Jarum jam masih menunjukan pukul tujuh kurang sepuluh menit. Rica dan Kaka ter-keche nya alias Kafka baru saja sampai di kelas dan langsung duduk anteng di bangkunya.
"Kaka..." panggil Rica di belakangnya, karna memang tempat duduknya tepak di belakang Kafka duduk.
"Apa" jawab Kafka malas tanpa menengok sambil memainkan ponselnya dan bersandar malas di bangku.
"Rica laper lagi masaaaa..." adunya lalu menelungkupkan kepalanya di meja. "Rica laperrrrr" tambahnya.
"Lo tadi baru aja sarapan di rumah gue kalo lo lupa" ingat Kafka masih setia sibuk pada ponselnya.
"Hah... Kaka..." racaunya lagi kali ini sambil memejamkan matanya di atas meja.
"Woy Kaf!!" Sapa sebuah suara dengan girangnya. Siapa lagi manusia itu kalau bukan Fadli teman sebangku Kafka yang rame nya ngalahin pasar malem.
"Nih dari dedek gemes lo, namanya Zizi dapet salam juga tuh." Sambung Fadli menyerahkan kotak bekal berwarna biru dan sebuah notes kecil di atasnya pada Kafka.
"Heh Rica, kenape lu? Sakit?" Tanya Fadli saat mengalihkan tatapannya ke belakang tempat duduk, tepat di belakang Kafka.
Kafka yang mendengar ucapan Fadli itu langsung saja membalikkan tubuhnya ke belakang menghadap Rica. Sedangkan Rica yang dijadikan bahan pembicaraan pun tak peduli pada mereka berdua yang masih belum ada pergerakan pada posisinya itu.
"Kaka...." panggil Rica pelan. "Rica butuh asupan energiii.." sambungnya.
"Nih" ucap Kafka
"Apa?" Jawab Rica yang masih memejamkan mata.
"Makan" jawabnya singkat lalu kembali membalikkan tubuh menghadap depan setelah meletakan kotak bekal biru pemberian Fadli ke meja Rica.
Rica yang mendengar kata 'makan' itu pun langsung menegakkan tubuhnya dan memusatkan pandangannya pada kotak bekal warna biru di atas meja.
"Uwahhh... makasih Kaka" serunya bahkan terkesan sedikit berteriak sangking senangnya. Ia lalu bergegas membuka kotak bekal tersebut yang ternyata berisi nasi goreng telur mata sapi.
"Urusan makan aja, langsung semangat lo Ca" sindir Fadli yang duduk di samping Kafka.
"Hehehe" cengenges Rica dengan mulut penuhnya.
"Kaka, perasaan tadi pagi mama masak opor ayam deh. Kok bekalnya Kaka isinya nasi goreng sih," tanya Rica merasa heran.
Kafka yang mendengar pertanyaan Rica tersebut lalu kembali membalikkan tubuhnya ke belakang masih dengan ponsel di genggamannya.
"Tinggal makan aja ribet lo" jawabnya ketus sambil memerhatikan Rica makan.
"Kan Rica cuma nanya doang, ga usah marah juga kali" gerutunya. "Tapi ini nasi gorengnya beneran enak banget loh Ka, gamau coba?" Sambungnya.
"Gak" jawab Kafka cepat dengan kesan sok cool nya. Padahal ia tengah sekuat tenaga menahan rasa penasaran untuk mencicipi nasi goreng yang di makan Rica.
Melihat Kafka yang masih pada posisinya sekarang sambil memerhatikan Rica makan, membuat Rica sedikit mempertanyakan sikapnya. Sejak kapan Kafka mau memandang Rica atau memerhatikannya lama-lama seperti ini?
"Kaka..." panggilnya pelan sambil masih mengunyah. "Mau?" Tanyanya lagi memastikan. Kafka lalu menggelengkan kepalanya sebagai jawaban.
"Yaudah Rica abi..." ucap Rica terputus karena shok, melihat sendok berisi nasi goreng di tangannya tiba-tiba dilahap Kafka dengan gerakan cepat lalu mengunyahnya terburu-buru.
"Kaka..." gumamnya terkejut. "Katanya ga mau? Kok punya Rica dimakan sih?"
"Dikit doang pelit amat sih, Ca" ucap Kafka masih mengunyah nasi goreng di mulut.
"Tapi tadi..."
"Udah sonoh habisin, gausah brisik!" Sela Kafka lalu membalikkan tubuhnya lagi ke depan dengan cueknya dan lanjut bermain ponsel di tangan.
"Kaka lo tu Ca," seru Fadli tiba-tiba yang sukses mengalihkan perhatian Rica. "Kegedean gengsi. Suruh diet gengsi sono" lanjutnya ngawur.
"Fadli," panggil Rica
"Rica ga ngerti Fadli ngomong apa" tambah Rica polos masih dengan wajah kagetnya.
"Hahh.. susah ya ngomong sama anak ayam," gerutu Fadli pada diri sendiri lalu memilih menyibukkan diri pada ponselnya mengikuti jejak Kafka.
"Mereka kenapa sih?" Tanya Rica entah pada siapa karna memang dirinya duduk seorang diri di bangkunya.
***
Lima belas menit setelah bel masuk berbunyi, Bu Endah guru bahasa Indonesia yang mengajar di kelas 11 IPA 3 masuk ke dalam kelas. Kali ini kelas lebih riuh dari biasanya saat Bu Endah masuk ke dalam kelas.
Suara anak-anak perempuan di kelas lah yang lebih mendominasi keriuhan di kelas tersebut. Keriuhan yang terjadi pagi ini bukan tanpa sebab.
Hal ini terjadi karna kehadiran Bu Endah di kelas ditemani seorang pemuda tampan seumuran mereka yang tak lain adalah anak pindahan baru.
Sontak saja kelas menjadi lebih heboh dari biasanya karena mendapat teman baru ditambah pemandangan baru sebagai penyemangat belajar. Iya, sebagai penyemangat belajar khususnya untuk murid perempuan karna murid baru tersebut memiliki wajah tampan nan memesona.
"Nama saya Rio Bramahesta, panggil aja Rio. Saya pindahan dari Padang." Ucap murid baru tersebut memperkenalkan diri di depan kelas.
"Ada yang mau ditanyakan?" Seru Bu Endah memberikan peluang pada anak-anak kelas untuk bertanya mengenai Rio, si murid baru.
Kesempatan tersebut pun langsung saja digunakan oleh murid perempuan di kelas untuk bertanya pada Rio. Mulai dari tanggal lahir, alamat rumah, sampai statusnya apakah masih jomblo atau sudah ada gandengan.
Rica yang ada di kelas hanya memandangnya malas sembari meletakan kepala di meja, sehingga ia tak dapat melihat wajah sang murid baru tersebut. Terlebih tempat duduk nya yang memang berada di pojok barisan ke empat dari depan.
"Ca.. weh, Rica!" Panggil Fadli di depannya.
"Hm" jawab Rica malas karena tiba-tiba merasa mengantuk.
"Noh, ada murid baru. Bentar lagi lo punya temen sebangku Ca," ucap Fadli memberi tahu.
"Hm" jawab Rica lagi, masih dengan jawaban yang sama.
"Dih, malah tidur lo" kata Fadli lagi yang tak ditanggapi oleh Rica dan kembali menghadap ke depan.
"Gue boleh duduk di sini?" Tanya sebuah suara bass di samping Rica, sontak saja Rica langsung menegakkan tubuhnya karena merasa asing dengan suara tersebut.
"Rio" ucap lelaki di sampingnya itu karena merasa Rica belum mengenalnya dilihat dari raut wajahnya yang bingung.
"Eh, emm... Risha. Panggil aja Rica" jawab Rica menerima uluran tangan yang tadi berikan Rio padanya.
"Boleh?" Tanya Rio sekali lagi.
"Oh, boleh-boleh," jawab Rica cepat lalu menggeser tubuhnya ke bangku dekat dinding agar Rio dapat duduk di sampingnya.
"Thanks"
"Hu'um"
Kafka yang mendengarkan interaksi mereka berdua dari tempat duduknya pun hanya menghela napas pelan. Ia baru sadar kalo selama ini Rica duduk sendirian.
Sok asik banget sih lo! Batin Kafka mendengarkan percakapan Rio yang mencoba mengakrabkan diri pada Rica. Padahal Rica sebelumnya bukan tipe orang yang mudah bergaul. Buktinya ia hanya mengenal Kafka dan Fadli saja di kelas karena malas bergaul.
***
Yeayyyyy!!!!! Akhirnya up lagi deh... hayooo siapa yang kangen Rica-Rica sama Kaka???
Oke, jangan lupa tinggalin jejak ya buat cerita buatan inces. Tq💜 and bubayyyyyy!!!!😘😘😘😘😘
Salam,
-
Inces si wanita penghibur
KAMU SEDANG MEMBACA
TETANGGA RICA-RICA
Teen FictionIni tentang anak tetangga yang nyebelinnnnnnnn buangettt!!!! Udah manja, cengeng , cerewet, tukang ngadu dan jago membual lagi orangnya. Sumpahh, pengin deh rasanya gue tenggelemim tuh anak ke laut. Udah gitu sukanya nempelin anak tetangga lagi, pok...