HDAA | 3

67 14 1
                                    

Sebelumnya harap vote dan follow akun author ya!:)

Happy reading from lojes❤

Keluarga kecil, namun berbadan besar-besar kecuali Maya, ini tengah asyik menonton tv. Sebuah serial yang setiap harinya mereka jadikan rutinitas untuk ditonton.

"Heran gue, mau aja si Agatha dibohongin sama si banci kemayu itu." kata Lano menyela di tengah-tengah keasyikan menonton.

"Itu udah diprovokasi, gimana nggak dibohongin." sahut Camila.

"Lagian si Agatha juga kenapa marahan, sih? Kan jadi mudah percaya gitu." kata Kemaz ikut menyahut.

Maya menggeleng dan tertawa pelan. Keluarga yang suka baperan kalo udah nonton, ya, keluarga yang dikepalai Kemaz ini.

Maya tiba-tiba mengingat sesuatu karena Ayahnya bersuara tadi.

"Pa." panggil Maya.

Kemaz pun mengalihkan tatapannya ke arah anak keduanya yang duduk sejajar bersama Lano di lantai itu.

"Kenapa?"

Namun tiba-tiba Maya menyunggingkan senyumnya yang benar-benar lepas. Kemaz pun menautkan kedua alisnya.

"Perlu ke Rumah Sakit Jiwa?" tanya Kemaz.

Maya memudarkan senyumnya dan menggantikan senyumnya dengan manyunan.

"Pasti ada maunya tuh, Pa."

Kemaz makin bingung, alisnya nyaris saja menyatu.

"Masa Papa lupa, sih? Baru dua hari yang lalu Papa janjiin itu ke Maya."

Kemaz memalingkan tatapannya menuju balkon. Berusaha mengingat kembali apa yang dijanjikannya pada Maya.

"Kamu janjiin apa emang ke Maya?" tanya Camila yang ikut bingung.

Sementara Lano yang sudah mengetahui itu hanya tersenyum mengejek pada Maya. Seolah senyumnya mengatakan "Kasian, dilupain,".

Satu nama benda terlintas tiba-tiba diingatan Kemaz. Kalau ia tau, itu yang Maya ingatkan, ia ingin lari saja.

"Kamera?" tanya Kemaz. Ia memekik dalam hati 'Jangan ngangguk! Bilang 'bukan', Maya! Jangan sampe!'.

Maya tersenyum manis mengetahui Ayahnya yang peka terhadap apa yang ia inginkan.

"Asik! Papa terbaik!" puji Maya sambil memeluk kedua kaki Ayahnya.

Kemaz menghirup oksigen yang terasa sesak lalu membuangnya perlahan.

"Ternyata yang manjur itu doa Ibu. Bukan Ayah," batin Kemaz.

"Buat apa sih, Maya? Kamu kan butuhnya mic, buat nyanyi. Kamera buat apa? Emang kamu mau nyanyi sambil ngevlog? Nggak, kan?" tanya Kemaz dengan kedua alis yang naik.

"Iya." jawab Maya.

Kemaz tampak tak tahu harus mengatakan apa untuk membujuk Maya, supaya membatalkan permintaannya terhadap kamera. Mending kalo membantu dalam membangun karier Maya sebagai penyanyi. Kemaz pikir, Kamera itu hanya untuk iseng-iseng Maya saja.

"Eh udah jam sembilan aja, nih. Sampe lupa belajar, kan, kalian. Masuk kamar gih, tidur sana!" perintah Camila seraya membelai rambut halus kedua anaknya.

Kemaz menatap Camila sambil tersenyum. Seolah tersirat 'Punya istri perhatian banget, ngga nyesel deh. ahay.'

Lano tersenyum manis lalu bangkit. Sementara Maya menerima tawaran tangan Lano untuk membantunya berdiri sembari membuang napas berusaha sabar.

Hujan di Atas AwanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang