Gadis berambut pirang itu berdiri di antara gedung pertokoan yang berhimpitan antara gedung yang satu dengan yang lainnya. Sesekali dia memandang ke arah jam tangan yang melingkar di salah satu pergelangan tangannya lalu mengangkat kepalanya memandang ke arah jalanan.Pandangan Hyo Yeon--nama gadis berambut pirang panjang itu--seakan-akan mencari sesuatu. Lebih tepatnya mencari seseorang. Seseorang yang tidak pernah datang meskipun ia menunggu selama apa pun.
Ia tahu bahwa penantiannya itu hanya sia-sia belaka, tapi Hyo Yeon tetap saja menunggu di tempat dan jam yang sama hampir setiap harinya. Meskipun terkadang melelahkan, Hyo Yeon tidak pernah bosan melakukannya.
Hyo Yeon tetap bertekad untuk tetap melakukannya sampai dia mendapatkan jawaban yang diinginkan.
Tapi hari ini rasanya tidak seperti biasanya. Semakin ia yakin, semakin besar juga keraguan dalam hatinya bahwa hal yang dilakukannya itu sia-sia saja.
Berawal dari enam bulan lalu ketika Hyo Yeon tidak sengaja melanggar janji pertemuan dia dengan lelaki itu. Bukan kemauan Hyo Yeon juga mengurungkan janjinya. Karena suatu hal yang sangat penting Hyo Yeon terpaksa melakukan hal itu.
Dia kira lelaki itu mau memaafkan kesalahannya, karena Hyo Yeon sendiri merasa sudah meminta maaf dengan setulus dan berkata sejujur mungkin. Namun ternyata laki-laki itu belum memaafkannya.
Di tempat yang sama seperti Hyo Yeon yang menunggunya saat ini, laki-laki itu memutuskan hubungan tiba-tiba dengan gadis berambut pirang itu. Tanpa ada angin dan hujan, terjadi begitu saja. Hyo Yeon yang masih belum bisa melepaskan lelaki itu bertekad akan terus menunggunya sampai laki-laki itu kembali padanya.
Di dalam lubuk hati yang terdalam Hyo Yeon tahu bahwa apa yang dilakukan itu semua sia-sia saja. Tapi, di satu sisi juga dia menyangkal dan meyakini bahwa usaha yang seseorang lakukan pasti akan tetap membuahkan hasil.
Memang membuahkan hasil, tapi tidak sesuai dengan apa yang diyakininya.
Hyo Yeon melihat tiap wajah orang-orang yang lewat melintas di depannya. Tidak ada wajah yang ia tunggu bahkan ia kenali. Tidak ada dia di antara satu pun orang yang lewat malam itu.
Setelah enam bulan berlalu, apakah ini jawaban yang Hyo Yeon terima? Apakah Hyo Yeon harus menerima kenyataan bahwa semuanya sudah selesai? Enam bulan penantiannya tidak membuahkan hasil seperti yang diinginkannya.
Laki-laki itu sama sekali tidak menunjukan tanda-tanda akan kembali kepelukannya.
Hyo Yeon kembali melirik jam tangan di pergelangan tangannya, jam menunjukan pukul 22.00 malam. Udara dingin mulai menusuk ke dalam kulitnya. Meski pun memakai jaket yang tebal tetap saja masih terasa.
Udara malam menjelang musim gugur memang lebih dingin dari biasanya. Kaki Hyo Yeon mulai terasa pegal dan kebas karena berdiri terlalu lama. Jemarinya juga terasa membeku, tapi ia masih belum beranjak dari tempatnya.
Ia ingin menangis, menangis sejadi-jadinya. Menangis sampai air matanya terkuras habis tidak tersisa. Hyo Yeon ingin beban yang berada di hatinya ikut terangkat dengan air mata yang mengalir dari matanya.
Tapi sayangnya tidak bisa.
Berusaha sekuat apa pun dia mencoba menangis, air matanya sama sekali tidak mau keluar. Rasa gamang menyelimuti hatinya.
Ia tidak berbakat dalam menyalurkan apa yang dirasakannya melalui emosi.
Hyo Yeon bukanlah orang yang suka memperlihatkan apa yang sedang dirasakannya pada semua orang. Terbiasa memendamnya seorang diri. Inilah yang menjadi permasalahan ketika dia ingin menyampaikan perasaannya pada orang lain, tapi dia sendiri tidak tahu bagaimana caranya menyampaikan apa yang dirasakannya itu.
"Harus berapa lama lagi aku menunggu?"
Benar, harus berapa lama lagi ia menunggu. Harus berapa lama lagi Hyo Yeon berharap pada orang itu. Apa ini balasan yang ia terima akibat kesalahannya?
Hyo Yeon menghela nafas. Ia tidak bisa melakukan hal tidak menghasilkan sesuatu seperti ini terus menerus.
Ia lelah dengan semua harapan palsu yang ada. Hyo Yeon tidak mau diam di tempat yang sama seperti ini lagi. Hyo Yeon juga ingin kehidupan yang lebih baik lagi.
Mungkin dulu ia menginginkan agar Tuhan bisa membalikan waktu kembali ke sedia kala dan melakukan sebisanya agar laki-laki yang dia cintai bisa bersamanya seperti dulu. Tapi, setelah enam bulan menunggu tanpa kepastian seperti ini, akankah dia tetap melakukan hal yang tidak ada kepastian seperti itu?
Tuhan sudah menggariskan takdirnya bukan dengan laki-laki itu. Sekeras apa pun dia berusaha, jika memang bukan takdirnya, itu hanya akan menghasilkan usaha yang sia-sia.
Kesalahan yang dulu mungkin memang sulit untuk dimaafkan, tapi bukan berarti dia tidak memiliki kesempatan untuk berbahagia, bukan?
Hyo Yeon sudah mengambil keputusan, hari ini menjadi hari terakhir baginya menunggu orang itu.
Mulai besok dia akan tidak akan menunggu lagi. Mulai besok dia harus menyambut hari baru yang lebih baik lagi dari yang ia dapatkan sekarang.
Jam terus berdetak, berjalan seperti biasanya. Untuk terakhir kalinya Hyo Yeon melirik kembali ke arah jam tangan di pergelangan tangannya. Keputusannya sudah bulat.
Sambil mengambil nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan, Hyo Yeon memantapkan diri untuk melangkah meninggalkan tempat itu. Tempat yang menjadi saksi bisu semua peristiwa yang terjadi dalam kehidupannya enam bulan yang lalu. Yang akan ia kubur dalam-dalam dan tidak ingin ia ungkit kembali.
Ia akan melangkah maju dan tidak akan berpaling lagi.
- END OF HYO YEON'S PART -
***
KAMU SEDANG MEMBACA
TIME MACHINE
Fiksi Penggemar(COMPLETED) "Jika saja aku memiliki mesin waktu, aku ingin memutar kembali waktu yang pernah kusia-siakan dan kembali kepadamu, memohon agar kau memaafkan aku." Cerita ini terinspirasi dari PV Girls' Generation - Time Machine. Tiap chapter akan men...