HDAA | 26

22 2 0
                                    

Happy Reading :) Jangan lupa vote~

"Lan..." panggil Maya dengan suara parau.

Maya tak bisa menahan tangisannya. Kamar Lano benar benar hancur. Wajah Lano bukan seperti manusia normal lagi. Wajahnya memerah, seperti menahan amarah.

Lano memegang kepalanya, "Aw..." rintih Lano. Tubuhnya terjatuh begitu saja.

"LANO!" teriak Maya kencang. Ia segera menghampiri tubuh Lano yang tergeletak.

Maya mengguncang guncang tubuh Lano, "Lan bangun Lannn" tangis Maya semakin menjadi.

Suasana sunyi membuat tangisannya terdengar benar benar jelas.

Maya berlari ke kamarnya, mencari ponselnya.
Setelah itu Maya segera kontak Ben. Lalu menelepon nya. Maya hanya kepikiran untuk menelpon Ben. Tidak kepikiran untuk menelepon dokter atau siapa pun.

"Halo"

"Halo May, kenapa?"

"Benn.. Lano.. Ben" ucap Maya tak jelas, karena suara tangisnya yang semakin jelas.

"Lano kenapa May?"

Maya tak menjawab. Suara tangisnya semakin besar.

"Gue kesana ya May" putus Ben, ia takut terjadi sesuatu pada Maya.

Sambungan telepon dimatikan sepihak oleh Ben.

Maya segera berlari lagi ke kamar Lano. Berharap yang Lano lakukan hanya untuk memprank dirinya. Berharap Lano hanya bercanda saja. Maya benar benar frustrasi melihat Lano yang terbaring lemah, mata nya terlihat sangat sayu. Tidak memancarkan cahaya sebuah kehidupan.

Lano yang sekarang ntah kenapa sangat berbeda, bukan hanya dari sikap tapi penampilannya juga berubah menjadi acak acakan. Lano yang sangat menjaga penampilan, sekarang berubah menjadi acuh dan sangat tidak peduli dengan penampilan dirinya.

Maya rindu Lano yang dulu, Lano yang narsis. Yang selalu memamerkan kegantengannya. Dan selalu menebar pesona.

Maya sungguh rindu.

"Maya?" panggil Ben dari arah pintu. Saat datang tadi ia sudah memencet bel berkali kali, tapi tidak ada yang membuka pintu. Akhirnya ia memberanikan diri untuk masuk saja, karena pintu juga tidak terkunci.

Maya menoleh mendengar suara khas milik Ben.

Ben mendekat  ke arah Maya, mengelus punggung nya lembut penuh perasaan. Ben sangat sedih melihat Maya yang tidak memiliki semangat seperti ini. Maya yang ceria juga berubah menjadi pemurung.

"Ben, Lano gak papa kan? Lano baik baik aja kan?" tanya Maya, suaranya yang bercampur isakkan tangis membuat Ben merasa tak tega.

"Iya, Lano gak papa. Dia cuman kecapean aja" bohong Ben. Jelas jelas dia tau, Lano sedang mabuk berat. Bahkan arona bir yang Lano minum tercium jelas.

"Ben, lo gak akan ninggalin gue kan? Lo akan selalu di samping gue kan?" Maya benar benar seperti orang depresi.

"Iya Maya, gue akan berusaha selalu ada buat lo" Ben berusaha menyakinkan Maya.

Maya menyandarkan kepalanya ke bahu Ben, menutup Matanya yang sangat lelah. Kemudian terlelap.

Tak lama setelah Maya terlelap, Lano sadar.
Lano mengucek matanya, kepalanya terasa berat. Lano memandang sekelilingnya. Ia melihat Maya yang sudah terlelap di bahu Ben. Sedangkan Ben sedang memainkan ponselnya.

Seketika Lano sangat emosi, Maya sangat keras kepala menurutnya. Ia sudah berkali kali menyuruh Maya untuk tidak berhubungan dengan Ben tetapi Maya selalu melanggar.

Hujan di Atas AwanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang