8 - Flashback.

1.2K 59 27
                                    

Cie yang masih setia...

~~~~~~~~~~~~~

‘Baik tua maupun muda, baik laki-laki maupun perempuan, semuanya harus memiliki badan yang sehat dan bugar. Khususnya para pemilik bakat khusus seperti mereka. Mereka harus dilatih agar bakat mereka berkembang. Tidak banyak yang memiliki bakat khusus seperti mereka. Maka, mereka harus dilatih lebih giat. - H. Asmid’

Lelaki paruh baya itupun menutup buku catatannya. Melihat keenam anaknya yang berada di anak tangga paling bawah. Anak-anaknya memakai pakaian olahraga dengan warna yang berbeda —sesuai warna favorit anak tersebut— agar dirinya mudah membedakan yang satu dengan yang lainnya.

Ia perlahan mengambil peluit —yang tergantung di lehernya— dan meniup peluit tersebut. Latihan dimulai.

Dari anak pertama—yang saat ini berusia 17 tahun— sampai anak keenam —berusia 5 tahun— mengikuti latihan tersebut. Mereka harus berlomba-lomba mengitari tangga sampai anak tangga paling atas.

Urutan mereka —saat peluit baru saja bertiup— kini:
1 - Thariq
2 - Atta
3 - Fateh
4 - Saaih
5 - Fatim
6 - Muntaz

Mereka mencoba saling menyusul. Saaih berhasil mendahului Fateh. Fateh pun berlari hingga dia berada di urutan pertama.

Muntaz yang posisinya paling terakhir berteleportasi ke beberapa anak tangga di depan Fateh.

“Nggak adil! Muntaz curang!”
Teriak Fateh tak terima.

“Dia hanya beradaptasi!”
Ucap lelaki paruh baya —ayah mereka— tersebut dari anak tangga paling atas.

Akhirnya semuanya pun sampai ke anak tangga paling atas.

Urutan mereka —saat sudah selesai:
1 - Muntaz
2 - Fateh
3 - Atta
4 - Fatim
5 - Saaih
6 - Thariq

“Abi rasa hasil pemenang ini dapat menyimpulkan latihan hari ini”
Ujar sang Abi tegas.

“Abi, Fatim curang! Dia tadi ngangkat Thariq sampai Thariq jadi paling belakang!”
Si juara terakhir nampak agak frustasi. Ia tidak menerima kekalahannya, begitu juga si juara kelima.

Btw, kalian ingat kan bakat Fatim itu telekinesis? Dia bisa menggerakkan benda mati dengan tangannya tanpa disentuh. Jadi, maksudnya Fatim mengangkat pakaian Thariq dan Saaih, sampai badan mereka terangkat dan ditaruh — jauh dari Fatim— ke posisi paling belakang. Bakat telekinesis Fatim itu hebat, bisa mengangkat hingga puluhan kilogram!

Abi mendekati Thariq.

“Kamu terlalu percaya diri. Bakat kamu memang kuat, tapi kau terlalu percaya diri bisa menahan mereka tetap di belakang, pada akhirnya kamu lengah,” Abi menepuk pundak Thariq lalu mendekati Saaih.

“Dan Saaih, kamu itu terlalu meremehkan Fatim dan bakatnya. Jadi kamu juga lengah”

“Sudah Abi bilang! Di segala latihan, pakailah bakat khusus kalian sekuat tenaga! Jadi jangan salahkan saudara kandung kalian ketika kalian sendiri kalah karena bakat mereka!”

“Siap, Abi!” Semua kompak mengucapkan itu.

“Tiga atau empat tahun lagi Qahtan akan ikut dalam latihan kalian. Kita belum tau bakat Qahtan apa, tapi Abi harap bakat khusus Qahtan itu datang di waktu yang seharusnya yaitu dua atau tiga tahun lagi. Tidak terlambat,”
Abi melirik ke arah Fatim, Fatim langsung menunduk.

“Sekian, bubar!”

.
.
.

Fatim bangun dengan nafas terengah-engah. Ia melihat ke sekitar, ternyata ia ketiduran di sofa ruang tengah. Sialnya abang-abangnya tidak ada yang mengangkut dirinya ke kamarnya. Padahal jam sudah menunjukkan pukul 5 pagi. Mungkin mereka lupa dan ketiduran juga di kamar masing-masing, batin Fatim. Fatim segera melaksanakan shalat shubuh. Dan kembali lagi ke sofa dan memejamkan matanya.

.

Dia bangun sudah berada di kamar tidurnya, dan.... kesiangan. Pada akhirnya, seperti biasa, dia hampir saja terlambat ke sekolah.

S u p e r !

Fatim duduk di bangku kantin. Dia menunggu temannya yang sedang memesan siomay. Hari ini dia sedang tidak mood makan, jadi ia tidak memesan makanan, hanya susu kotak rasa pisang yang dia beli. Ia melihat ke sekeliling. Kantin itu ramai. Banyak kakak dan adik kelas di sana. Fatim juga melihat beberapa kakak kelas membully adik kelas yang mereka anggap nerd alias culun. Tak lama kemudian temannya datang.

“Woy, makan dong lu” ucap Indri.

“Nggak, gak mood,” Fatim menopang pipinya dengan tangannya.

“Kenapa? Lagi ada masalah lu?”

“Nggak, gue cuman tadi mimpi masa lalu 6 tahun yang lalu,” jawab Fatim.

Indri ber-oh ria.

“Gue pikir lu ada masalah sama abang-abang lu” Sahut Indri sambil mengunyah siomaynya.

“Iya itu juga termasuk yang bikin gue gak mood” Fatim meminum susu kotaknya.

“Kenapa sih ada masalah mulu? Perasaan abang-abang lu tuh ganteng, cool gitu lho orangnya” ucap Indri tersenyum sambil melihat ke atas seolah-olah sedang berkhayal akan suatu hal.

“Cih, keliatannya doang masya allah. Aslinya sih, astagfirullah. Gak waras semua, kadang adik-adik gue juga begitu. Nyebelin!” Celetuk Fatim.

“Pantesan lu juga kadang gak waras. Ternyata emang sudah mendarah daging di keluarga...” ujar Indri, Fatim memasang wajah masam.

“Tapi beneran lho, Tim. Lu yakin kagak mau makan?” Tanya Indri memasukkan potongan siomay ke dalam mulutnya. Fatim menggeleng.

“Ini juga udah bikin gue kenyang”
Jawab Fatim menunjukkan susu kotak rasa pisang yang dia minum. Indri melanjutkan memakan siomaynya yang hanya dilumuri kecap tanpa saos ataupun bumbu kacang itu.

5 menit kemudian, bel masuk berbunyi. Indri mengembalikan piring kepada penjual siomay. Merekapun kembali ke kelas.

S u p e r !

Fatim baru pulang ke rumah jam setengah 5 menggunakan ojek online.

Saat dia membuka pintu depan, terlihat ketiga abangnya berdiri di depannya, yang satu berpose tangan masuk ke dalam saku celana, yang satu melihat dengan kepala sedikit terangkat, yang satu lagi dengan pose melipat tangan di depan dada. Ketiganya sama... Sama sama memasang wajah (sok) cool.

“Kenapa kamu baru pulang jam segini?” Tanya abang pertamanya.

“Perempuan gak baik pulang telat apalagi tanpa alasan yang jelas..”
Sahut abang laknatnya.

“Burger itu enak, tapi masih lebih enak pizza,”

Atta langsung menoyor kepala Thariq.

“Bicara yang nyambung dikit napa!”
Bisik Atta gemas.

“Inget, ini masalah adik perempuan kita yang pulang telat” timpal Saaih ikut berbisik.

“Oh iya, siap” Jawab Thariq.

“Kamu liat gak sekarang jam berapa?”
Sahut Thariq yang sudah nyambung ke pembicaraan.

Fatim menghela nafas panjang.

“Iya, sekarang jam setengah lima. Fatim tadi abis dari rumah Indri, kerja kelompok dadakan”

Abang-abangnya masih menatap dengan tatapan tajam dan wajah (sok) cool, wajah mereka mendekati Fatim dengan mata menyipit.

“Awas aja kalau bohong,” ujar Atta.

“Ya nggak lah! Udah ah, Fatim mau ke kamar dulu,” Fatim pergi ke lantai atas.

“Jangan lupa mandi!” Teriak Thariq.

"Iya, iya," jawab Fatim sembari menaiki anak tangga.

-(7 Januari 2020)-

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 07, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Super Family! •Fatimah Halilintar•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang