7

10.8K 1.2K 69
                                    

"Gue heran, lo milih ngantor dari pada ikut suami liburan!" Ningsih mulai berceramah begitu aku masuk kantor. Setelah satu hari izin, hari ini aku sudah kembali ke kantor.

Mas Rega yang maksa, pulangnya aku masih bisa nginap di rumah sakit.

"Mas Bara kerja, bukan liburan." sebenarnya, aku malas menanggapi, hanya karena mata Noah dan Dira yang sedari tadi mengawasiku yang sudah ditempeli Ningsih, aku harus menjawab seadanya.

Bukan yang sebenarnya.

Bagaimanapun, aku harus menjaga nama baik suamiku. Walaupun, aku dengannya, belum berbicara.

"Yakin, kamu nyesal kalau tau pak Bara pergi sama siapa." Naura ikut menimpali, dia menarik kursi dan duduk di sampingku.

"Mba Celine," sahutku seperti tidak ada beban saat nama itu terucap.

Ah, biar hati ini yang merasakan.

"Lo tau?"

Aku mengangguk, menatap layar monitor yang sudah kunyalakan. Namun, aku nggak tahu mau ngapain.

"Dan kamu nggak marah?"

Marah?

Tidak, aku ... Hanya kecewa.

Kecewa pada dia yang tidak berniat minta maaf atau berbicara.
Ah, terlalu berat!

"Tidak."

Mataku menatap kosong layar di depan, masih layar home. Tidak ada tanda-tanda, jemariku memainkan cursor sekedar mengalihkan perhatian sahabatku.

Aku terlalu pusing memikirkan pendapat mereka, sementara pendapatku sendiri menggantung.

Tepukan di bahu cukup menyentak, hingga kepalaku menoleh.

"Keluar yuk. Kamu sepertinya tidak cukup baik berada di sini." Noah tidak tersenyum, dia hanya menatapku datar. Kemudian, dia melihat anak-anak yang lain.

"Guys, hari ini aku traktir kalian sampai sore."

Tidak ada riuh hore atau suara yang keluar, seolah Noah ngajak ke pemakaman.

"Aku hitung sampai tiga, setelah itu fix aku batalin."

"Kay butuh bicara dengan Pak Bara, bukan dugem bareng kita." Ningsih mengeluarkan pendapatnya.

"Aku nggak ngajak dugem," timpal Noah.

"Intinya itu." Ningsih mengambil tas dan meletakkan sesuatu di mejaku.

"Kamu mau ke mana?"

"Lo nggak dengar Dir, Noah bilang hari ini kita free sampe sore." Ningsih meninggalkan kami semua.

Aku mengambil kertas putih yang dilipat acak. 'Mas Rega bilang nggak usah ke rumah sakit, Iffa sudah pulang.'

Aku menghela nafas lega, satu kekhawatiranku sudah hilang walau tidak sepenuhnya.

"Pak Bara." Noah menyodorkan ponselnya padaku tepat saat aku menyimpan kertas pemberian Ningsih.

Apa aku harus bilang, aku sedang tidak ingin berbicara dengannya?

"Ini aku." aku juga tahu, batinku begitu ponsel Noah menempel di telingaku dan mendengar suara mas Bara.

"Aku sudah pesan tiket,
minta Erin antar ke Bandara."

"Kita sudah membicarakannya kemarin," kataku dengan suara sebiasa mungkin, walau Noah dan Dira sudah kembali ke kubikel mereka aku tetap harus waspada.

"Ayolah Kay."

Aku mendesah tak sengaja dan tidak sengaja pula melihat Dira yang juga sedang menatapku karena kubikel kami berhadapan.

"Aku tunggu di sini." tidak menunggu jawabannya aku langsung mengakhiri panggilan dan menyerahkan kembali ponsel Noah.

Bukan suami impian ✔                                                         Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang