6 - Senin

1K 44 4
                                    

Udara dingin menyeruak di pagi itu. Membuat siapapun yang baru terbangun ingin menarik selimut kembali hingga menutupi seluruh tubuh dan kembali ke alam mimpi. Begitu juga dengan Fatim. Namun sayangnya itu adalah hari Senin. Mau tak mau, ia harus bangkit dari kasurnya. Dengan langkah malas, ia menuju lantai bawah sambil membawa baju dan handuknya.

Bugh!

Fatim refleks memegangi kepalanya. Ia melihat sekitar. Ia mendelik ketika mendengar suara cengengesan tak jauh darinya. Abang laknat, batin Fatim.

Masih mending bila yang dilemparkan ke Fatim adalah bantal atau sesuatu yang empuk. Masalahnya yang dilemparkan adalah jam beker. Dengan kemampuan Boomerang, Saaih berhasil mengenai kepala adik pertamanya itu. Fatim tidak menghiraukan abangnya itu. Ia mulai masuk ke kamar mandi.

S u p e r !

“Hoaaam...”
Fatim menutup mulutnya dengan tangannya. Masih jam pelajaran pertama, tapi ia sudah mengantuk.

“Permisi,”
Mr. Wong alias Wakasek kesiswaan tiba-tiba datang dengan seorang murid laki-laki di sebelahnya. Semua perhatian langsung menuju mereka.

“Ini ada murid baru, silakan masuk”
Ucap Mr. Wong sambil mendorong kecil murid tersebut lalu ia pamit pergi kembali.

“Perkenalkan diri,”
Kata guru B. Indonesia yang proses mengajarnya terhenti itu.

“Mmm... Perkenalkan, nama saya Wildan Rendradi, saya pindahan dari Bandung. Salam kenal, terimakasih,”
Ucap murid berkulit putih dengan garis wajah kalem itu.

“Oke, kamu bisa duduk di...--”
Bu Endah mencari-cari bangku yang kosong.

“Di belakang Fatim, Fatim angkat tangannya,”

Fatim yang masih terkantuk-kantuk dicubit oleh Indri yang berada di sebelahnya. Dengan refleks, Fatim mengacungkan tangan kanannya. Murid baru itu langsung menuju bangku barunya. Ia duduk di tempatnya. Bu Endah melanjutkan proses belajar mengajarnya.

“Hai, gue Wildan,”
Wildan menjulurkan tangannya pada Fatim yang berada di depannya. Fatim hanya menoleh sebentar, tak peduli banyak, ia langsung menolehkan kepalanya kembali dan mulai menidurkan kepalanya di atas meja. Wildan langsung menurunkan tangannya kembali.

Trrring!

Bel pergantian pelajaran berbunyi. Fatim masih menidurkan kepalanya. Ia memejamkan mata. Bu Endah mengakhiri pelajarannya dan pergi ke kelas lain.

“Abis ini pelajaran apa?”
Tanya Wildan pada Fatim. Fatim yang awalnya mencoba tidur, kini membuka mata dan mendelik.

“Gtw,”
Fatim memejamkan mata kembali. Tak lama, Bu Siti alias Guru Sejarah masuk ke kelas sambil membawa hasil ulangan.

“Oke, semuanya, ini ulangan dibagikan nanti saja. Sekarang kita mulai proses pembelajaran,”
Ucap Bu Siti sambil menyimpan hasil ulangan dan tasnya di meja guru.

S u p e r !

“Hoaaam...”
Fatim lagi-lagi menguap.

“Heh, makan,”
Indri mencubit lengan Fatim. Fatim mengaduh sambil memegangi lengan kanannya.

“Gara-gara kemarin ke mall sih, gue jadi ngantuk selama pelajaran,”
Celetuk Fatim.

“Apaan? Lagian kita pulangnya jam 4 sore, ngaco lu. Kalau semalem lu bergadang bilang aja,”

Fatim mendecak sebal. Ia lanjut memakan baksonya. Tiba-tiba perhatiannya fokus kepada seorang murid yang sedang mengantri makanan.

“Eh, liat itu si murid baru,”
Fatim mengarahkan dagunya ke Wildan. Indri dan Ulfa ikut menoleh.

“Ganteng ya,”
Celetuk Indri. Mendengar itu, Fatim hampir saja tersedak.

“Udah ganteng, kalem, imut lagi, aaaa..”
Lanjut Indri membuat kedua temannya bergidik ngeri.

“Ah, paling juga nanti sama aja kayak cowok yang lain, nakal, petakilan,”
Timpal Fatim. Indri langsung menoleh ke Fatim.

“Nggak ya, gue jamin dia gak bakal terpengaruh jadi kayak yang lain,”
Jawab Indri.

“Ya mungkin dia gaakan kayak cowok lain, tapi jadi agak jail gitu,”
Ucap Ulfa. Fatim memutar bola matanya. Biasanya omongan Ulfa sering benar.

“Mmm... Boleh duduk di sini?”

Mereka bertiga langsung menoleh ke sumber suara. Mata Indri melebar. Berbeda dengan Fatim yang memberi tatapan tajam. Sedangkan Ulfa dengan wajah polosnya melanjutkan memakan jajanannya.

“Emang lu gak kenalan sama temen cowok apa?”
Tanya Fatim sinis. Wildan terkekeh kecil sambil mengusap belakang lehernya.

“Yang lain pada main bola, gue gaada temen di kantin,”
Jawab Wildan.

“Oh, ya duduk aja,”
Ucap Indri dengan cepat. Wildan langsung menduduki kursi di sebelah Ulfa yang kebetulan kosong.

“Wildan,”
Wildan menjulurkan tangannya pada Indri. Indri langsung membalas juluran tangan itu.

“Wildan,”
Kini Wildan menjulurkan tangannya pada Fatim yang berada di hadapannya. Karena tadi di kelas Fatim tidak membalas juluran tangan Wildan, jadi Wildan berharap kali ini Fatim membalas juluran tangannya.

“Hm,”
Fatim hanya berdehem dan mengalihkan pandangannya ke arah lain, tidak menghiraukan Wildan yang masih menjulurkan tangannya. Indri mencubit Fatim hingga Fatim mengaduh.

“Yang sopan!”
Tegur Indri. Fatim mengusap-usap lengan kanannya itu. Wildan mengusap belakang lehernya sambil tertawa kaku. Wildan beralih ke Ulfa yang masih asyik makan.

“Wildan,”
Wildan menjulurkan tangannya. Ulfa menoleh.

“Hm,”
Ulfa hanya mengangguk-anggukkan kepalanya lalu lanjut memakan snack-nya. Indri langsung melotot pada Ulfa, sedangkan Fatim menahan tawa, merasa menang.

“Jangan ikutin Fatim,”
Ucap Indri pada Ulfa. Fatim tersenyum miring.

“Eung.. ini Fatim, terus yang ini Ulfa,”
Ucap Indri. Wildan ber-oh ria sambil menurunkan tangannya. Ia mulai memakan mie ayam yang ia beli tadi.

“Rumah lu di mana?” Tanya Indri, membuka obrolan. Wildan langsung menoleh, “di perumahan Puri Residence,” jawabnya. Fatim yang awalnya ingin menyuap baksonya langsung terhenti.

“Oh, gitu? Fatim juga di situ,” jelas Indri. Fatim langsung mendelik ke arah Indri. Sedangkan Wildan hanya tersenyum dan melanjutkan makan.

-(25 Agustus 2019)-

Super Family! •Fatimah Halilintar•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang