9. Berubah

183 68 39
                                    

Happy reading!

Aku tidak mengenal dirimu
Dirimu yang berusaha membuat benteng kokoh
Untuk menghindariku


-Agara

∆∆∆

Hari ini adalah hari kepulangan Agara dari rumah sakit sejak tiga hari yang lalu membekam di sana.

Sejak hari dimana dia masuk rumah sakit, Angin tak pernah menjenguknya. Apakah Angin marah kepadanya, karena Agara berkata kasar. Sungguh, Agara tidak bermaksud seperti itu.

Sepertinya Agara harus segera meminta maaf kepada Angin.

Dia mencoba meraih benda pipih yang kini tergeletak di nakas, masih di ruang tempatnya di rawat. Berharap bisa menghubungi Angin.

Angin tak menjawabnya, sepertinya Angin terlalu marah kepadanya. Agara harus secepat mungkin pergi dari rumah sakit dan secepat mungkin juga mengunjungi Angin untuk meminta maaf.

Waktu terasa sangat lambat, Agara tidak bisa menunggu lama. Mengapa belum ada dokter yang masuk keruangan tempatnya dirawat untuk mengatakan bahwa Agara sudah boleh pulang.

Waktu berlalu. Kini pintu terbuka, yang ditunggu akhirnya datang juga, namun, Agara segera memalingkan wajahnya berusaha menghindari tatapan Baga Algino, Ayahnya.

"Nak Aga sudah boleh pulang, hanya saja untuk beberapa hari ini jangan terlalu kelelahan dan banyak pikiran."

Aga sudah tidak tahan, ia ingin segera pulang bukan untuk menemui Angin saja namun juga untuk menghindari kedekatannya bersama Baga.

Ah, dia tidak pantas disebut, Ayah, Papa, Dad, atau sebagiannya. Tak lebih dia hanya seorang yang licik.

"Terimakasih dok, saya pastikan dia tidak akan kelelahan atau semacamnya."

Drama!

Munafik memang. Yang namanya menelantarkan anak, sudah! Akui saja! Urus semua uangmu dengan cara licikmu, dan urus anak tercintamu itu, yang selalu kau banggakan, bukan seperti aku, batin Agara menyuarakan segala resahnya selama ini.

"Baiklah, kalau begitu saya permisi."
tak berselang lama terdengar suara pintu di tutup.

Agara segera bangkit berniat meninggalkan pria munafik di hadapannya, namun sebuah cekalan membuatnya menggagalkan niatnya.

"Kamu tinggal sama papa." titah Baga.

Tinggal di dalam neraka yang katanya istana. Lebih baik Agara tinggal di jalanan.

"Gak!"

"Aga!"

"Lebih baik gue tinggal di jalanan ketimbang tinggal sama seorang licik seperti lo." Aga menunjuk wajah Baga, tak perduli sekasar apa perkataannya, malahan jika bisa dia lebih kasar dari ini. Untungnya dia mempunyai sedikit rasa iba pada orang licik ini.

Plak!

Sebuah tamparan mendarat di pipi Aga dari seseorang yang baru saja berdiri di depannya.

∆∆∆

Sudah tiga hari belakangan Angan sering mengunjungi Angin, bertanya bagaimana keadaannya.

Angin sebenarnya belum bisa memastikan Angan adalah anak pemberi botol sepuluh tahun lalu, karena ketika Angin ingin bertanya selalu saja ada halangan, entah ada orang yang memotong pembicaraan mereka, atau mereka hampir melanggar orang saat di jalan, dan hal lainnya yang membuat Angin geram.

Anganku Angin [SELESAI]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang