HDAA | 16

43 6 2
                                    

Happy reading :)

Benua Alvaro Alenaya.

Namanya Benua tapi anehnya dia di panggil Alena. Mungkin karena pekerjaannya sebagai penata rias sehingga nama gagah nya berubah menjadi nama bencong.

Benua yang tugasnya sebagai penata rias kini sedang berada di cafe tempat ia bekerja.

Benua memasuki ruangan milik Kak Lara yang notabenya sebagai 'manager' cafe EiL itu. Hari ini Ben akan menerima gajinya. Suatu kebahagiaan sederhana setiap orang.

"Permisi kak" tanpa menunggu balasan dari Lara, Ben langsung memasuki ruangan tersebut.

"Senang banget kayaknya" tebak Lara dengan melontarkan senyuman pada Ben. Meski Lara seorang manager ia tidak pernah semena mena terhadap bawahannya.

"Ya dong, kan mau nerima gaji." ucap Ben senang.

Lara mengambil sebuah amplop coklat yang berisikan uang dengan jumlah rupiah yang tidak diketahui. Ini adalah bulan kedua Ben bekerja di sini.

Sebelumnya iya bekerja sebagai penjaga kasir di salah satu toko.

Lara memberikan amplop itu pada Ben, Ben menerimanya dengan senang hati.

"Makasih banyak kak" raut wajah ben terlihat sangat bahagia. Meskipun nominalnya tidak terlalu banyak, ben mensyukuri nya.

"Sama sama, kerja lebih baik lagi." pesan kak Lara pada Ben.

Ben mengangguk, lalu pamit meninggalkan ruangan.

Ben berjalan menuju tempat ia memarkirkan motor maticnya itu, kemudian menyalakannya.
Motor maticnya melaju menebus macetnya jalanan, dan Ben berhenti di salah satu rumah makan.

Ben membeli empat bungkus nasi goreng.

Setelah membeli nasgor, Ben langsung pulang kerumah.

Ben memasuki salah satu komplek perumahan, dan berhenti di salah satu rumah.

"Tok.. tok.. tok"

Selang beberapa menit pintu terbuka, menampakkan seorang gadis yang masih menggunakan seragam SMA.

Dengan wajah datar Gadis tersebut memandang ke arah Benua. 

"Udah pulang?" tanya Benua basa basi, padahal dia sudah tau jawabannya. Tidak mungkin adiknya itu belum pulang jika sudah ada di rumah.

"Bisa lihat kan? Gak mungkin gue di rumah kalau belum pulang!"

Benua terdiam untuk beberapa saat, tetap tidak berubah. Dari dulu seperti ini. Kedinginan dalam keluarga.

Ben teringat akan nasi goreng yang dibelinya tadi, "Tadi kakak beli Nasi goreng, buat kamu, Kak Belinda, sama Mama." ucap Ben dengan senyum hangat di wajahnya.

"Terus? Gue udah makan di sekolah!" setelah mengucapkan kalimat tersebut, adik Ben langsung pergi meninggalkan Ben sendiri.

Raut wajah Ben berubah, tampak sebuah kesedihan yang amat mendalam.

Ben berjalan menuju dapur, ditemuinya sang Mama yang sedang mencuci piring itu.

Ben melangkahkan kaki nya mendekat ke arah mama nya, "Ma?" panggil Ben.

Mama Ben menoleh ke arah Ben, hanya menoleh tidak dijawab.

Ben yang merasa dicuekin langsung memberi kan sebungkus nasi goreng ke Mamanya.

"Udah makan tadi." ucap mama Ben.

Ben memudarkan senyum nya, kemudian langsung pergi begitu saja.

Ben menyalakan motornya, kemudian melaju keluar komplek. Ben berhenti saat tempat yang ia tuju sudah sampai.

Ben mematikan mesin motonya, lalu turun.

Tidak lupa ia mengambil tiga bungkus nasi tersebut dari gantungan motor. Ben berjalan ke satu keluarga pengemis yang sepertinya sangat kelaparan.

"Permisi pak, bu" sapa Ben hangat.

Pengemis tersebut menoleh ke arah Ben, badan mereka sangat kurus, kotor dan tidak terawat.

"Iya nak, ada apa?" tanya bapak pengemis tersebut.

"Aku lapar ma... " rengek seorang anak kecil yang kira kira berusia 7 tahun. Badannya benar benar kurus mungkin karena kurang gizi, anak seusianya seharusnya sedang bermain bersama teman temannya.

Tapi nasib setiap orang berbeda, masih kecil ia harus mengemis demi sesuap nasi.
Jika orang orang sering membuang nasi, maka mereka sering memungut nasi yang terbuang itu untuk dimakan.

"Sabar ya nak, kita belum dapat uang hari ini." ucal sang Ibu menenangkan anaknya.

Ben yang melihat itu pun iba, dengan cepat Ben memberikan tiga bungkus nasi tersebut ke pengemis.

"Ini pak, bu ada sedikit makanan dari saya. Semoga bisa bermanfaat ya pak bu" Pengemis tersebut berkali kali mengucapkan terima kasih banyak pada Ben.

Ben pamit pada pengemis itu, Ben harus pergu kerja lagi.

***

Seperti biasanya, sepulang sekolah Maya harus ke cafe untuk manggung. Maya yang awalnya canggung sekarang mulai terbiasa.

"Pegang tas gue." Maya melemparkan tas ransel nya pada Lano.

Maya seperti biasa akan menata wajahnya lebih dulu, sedang kan Lano menunggu sambil makan gratis di cafe tersebut.

Saat Lano berjalan ke salah satu meja kosong, wajahnya berpapasan dengan Benua.
Lano menatap muka Benua dengan perasaan tidak suka,
Sedangkan Ben menatap Lano dengan wajah sambil tersenyum.

"Abangnya Maya kan?" tanya Benua.

"Bukan, gue kakeknya." jawab Lano ketus

"Ben" benua mengulurkan tangannya pada Lano.

"Ben? Ben-cong maksud lo? Perasaan kemarin nama lo Alena." ucap Lano pura pura lupa nama asli Ben padahal sudah pernah diberi tau Maya.
"Alena?" panggil Maya dari kejauhan, Benua pun menoleh.

"Gue cariin lo dari tadi, ayo buruan make up in gue." sambung Maya, lalu menarik tangan kekar Benua.

Vote dong hehew

Hujan di Atas AwanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang