17. Sahabatku

155 52 23
                                    

Happy reading!
.

.

.

"Sahabatku"

∆∆∆

Radell menatap sendu seorang cewek yang kini berada di depannya. Sesekali cewek tersebut selalu terkejut kala seseorang berada dan berjalan tak jauh darinya. Di sinilah cewek itu berada, di salah satu kursi taman belakang kampus yang memang diperuntukan untuk sekedar duduk santai, di sini tidak begitu ramai karena si cewek mengambil tempat yang paling jarang didatangi.

Cukup lama dia menghabiskan waktunya di sini hanya untuk membaca, namun, sesekali juga dia gusar dan untuk beberapa saat dia sempat melamun.

Radell sudah tidak tahu harus bagaimana menghadapi Angin. Sudah tiga hari setelah kejadian itu, Angin masih saja tak menghiraukannya. Angin menghindar, bukan hanya pada dirinya tetapi dengan semua orang. Waktunya dihabiskan untuk rasa khawatir, entah untuk urusan apa. Melihat sikap Angin, Radell juga merasakannya, rasa yang sama seperti apa yang dirasakan Angin. Angin merasa sendiri dan merasa dunia jahat kepadanya.

Radell juga merasakan, dunia jahat karena telah mengambil keceriaan sahabat terbaiknya. Ia memang selalu memarahi Angin, tapi itu semua dirinya lakukan karena dia sangat mengkhawatirkan Angin, tak ingin Angin berada dalam bahaya.

Untuk kali ini rasanya dia sudah tidak bisa melindungi Angin, dia merasa gagal.

Dengan keberanian, Radella berusaha menghampiri Angin, tak perduli harus mendapat perlakuan kasar dari Angin lagi.

"Ngin,"

"Ja-jangan ganggu aku. Pe-pergi kamu!" Angin terduduk dengan jarinya yang menyumbat kuping, sesekali juga ia melindungi tubuhnya, seperti takut dirinya diperlakukan sejahat mungkin. "Ak-ku gak kenal ka-kamu!"

Radell menarik nafas dalam. Ia sungguh tak kuasa menahan air mata, seperti sebuah hantaman baginya. Dadanya sesak. Meskipun dia pernah mengalami ini, namun, hatinya masih belum menerima perkataan yang terlontar dari Angin.

"Angin, ini gue Radell." sebisa mungkin Radell tersenyum. "Masa lo lupa. Gue sahabat lo Ngin?"

"Pergi kamu. Aku gak kenal sama kamu."

Tolong jelaskan pada Angin ya Tuhan, bahwa yang berada disebelahnya ini adalah sahabatnya. Orang yang selama sepuluh tahun ini selalu menghabiskan waktu berdua bersamanya. Dalam suka maupun duka. Kembalikan ingatan indah itu, hapus semua memori kelamnya. Kembalikan dia yang dulu, dia yang ceria dan penuh tawa. Kembalikan dia.

"PERGI!" Radell tersentak oleh pengusiran kasar Angin. Dilihatnya, kini Angin memukul-mukul tubuhnya sendiri, berusaha melukai tubuhnya sebelum orang lain melukainya. Dia sangat takut, suaranya pun bergetar hebat. Dimeatanya kini tertumpuk butiran bening yang siap meluncur kapan saja.

Dengan sigap, Radell memeluk tubuh tersebut. Mengalirkan rasa aman tersendiri bagi penikmatnya. Hanya pelukan yang mapu mewakilkan, karena Angin mengabaikan bait kata yang terlontar dari bibir siapapun. Angin merasa bahwa dunia itu tak lain hanyalah tempat dengan beribu kepiluan seperti yang dirasakannya saat ini.

Sesekali Angin berontak dalam dekapan Radell. Tak ingin ambil pusing, Radell membiarkan tubuhnya sakit oleh pukulan yang dilayangkan Angin. Sedikit agak sakit, karena saat ini, ia melakukan pukulan dengan kekutan yang disebabkan oleh ketakutannya, untuk melindunginya dari berbagai kejahatan.

Hening seketika menyeruak, keduanya terdiam. Sedetik kemudian Radell menyadari sebuah keanehan. Ia mencoba mengurai dekapannya, betapa terkejutnya ia kala mendapati tubuh Angin melemah dengan mata yang tertutup.

Anganku Angin [SELESAI]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang