10 Desember 2019
Butir demi butir salju mulai turun dan menutupi seluruh seoul. Turun dengan perlahan, terlihat begitu ringan dan tanpa beban. Tidak memikirkan bagaimana kondisi nya nanti jika sudah jatuh ke tanah. Hilang begitu saja, bahkan terinjak dan dianggap menyusahkan.
Dinginnya udara kota seoul tidak menghentikan langkah kakiku. Terus berjalan bahkan tidak memikirkan jari-jari tangan yang hampir membeku atau bahkan bibir yang mulai membiru. Berjalan begitu saja, tanpa ada hal atau fikiran apapun yang ada di dalam kepalaku.
Sebut saja aku gila.
Keluar dari rumah hanya dengan sebuah sweater tipis. Tanpa syal, coat, ataupun sarung tangan yang menutupi jari-jari kecilku. Mungkin lebih tepatnya bukan keluar dari rumah, tapi melarikan diri dari rumah.
Di musim dingin, orang-orang biasanya akan duduk di rumah mereka sambil meminum coklat panas dan menonton TV, tempat yang begitu nyaman. Tapi bagiku, rumah bukanlah sebuah tempat untuk pulang dan mendapati cinta, tapi rumah adalah sebuah tempat terkeji yang pernah ada.
Tidak pernah ada sedikitpun kebahagiaan yang pernah kudapatkan disana. Hanya ada makian dan juga ucapan kebencian yang terus ku dengar. Dan hal itu pula, yang membuatku berjalan dengan fikiran kosong dan tanpa arah sekarang.
Orang orang yang kulewati terus melihatku seakan-akan aku adalah seorang buronan keji yang sedang kabur. Terus melihat dengan tatapan rendah dan melecehkan. Sungguh, aku mulai muak bahkan ingin memaki rasanya. Tapi tenggorokan ku tidak dapat mengeluarkan sepatah katapun sekarang. Lidahku kelu, dan tenggorokan ku tercekat seperti dicekik rasanya. Sekuat tenaga menahan air mata yang sejak tadi terus mendesak untuk keluar dari mataku.
Pun aku hanya bisa terdiam, menunduk, membiarkan setiap orang melewati ku dan memaki karena menghalangi jalan mereka. Membiarkan mereka menganggap ku orang gila atau apapun itu. Karena sungguh, aku mulai lelah dengan kehidupan dan juga takdirku.
Takdir
Apa kau mempercayai hal itu?
Sebuah kata yang dapat mengguncang emosi setiap orang. Sebuah jalan yang sudah tuhan berikan kepada ciptaannya. Dan sebuah alur, yang harus kita nikmati dan lewati, entah itu sebuah takdir baik yang begitu manis atau takdir buruk yang menyayat hati.
Tapi benarkah, tuhan juga memberikan sebuah takdir baik? Sementara diriku tidak pernah merasakan sedikitpun takdir baik itu.
Bukankah tuhan hanya memberikan semua takdir buruk kepadaku? Semuanya, bahkan sebuah fakta bahwa diriku terlahir di dunia ini, bukankah itu sebuah takdir buruk?
• • •
"Maaf.."
Sohyun menunduk, membungkuk sembilan puluh derajat ke arah seorang wanita yang baru saja di tabraknya. Matanya sudah tidak dapat melihat dengan jelas, entah karena kepalanya yang sudah berdenyut sejak tadi atau karena air mata yang sudah menggenang di kelopak matanya itu.
Setelah berjalan tanpa tujuan yang jelas selama lebih kurang satu jam, sohyun akhirnya memutuskan untuk masuk ke sebuah perpustakaan. Berniat untuk membaca beberapa buku agar fikirannya teralih dari betapa buruknya takdir yang dimilikinya.
Mata sembabnya itu terus melihat beberapa buku bertema kedokteran, memilih beberapa buku tebal dengan susah payah. Air mata yang terus menggenang itu menganggu penglihatannya. Berkali-kali sohyun memaki dirinya sendiri untuk berhenti menangisi semuanya, tapi percuma, semakin dirinya memikirkan hal itu, semakin kuat pula tekanan yang mendesak dadanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
' EROS ' ✔
FanfictionEros, sang dewa cinta di dalam mitologi Yunani. Percaya atau tidak, tapi aku percaya. Dipertemukan dalam sebuah cerita yang begitu singkat. Entah bagaimana rasa cinta itu tumbuh dengan skala yang begitu besar kepadanya. Jika kisah cinta itu adalah k...