hanya menggelengkan kepalaku sebagai jawaban untuk ibu Ona. Sangat tidak sopan tapi aku terpaksa.

"Dasar aneh!" ujar ibu Ona pelan tapi masih bisa didengar.

Aku masuk didalam kelas saat teman-teman sekelasku masih sibuk bereskan peralatan alat tulis mereka diatas meja dan belum keluar dari kelas. Begitu menyadari sebagai pusat perhatian rasanya jantung berdebar kencang dan telapak tangan yang berkeringat tapi itu semua tidak sebanding dengan perasaan bahagia saat menjadi pusat perhatian.

Aku duduk dibangku yang sebelahnya hanya ditemani tas micky mouse bewarna merah milikku.

"Nasib duduk sendirian." ujarku dalam hati.

"Lissa..." panggil Kabir teman cowok sekelasku. Ciri khas dengan rambut keritingnya.

"Ya?" tanyaku ragu. Soalnya ini pertama kalinya Kabir memanggil namaku.

"Kamu... Cantik." ujar Kabir sambil menahan senyumannya.

"Cieee... Kabir gombal!" seru Suci yang duduk dibelakangku.

Beberapa cewek dikelasku. Berdiri mengelilingiku. "Mana-mana?" Darah mendekati wajahnya dan menatap bibirku.

"Cihhh... Cewek kalau pakai lip tint biasa saja kali. Beda kalau cowok yang pakai." ujar Darah setelah menjauhkan wajahnya dari bibirku.

"Iya. Tapi yang pakai ini si Lissa loh!" seru Anti.

"Memangnya kenapa kalau Lissa yang pakai?" tanya Dira.

"Berasa lihat zombie yang pakai lip tint. Benarkan lip tint?" tanya Kabir yang hanya dijawab gelak tawa yang lainnya.
Wajahku sudah semerah tomat.

"Dasar si pahit. Tadi katanya cantik." ujar Suci.

"Hehehe. Bikin orang senangkan dapat pahala." ujar Kabir dengan senyuman jailnya.

"Jahet banget kamu. Bohongnya dikondisikan dong!" sentak Yuda.

"Kok jadi kamu yang marah sama aku?" tanya Kabir ke Yuda.

"Bukan begitu. Tapi kalau si Lissa ambil dihati omongan kamu bagimana coba?" tanya Yuda.

"Dan lebih parahnya lagi Lissa jatuh cinta sama kamu." ujar Tio yang sudah ikut bergabung.

Opik merinding. "Hahaha... Jijik." tawanya kencang hingga menggema direlung hati yang paling dalam.

Aku berdiri diantara kerumunan mereka. "Tenang saja! Nggak usah sampai jijik. Karena aku juga nggak punya perasaan lebih sama kalian disini." aku berlari sangat kencang hingga pergelangan tanganku terbentur sudut meja, rasanya seperti kesetrum hingga keram dan menimbulkan warna kebiruan. Tapi itu semua kalah dengan sakit hatiku.

Setelah puas menangis didalam toliet perempuan. Air mataku sudah kering tapi masih telihat sedikit bekas menangis. Saking jalan dengan menundukkan kepala aku sampai tidak sadar menabrak dada bidang seseorang.
"Kamu menangis?" tanya Uwais teman cowok sekelasku.

"Kalau iya kenapa? Kamu mau bilang keteman-teman kamu kalau aku nangis dan bikin jadi bahan becanda. Hah!" sentakku.

"Hey... Yang kamu bilang teman-temanku itu juga teman-temanmu. Dan..." Uwais melangkahkan kakinya dan menundukkan kepalanya tepat ditelingaku. "Aku tidak seperti yang kamu pikirkan."

InsecureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang