III

428 57 18
                                    


"Pagi, Taeyong." Ten menyapa dari balik pantry ketika mendengar langkah kaki menuruni tangga. Tak perlu menoleh, karna Ten hanya tinggal berdua dengan Taeyong di rumah ini.

"Aku kelaparan, kenapa kau bangun sesiang ini?" Ten bertanya dengan suara manja.

Ten masih sibuk mengocok telur untuk sarapan mereka. Satu pekan ini adalah yang terbaik menurutnya. Ia berencana mengajak sepupunya itu untuk belanja bulanan sore nanti. Atau mungkin menawarkan diri untuk menemani Taeyong melanjutkan lukisannya. Ten bahagia melihat Taeyong yang bersemangat untuk memberikan lukisan terbaiknya pada pameran mereka.

Ten juga bekerja keras. Chanyeol tak memberinya ruang dan terus mengejarnya untuk kerja sama yang ia harap dapat di konfirmasi oleh pihak swasta. Mereka masih membutuhkan dana lebih. Dan pekerjaan Ten belum selesai sebelum ia mendapat sponsor sebanyak yang Kakak iparnya inginkan.

"Taeyong...?" Ten menghentikan kegiatannya yang tengah memasukkan telur di wajan ketika ia sadar tak mendengar satupun jawaban dari yang ia ocehkan. Lalu ia menoleh kebelakang dan mendapati Taeyong berdiri didepan dispenser dengan satu tangan yang memegang sebuah gelas.

"Aku pikir kau tak dengar-"

"Berisik."

Ketegangan menyelimuti Ten. Ia memperhatikan Taeyong yang melihatnya dengan malas. Ten bersusah payah menelan ludahnya.

"T-Taehyun...?"

Taehyun melirik Ten dengan malas. Merentangkan kedua tangan yang terasa pegal dan menggaruk perut dengan asal. Taehyun berdecih ketika mendapati Ten tak bergerak dari posisinya. "Kenapa?" Suara dingin menyelimuti mereka.

Ten mengulum kedua bongkahan bibirnya. Dadanya bergemuruh ketika menoleh ragu sebelum bersuara "t-tapi, Taeyong..." Ten meringsut hanya dengan tatapan menyeramkan Taehyun yang siap membunuhnya kapan saja.

"Ia ada keperluan hari ini, tak seharusnya kau-"

"Berapa kali harus ku katakan untuk tidak mencampuri urusanku?" Desis Taehyun di balik gigi yang ia rapatkan. Ketakutan tak lepas dari mata Ten yang bergetar. Ten membasahi bibirnya, menekan rasa khawatir karena ia masih ingat jelas bahwa Taeyong mengatakan bahwa ia memiliki urusan penting pagi ini.

"T-tapi..."

"Apa kau yang menghasut si bodoh itu untuk menahanku lebih lama?"

Mata Taehyun tak lepas mencengkram tubuh Ten yang bergetar. Tenggorokannya terasa kering namun Ten tetap bersusah payah berusaha menjawab pertanyaan Taehyun.

"Tidak, bukan begitu, maksudku-"

"Apa kau berniat menghanguskan rumah ini?"

"A-apa...?"

"Bersihkan kekacauan ini sebelum aku membuatmu menyesal pernah terlahir."

Mata Ten terbelalak ketika mencium aroma hangus menyebar. Ia bergegas mematikan kompor kemudian berbalik dan mendapati Taehyun telah hilang.

****

"Taehyun benar, batasi dirimu dari urusan mereka," suara Johnny terdengar pelan ketika bersama Ten di dalam mobil. Ia baru saja kembali dari penerbangan panjang beberapa menit lalu dan yang pertama menyambutnya adalah kekasihnya dengan mata memerah karena menangis.

Ten bilang ia takut jika Taehyun selalu melakukan hal tersebut pada Taeyong akan membuat pemuda kurus itu kesakitan. Johnny paham, Ten hanya menyayangi Taeyong lebih dari apapun. Bahkan Ten sampai menangis sepanjang hari ketika Johnny hampir memukul Taehyun waktu itu.

"Ten...?" Johnny melirik dari sudut matanya dan mendapati kekasihnya tertidur. Ia kemudian menarik lengan pemuda itu pelan agar ia tak bersandar di kaca kemudian mengatur reclining seat untuk kekasihnya tidur dengan posisi yang lebih baik.

ETHEREAL (JAEYONG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang