VII

198 37 6
                                    

Taeyong tak ingat tentang apa yang terjadi malam tadi hingga ia berada di kasur hotelnya pagi ini. Kepala Taeyong berdenyut dan pada detik selanjutnya sesuatu di dalam perutnya meronta untuk dikeluarkan dan berakhir dengan Taeyong yang berlari kecil ke kamar mandi.

Ia mengeluarkan seluruh sisa makan malamnya hingga suara muntahan yang mengerikan terdengar. Tenggorokannya terasa panas dan kering sementara air matanya tak berhenti keluar karena rasa mual itu. Taeyong menatap wajah kurusnya di kaca di depan wastafel, wajahnya terlihat pucat dan kantung di sekitar matanya sedikit menghitam. Taeyong merutuki dirinya sendiri. Ia cukup yakin bahwa Taehyun akan memarahinya dan mengatakan hal-hal menyakitkan karena membuat tubuh mereka menjadi seperti ini.

Jam menunjukkan angka sebelas lewat lima menit. Tidak dapat dikatakan pagi walaupun kota Roma tidak seterang biasanya. Musim dingin telah datang. Taeyong mengintip dari balik kaca besar tak jauh dari kasurnya ketika pandangannya pada sebuah menara jam yang begitu tinggi terganggu dengan butiran es yang jatuh dari langit memenuhi kota.

Salju pertama telah turun diantara senyum Taeyong yang terukir. Ia bahkan lupa kapan terakhir kali menikmati salju pertama dengan izin Taehyun.

Air mata Taeyong terjatuh tanpa ia sadari, kenangan tentang secangkir coklat hangat dan sepiring cookies yang selalu Ayahnya berikan di setiap musim dingin menguar di kepalanya. Dadanya terasa penuh. Ia begitu merindukan Ayahnya sementara Taehyun tak pernah sama sekali ingin bertemu dengan Ayah mereka.

Taeyong ingat ia telah berbicara dengan Taehyun tentang rencananya menyusul sang Ayah ke Jepang pada awal musim semi tahun depan. Sebuah perayaan ulang tahun. Namun Taehyun menolak mentah-mentah dan mengatakan bahwa Taeyong hanya bermimpi untuk dapat bertemu dengan si bajingan –panggilan Taehyun untuk Ayah mereka.

Setelah puas, Taeyong bergulir ke tepian tempat tidurnya dan ingatan tentang Jaehyun yang memapahnya hingga membaringkannya di kasur ini telah tercetak jelas. Rasa bersalah dengan kental mengalir di dalam dirinya. Ia harus mengucapkan terimakasih untuk tata krama dengan makan malam atau sejenisnya dengan pria itu. Lebih dari semua itu, rasa tak enak hati mendominasi dirinya. Ia sangat merepotkan Jaehyun pada pertemuan kedua mereka. Sangat tidak sopan dan Taeyong sangat berharap ia tidak berbuat sesuatu yang memalukan malam tadi.

Namun sesaat Taeyong menghela napas, ia tidak memiliki kontak atau apapun yang ia miliki untuk dapat membuatnya bertemu dengan pria itu -lagi. Taeyong menghela napas berat. Tak ada harapan dan yang kini Taeyong lakukan hanyalah menelepon pihak hotel untuk memesan makan siang untuknya.

Setengah jam berlalu, Taeyong telah segar setelah membersihkan dirinya ketika pintu kamarnya di ketuk pelan. Seorang petugas datang dengan beberapa jenis makanan yang harumnya membuat perut Taeyong mulai berteriak.

“Seseorang memberikan ini pada petugas kami malam tadi. Ia mengatakan untuk memastikan anda menerima ini dan menghubunginya setelah anda bangun.”

Taeyong menerima sebuah deretan angka yang dapat ia pastikan adalah nomor telepon seseorang yang ditulis di atas robekan ujung kertas berbentuk segitiga tak beraturan. Taeyong mengangguk dan petugas itu pun meninggalkannya dengan beribu pertanyaan di kepalanya.

Yang pertama terlintas dikepalanya adalah kemungkinan bahwa ini adalah nomor Jaehyun yang ia titip di pihak front office hotel. Tentu, Taeyong tak ingat ia telah membayar makan malamnya kemarin. Dan kenyataan bahwa ia telah kembali dalam keadaan selamat satu-satu nya opsi yang ia miliki adalah Jaehyun telah membayar makanannya dan Taeyong cukup yakin bahwa mungkin saja pria itu memintanya untuk membayar kerugian yang ia sebabkan.

Taeyong berencana akan menghubungi Jaehyun sore atau malam nanti, karena satu-satunya hal yang ingin ia lakukan sekarang adalah menuntaskan rasa lapar yang mulai menguasainya. Namun belum setengah piring makanan masuk ke sistem pencernaannya, kamarnya di penuhi oleh sebuah deringan dari telepon meja. Taeyong sedikit merasa kesal karena acara makannya terganggu. Ia merasa tidak melakukan sesuatu yang membuat dirinya harus di telepon oleh pihak hotel.

ETHEREAL (JAEYONG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang