Kadang ada dimana saat aku merasa sendiri hingga membuatku jenuh. Lebih tepatnya jenuh dengan diriku sendiri yang tidak bisa bersosialisasi dengan baik atau hidup terlalu kaku, pernahkah kalian kecewa dengan diri sendiri? Itulah yang sedang aku rasakan. Tepat dua minggu setelah kejadian Lip Tint aku semakin kurang percaya diri bersosialisasi dengan teman-teman sekelasku.
Bunyi spidol yang dilempar dikepala kemudian jatuh berguling dibawah kakiku. "Duh, sakit pak." ujarku pelan dengan mengusap jidatku yang terasa sakit.
"Sakit? Maaf ya!" ujar pak Rama dengan menahan senyum. "Kamu itu sudah duduk sendirian, pakai acara melamun lagi. Kalau kamu kesurupan bagaimana? Ambilkan spidolnya. Dan bacakan puisi kamu didepan!"
"Sekarang pak?"
"Tahun depan. Iya kali kalau kamu masih betah disekolah dan mau jadi siswi abadi. Ayo bacakan puisi dari depan abjad nama kamu. Sekarang!"
"Tapi..."
"Tidak ada tapi atau kamu mau surat panggilan orangtua karena melamun disaat jam pelajaran!"
Dengan langkah tanpa semangat menghampiri pak Rama.
"Ayo!"
"Tapi... Belum sempat bikin pak." ujarku berbohong karena tidak percaya diri dengan puisi yang kubuat karena takut saat membaca puisiku nanti teman-teman sekelas akan menertawakan ku yang tidak pandai berbicara didalam kelas.
"Nah! Ketahuan dari tadi melamunkan? Sana balik ketempat duduk kamu dan ambil surat panggilan orangtua setelah
bel istirahat." terang pak Rama.Wajahku pucat dan keringat dingin membasahi wajah. Seluruh tubuhku sampai gemetar karena merasa kurang percaya diri tampil didepan teman-teman sekelasku. Tapi... Tidak lucu kan? Pulang sekolah aku kasih ibu surat panggilan orangtua karena kasus bukan hal membanggakan.
"Cepat Lisaa..." teriak Anti.
"Iya soalnya kita juga mau baca puisi kita. Keburu bel istirahat nih." teriak Pipit kesal.Dengan menghirup oksigen sebanyaknya, aku mulai membaca puisiku. Meski dengan tangan yang tidak berhenti gemetar.
Lihat senyummu yang menawan
Itu adalah anugerah bagiku
Senyummu ku simpan dalam benak
Sebab kau hanyalah angan
Angan yang sulit kujangkau."Wow. Puisi Lissa keren." teriak Dira.
"Cieee... Akhirnya ini anak punya bakat!" teriak Darah.
"Dari pada bakat kamu cuman nyinyirin orang." balas Uwais.
"Nyebelin!" Seru Darah.
"Tapi sayangkan..." Seru Tio. Tertawa sambil memandang wajah teman sebangkunya Uwais.
"Ih..."
"Merah mukanya. Cie..." ujar Tio semakin menggoda Darah dan Uwais hanya menggelengkan kepalanya.
"Sudah kalian bagaimana sih? Bukannya mendukung malah menjatuhkan." ujar pak Rama sebagai penengah.
"Dan untuk kamu Lissa, kamu sebenarnya punya bakat tapi harus percaya diri dengan apa yang kamu lakukan apalagi kalau sesuatu yang positif." sambung pak Rama.Hatiku terasa sesak mungkin karena aku mengetahui ada sesuatu antara Uwais dan Darah. Yah hampir setahun ini aku memiliki perasaan kepada Uwais teman sekelasku. Ini semua karena puisi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Insecure
Teen FictionApakah kamu sering membandingkan diri dengan orang lain? Merasa tidak aman, rendah diri, dan tidak berharga? Merasa tidak bisa berbuat banyak? Itu yang aku rasakan dan berharap kalian tidak merasakannya karena itu akan menjadi penyesalan. Dengan se...