2. Membiru

382 107 180
                                    

Happy reading!

Aku suka ketika langit membiru
Tak lagi kelabu
Hilang sudah hias sendu

-Angin

∆∆∆

Seorang cowok menghempas tubuhnya, merasakan empuknya sofa. Satu hal dalam pikirannya, mengapa ia bisa menerima tawaran pak Miskha untuk belajar dan dibimbing oleh seorang perempuan aneh. Selama ini dia selalu menghindari apa pun mengenai kampus dengan proses belajar yang menurutnya hanya membuat kepalanya pecah.

Alasannya sama seperti mengapa sekarang dia gusar. Kasak-kusuk gak jelas. Berdiri, duduk lagi, lagi dan lagi. Sampai begitu seterusnya.

Angin.

Kenapa dia bisa memenuhi seluruh ruang di pikiran Aga. Seantero kampus tau Aga itu orangnya anti cewek banget, tapi dia malah ngelabrak Angin dan bodohnya lagi, ada foto yang menampilkan dua sosok yang terkesan seperti...eitsss kalian tau sendiri.

Foto itu menampilkan Aga yang mengunci Angin dengan kedua tangannya dan hidung mereka saling bersentuhan, untung foto itu dikirim pribadi kepadanya. Namun Aga sama sekali tidak mengetahui siapa si pengirim, meski dia berprasangka bahwa yang mengirim adalah Angan.

"Huh!" Aga melangkah menuju balkon menatap malam dengan ribuan bintangnya, hal yang selalu di lakukannya ketika dia sulit menetralkan isi otaknya.

Diwaktu yang sama, Angin menatap gelapnya malam, ia seakan terhipnotis dan tenggelam dalam fana nya dunia. Ia sangat menyukai bintang. Baginya, bintang dimalam hari tak kalah indah untuk menggantikan pesona langit jingga disenja hari. Bukankah begitu?

"ANGIN!"

Buyar semua lamunan Angin.

Enggak emak, enggak anak, sama aja!

"Hmm?" sahut Angin seadanya tanpa menoleh ke arah di mana Radell berdiri.

"Gue mau ngomong sama lo!"

"Itu bukanya ngomong?"

"Gue serius Angin, lo harus jelasin sama gue!"

"Apaan? Tentang yang tadi siang? Kan udah aku bilang-"

"Itu pripasi aku Radell" ucap Radell nyolot. "Udah gue tebak! Tapi, gue bukan mau bahas itu. Nih!" Angin berbalik menghadap Radell yang menenteng sebuah bunga kehadapnnya. "Tadi Mama bilang lo jatuhin bunga gitu aja,"

Bunga itu? Astaga, aku ceroboh banget sangking paniknya tadi pagi. Gak biasanya aku melupakan sesuatu.

"Ini pasti bunga buat lo kan, S-E-J-U-K"
intonasi yang agak lambat, namun penuh penekanan ketika kata sejuk terucap dari mulut Radell. "Kenapa gak bilang, udah punya cowok?! Lo mah jahat, Ngin,"

"Dell, itu bukan pacar aku, dan kamu lupa ya? Yang tahu panggilan sejuk itu cuma aku sama kamu dan ya-"

"Si pripasi itu?" Angin mengangguk "Seberapa banyak lagi sih rahasia lo tantang si pripasi itu?!" Radell menatap Angin se-intens mungkin. "Cukup. Cukup lo sembunyiin semua dari gue, kali ini lo harus ngomong sama gue. Siapa si anak pemberi botol itu? Ngin, gue ini sahabat lo dari kecil. Apa gak bisa lo percaya sama gue?!"

"B-bukan gi-"

"Apa!" seperti sebuah sentakan untuk Angin. "Gue bisa bantu apa kek.a Gue cariin itu cowo buat lo. Biar lo gak usah susah-susah gini lagi. Nyembunyiin ke gue karna lo takut gue marah sama itu cowo, ya kan Ngin? Dia pengecut ,gak mau nunjukin dirinya yang sebenernya."

Anganku Angin [SELESAI]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang