Aargh...
Udah dua hari gue demam. Gue gak masuk sekolah selama dua hari. Besok juga hari Sabtu, jadi libur. Sekarang jam setengah 4 sore. Abang-abang sama adik-adik pada lagi di lantai bawah.
Gue cuman bisa tiduran di kasur, liat langit-langit kamar.
Krriek...
Bunyi pintu kamar dibuka.
“Heh, Tim,”, “Halo!”
Gue langsung senyum liat dua temen—deket—gue masuk kamar. Indri duduk di sisi kasur, sedangkan Ulfa duduk di kasur Muntaz.
“Gimana? Mendingan?”
Tanya Indri. Gue langsung lepas kompresan di dahi dan duduk di sebelah Indri.“Masih panas. Tapi udah mendingan dari kemarin, sama udah gak pusing lagi tapi masih lemes,”
Indri manggut-manggut paham.
“Yaudah, gue sama Ulfa beli bubur sachet. Gue buatin ya,”
Kata Indri nunjukin bubur sachet.“Gak usah, nanti sama bang Thor aja,”
“Bang Thor sama yang lain lagi pergi,”
Kata Ulfa sambil tiduran di kasur Muntaz.“Lah, kemana?”
“Mall,”
Jawab Ulfa singkat.Mall? Abang-abang sama adik-adik ke mall gak ngajak gue? Jalan-jalan ninggalin gue? Sial.
“Gue ke dapur dulu,”
Ucap Indri berdiri dari tempat duduknya.“E-eh, ikut!”
Gue ikut berdiri.“Tim? Udah tiduran aja di sini,”
“Gak, gue dari kemarin-kemarin gak boleh keluar kamar kecuali toilet, gak boleh bangun dari kasur. Bosen, malah nambah pusing di kamar terus,”
Jelas gue. Indri menghela nafas panjang.“Yaudah, ayo,”
Yes! Gue akhirnya bisa keluar dari kamar ini. Gue ngekor Indri yang turun ke lantai bawah. Ulfa? Dia milih nunggu di kamar.
Selama Indri bikin bubur dan minuman panas. Gue duduk di kursi teras, menghirup udara segar. Hari ini lumayan dingin.
Belum juga sampai 10 menit, Indri ke teras bawain gue semangkuk bubur sama coklat panas. Dia simpen itu di meja deket gue. Dan duduk di kursi sebelah.
“Nih,”
Indri ngasih gue kompresan merk Bye bye fever yang biasa ada di apotek. Gue ambil itu dan ditempel di dahi.“Tuh, makan,”
Gue ambil bubur, dan mulai makan. Kita juga cerita-cerita zaman dahulu pas waktu masih TK, pertama kali kenalan, masuk sekolah selalu bareng, dan pertama kali ketemu Ulfa waktu SMP kelas 8.
Ada yang bikin gue ketawa, yaitu kenapa gue sama Indri manggil Ulfa malah jadi Ulfey.
Ah~ akhirnya selesai juga makan sama minumnya. Kita kembali masuk ke dalam rumah. Simpen bekas gue makan tadi ke wastafel, baru balik ke kamar.
Masuk-masuk ke kamar, disambut Ulfa yang udah tidur di kasur Muntaz.
“Astagfirullah, baru juga ditinggal bentar,”
Ucap Indri.Malah kata gue, kita kelamaan cerita-cerita, Ndri. Hampir setengah jam.
Eh, tunggu.
Gue baru sadar ada perban yang melilit tangan kiri Ulfa.
“Itu kenapa, Ndri?”
Gue nunjuk ke tangan kiri Ulfa. Indri ngangkat kedua bahunya.“Gtw, katanya nemu terus dia main-main, dililit-lilit ke tangan gitu,”
Jawab Indri. Gue terkekeh. Emang ni Ulfa orangnya gak jelas, sukanya berimajinasi mulu kayak anak kecil.“Ndri, nonton Drakor yuk!”
