"Dan saat ini, Aldi sedang ditahan di polres metro Jakarta Pusat untuk dimintai keterangan lebih lanjut."Clek
Iqbaal keluar dari pintu kamar mandi sambil menenteng baju rumah sakitnya.
"Serius mau pulang?" Tanya Ody—kakak Iqbaal yang duduk di sofa sambil menghadap televisi.
Iqbaal mengangguk lalu melangkah lemah, kepalanya masih di perban dan kadang-kadang masih nyeri.
"Gila ya Aldi tuh, gak nyangka banget teteh," dumal Ody, entah sudah berapa kali ia mengatakan itu.
Iqbaal menatap layar televisi yang sedang memberitakan Aldi, dua hari yang lalu, malam itu Aldi menelpon polisi dan menyerahkan diri.
"Aku mau jenguk (Namakamu) dulu teh," ucap Iqbaal.
Ody mengangguk, dia mengambil alih paperbag tempat baju kotor Iqbaal. "Mau teteh temenin?" Tanyanya.
Iqbaal langsung menggeleng, sementara Ody mengangguk paham, "Teteh tunggu di mobil."
Iqbaal mengangguk lalu melangkah keluar dari kamarnya, (Namakamu) sudah dipindahkan ke ruang rawat inap, tapi cewek itu belum juga sadar.
Ketika didepan kamar (Namakamu), Iqbaal bertemu dengan ibu (Namakamu)—Linda, dia tersenyum lebar menyambut Iqbaal.
"(Namakamu) sudah sadar," ucap Linda.
Iqbaal membelalakkan mata, tapi sudut bibirnya terangkat, dia langsung masuk ke kamar setengah berlari, padahal masih ada yang ingin Linda sampaikan mengenai kondisi (Namakamu).
Iqbaal melangkah terburu-buru, ketika sampai didalam, dia melihat (Namakamu) setengah duduk, tanpa menunggu lagi, Iqbaal mendekat, memeluk (Namakamu) dengan erat, saat ini Iqbaal yakin akan mendapatkan keduanya, jiwa dan raga (Namakamu).
Tapi di luar dugaan, bukannya membalas pelukan Iqbaal, (Namakamu) malah mematung dengan sorot mata kosong, bibirnya bergetar, begitupun tangannya. Dia bahkan terisak. Dadanya terasa sesak.
Iqbaal yang menyadari itu langsung melepaskan pelukannya, dia menatap (Namakamu) khawatir, sementara air mata terus membanjiri pipi (namakamu), raut wajahnya sangat ketakutan.
"Kamu—"
Belum sempat Iqbaal bertanya, ia mendengar suara pintu dibuka, Linda masuk, melihat kondisi putrinya dia langsung memeluk (Namakamu), berusaha menenangkan, "Dia trauma atas kejadian itu," ucapnya, kedua tangannya mengusap-usap punggung (Namakamu), sementara (Namakamu) terus bergumam, "Mama..."
"Dia di peluk ayahnya aja menangis ketakutan," tambah Linda.
Iqbaal hanya diam, tak tahu ia harua berkata apa, dia hanya terus memandangi (Namakamu) yang meringkuk dipelukan ibunya.
"Mama, (Namakamu) takut..." Berkali-kali ia bergumam dengan suara bergetar.
"Nggak apa-apa (Namakamu), dia temen kamu Iqbaal," ucap Linda masih setia menepuk punggung anaknya.
"Setidaknya kalau ingin ngobrol sama (Namakamu), hindari memeluk dulu baal, " ucap Linda.
Iqbaal hanya mengangguk, ia melihat (Namakamu) berbeda sekali dengan saat ia melihat (Namakamu) sewaktu ia masih menjadi jiwa, "(Namakamu)," panggilnya.
(Namakamu) tak menyahut dia terus ketakutan, "Mama, takut."
"Ini aku, aku teman kamu," ucap Iqbaal berusaha sepelan mungkin.
(Namakamu) tetap tak merespon, dan Iqbaal tak tahu lagi harus apa, hatinya tercubit melihat kondisi (Namakamu), (Namakamu) tak ingin berinteraksi dengan Iqbaal sama sekali, jadi saat itu Iqbaal memutuskan untuk pergi
KAMU SEDANG MEMBACA
My Soul
FanfictionJiwa (Namakamu) terpisah dengan raganya. Menurut (Namakamu), ia masih di dunia karena keinginannya untuk dekat dengan sang idola belum tercapai, untuk menuntaskan keinginannya itu (Namakamu) perlu raga, raga yang cocok dengan jiwanya, dan raga itu a...