Jakarta, 2013
Zahra berdecak kesal, sebelum menaikkan Hodie yang Ia kenakan hingga menutupi kepala. menyebrang jalan menuju supermarket seberang, untuk membeli pesanan Liana. Entah kenapa Wanita itu malah menyuruhnya kali ini. Tapi apa yang bisa dilakukan oleh wanita seperti Zahra. kecuali mengangguk dan menurut.
Meski sebenarnya Ia sangat tidak suka berada diluar seperti ini.
"Baru pertama kalinya Aku melihatmu keluar dari tempat itu, Zahra." Bisikan seseorang itu membuat tubuh Zahra sontak menegang.
Ada beberapa alasan yang membuat Zahra tidak suka keluar, salah satunya ini. Rasa ketakutan yang membara, membakarnya tanpa jeda.
Setiap kakinya beranjak, setiap matanya beradu pandang dengan mata orang lain. Setiap tatapan itu terasa seperti membunuhnya. Sikapnya didalam gedung itu, seolah menyatu dengan setiap saraf dalam tubuhnya. Membayanginya kemanapun Ia melangkah.
"Rencananya Aku akan berkunjung besok malam, Dan tentunya orang yang ku cari hanya Kau."
Zahra terdiam, Tubuhnya mendadak tidak berfungsi. Tubuh lain yang terus mendekat kearahnya, mematikan setiap saraf otot yang Ia miliki. terlebih saat tangan pria itu membuka hodie Yang Ia kenakan. lalu bergerak turun, mengusap lembut lehernya.
jika Dulu Zahra Akan sangat marah saat orang lain menyutuhnya, sekarang Ia hanya bisa tertunduk. jika dulu Ia akan menatap tajam siapapun yang berusaha menggodanya, kini Ia hanya menatap kosong kedepan.
. Bahkan Ia tak menolak, atau menjauhkan tubuhnya barang sesentipun, saat pria itu tiba-tiba bergerak. Menciumnya dengan lembut. Memagutnya, hingga mencecap bibirnya dengan rakus. Nafas Zahra tertahan, ia tidak membalasnya, pun tidak menolak. Bagai patung persolen, Ia membiarkan pria itu menyentuhnya, memberikan kepuasan bahwa Ia berkuasa atas diri Zahra.
Dulu,,, dulu sekali. Ada sebuah mimpi. seorang anak remaja dengan mimpi bodoh seperti laianya, ketika menonton sebuah serita Cinderalla, putri dan segala kawananya. Katanya setiap putri ada seorang pangeran, yang kemudian menjadi mimpi Zahra Remaja. Namun, siapa pangeranya kini, diantara banyaknya pria yang sudah menyentuhnya, yang mana dia?
Ada satu adegan dalam sebuah film, yang selalu berhasil menghadirkan rona merah malu-malu disetiap pipi gadis yang menonton. Yang kemudian menjadi sebuah keinginan tertahan. Jelas Zahra remaja dulu, masih mejadi gadis remaja yang normal. Yang ikut terkikik geli setiap ada adegan kissing di sebuah drama. Kini kenapa, Zahra hanya bisa merasakan kekosongan, ketika ada yang mampu menciumnya begitu intens. Merenggut bibirnya begitu ahli. Zahra melewati bagian malu-malu itu, hanya kosong yang datang lalu kemudian berkembang menjadi kesesakan.
"Ckckck... Tidak bisakah kalian mencari sebuah ruangan." Kekeh seseorang dengan nada suara jenaka, berbarengan Tepuk tangan keras, menyadarkan lamunan Zahra pun dengan pria dihadapanya yang langsung mengambil langkah mundur.
Zahra melihat sekilas, memandang pria yang tengah bersedekap pada tiang. pria itu tersenyum. kelewat lebar, untuk ukuran seseorang yang baru saja berhasil memergoki orang berciuman.
"Bukankah disini terlalu umum. Banyak anak berlalu lalang. tidakkah itu bisa mencemari otak mereka yang masih polos." sambungnya, sambil mengangkat topinya sedikit.
Pria disamping Zahra mengepalkan tangan, marah bercampur malu tergambar di wajahnya. pada pria yang sok ikut campur itu, ingin sekali Ia hajar. Namun alih-alih melakukanya, pria itu hanya berdecak keras, lalu menatap Zahra sebentar, untuk kemudian mendapati ekspresi datar wanita itu. Ekspresinya pun seketika berubah, adalah sebuah keberuntungan dapat mencium Zahra tanpa harus masuk ke gedung itu, namun untuk memperpanjang urusanya dengan pria asing ini Ia tidak punya waktu, membuat pria itu memilih mundur, berbisik pelan pada Zahra, ''Aku akan menemuimu besok, sepertinya Aku merindukanmu.''
Pria bertopi itu hanya memandang malas, saat pria yang tadi akan mencium Zahra menghilang. Ia bergerak sedikit kearah Zahra yang sedari tadi hanya terdiam. memandang Zahra dengan pandangan Aneh. begitu juga Zahra yang memandang pria itu penuh tanya.
Dalam hatinya Ia bertanya-tanya, siapa pria aneh ini? Tapi siapapun, bukankah seharusnya Zahra berterima kasih. Ya, Zahra memang harus berterima kasih, dan wanita itu memang akan melakukanya. Tapi mendengar ucapan pria bertopi itu selanjutnya, membuat Zahra mengurungkan niat.
"Lain kali, Carilah tempat yang lebih sepi, Nona." Bisik pria itu sambil menahan tawa.
Bibirnya berkedut, entah kenapa itu membuat zahra kehilangan fokus. Matanya seolah ditarik oleh bibir penuh yang tengah melengkung sempurna, mengejeknya. Bahkan Saat pria itu sudah melangkah jauh, Zahra tidak menyadari itu. Matanya terus berfokus pada satu titik. Dan Zahra tidak akan mendapatkan kesadaranya kembali, jika saja teriakan penuh ejekan itu tidak menggema, yang membuat Zahra mengutuk diri atas keterpakuanya tadi.
"Tenang saja, aku tidak akan memberitahu siapapun. Aku menganggap itu sebagai kenangan lucu yang akan kusimpan rapat-rapat."
Aneh. Ya! pria itu memang aneh. Ia masih bisa tertawa bahkan saat zahra menendang bekas kaleng soda, yang akhirnya mengenai lenganya.
Dia aneh. menaikkan jari jempolnya sambil berjalan mundur, tanpa takut tersandung. lalu hilang dibalik tikungan.
Dia aneh. Hingga membuat Zahra tidak menyadari bahwa sudut bibirnya terangkat sedikit, saat memandang pria itu.
Zahra tidak menyadari itu, bahkan saat tubuhnya memasuki supermarket.
Zahra tidak menyadari, bahwa sesuatu telah dimulai dari sana.
Sebuah kejadian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja.
RomansaAku menyukai senja, karna dia tidak pernah meninggalkanku sendirian. meski dia pergi, dia akan tetap kembali, tiap harinya padaku.