Ajak gue ke Indri. Indri langsung bersemangat.“Ayo, ayo! Mana laptop lu?”
“Di meja belajar tuh,”
Indri langsung ngambil laptop dan duduk di kasur. Kita nonton Drakor sampai jam 7 malem. Beruntungnya Ulfa sama Indri sebelum ke rumah gue, mereka habis pulang sekolah ke rumah masing-masing buat mandi terus baru ke rumah gue.
Btw, Ulfa udah bangun ketika menjelang Maghrib buat shalat Maghrib. Abis itu mainin mainan Qahtan.
Author's POV
“Yaampun, sedih banget...”
Ucap Indri menghapus air matanya yang mulai keluar. Begitu juga Fatim.“Besok nonton lagi kuy, ke rumah gue,”
Ajak Fatim.“Boleh tuh,”
Jawab Indri dengan semangat.“Aku gak ikut ya, aku gak mau berjam-jam nungguin kalian,”
Ucap Ulfa. Fatim dan Indri saling berpandangan, lalu tertawa. Mereka lupa akan Ulfa.“Sorry, sorry,”
Indri cengengesan.Tak lama, ada suara mobil. Abang-abang dan adik-adik Fatim sudah pulang dari mall. Indri dan Ulfa pun pamit.
S u p e r !
“Ayolah, Bang! Ayo!”
Rengek Fatim pada abang pertamanya.“Nggak, Fatim! Kamu baru sembuh!”
Ucap Atta.Hari ini hari Minggu, hari libur dimana harusnya jalan-jalan. Fatim sudah sembuh dari demamnya.
“Bang! Please!”
Fatim menarik-narik kaos Atta.“Tim, kamu baru sembuh,”
Fatim terus merengek seperti anak kecil. Atta langsung mengeluarkan tatapan tajam, siap-siap menggunakan kemampuannya. Fatim langsung cemberut. Ia pergi menaiki tangga. Fatim dengan kesal menarik kaos Atta—menggunakan telekinesis-nya—ke belakang, sehingga Atta hampir terjungkal ke belakang.
Fatim memasuki kamarnya dan melemparkan diri ke kasur. Ia menghela nafas kasar.
Sebuah pesan masuk ke handphonenya. Ia langsung mengambil handphonenya yang terletak di sampingnya.
Indri: Tim, ke mall yuk?
Fatim: Sekarang?
Indri: IyaMata Fatim melebar. Ia tersenyum bahagia.
Fatim: Ayo!
Indri: Gue jemput di depan komplek ya
Fatim: SipFatim langsung menyimpan handphonenya dan membuka lemari. Ia mengganti pakaiannya.
S u p e r !
Fatim akhirnya berhasil kabur dari rumah melewati jendela kamarnya. Karena adik-adiknya sedang berada di kamar Saaih-Fateh dan Thariq di ruang TV serta Atta di garasi. Fatim loncat dari jendela kamarnya, dan berkat telekinesisnya, ia mendarat di tanah dengan sempurna. Fatim langsung berlari ke depan perumahan melewati belakang rumah. Setelah itu, ia langsung masuk ke mobil Indri. Terlihat di kursi depan ada Indri dan supirnya, sedangkan di samping Fatim ada Ulfa.
“Halo!”
Sapa Ulfa. Fatim membalas sapaan itu.“Jadi mau ke mana, Neng?
Tanya Pak Hendar alias supir pribadi Indri.“Mmm... Ke Gading Mall,”
Jawab Indri. Pak Hendar langsung menancap gas menuju mall yang disebutkan.-(8 Juli 2019)-
KAMU SEDANG MEMBACA
Super Family! •Fatimah Halilintar•
FanfictionBagaimana jadinya jika adik-kakak memiliki kekuatan unik? Tapi ini tidak hanya soal membahas keunikan mereka, tetapi lebih tepatnya kehidupan mereka.