8. Rahasia

59 6 5
                                    

"Ma,"

"Hm."

"Ini jam berapa?"

"Dua belas. Kenapa nanyain jam, tumben?"

"Hari minggu kan ini?" Tanya si anak yang masih tak percaya tentang fakta hari ini.

"Iya, ada apasih kok kayak heran gitu," timpal sang mama yang ikut keheranan.

"Engg- nggak. Tumben aja nih rumah sepi," imbuh si anak lelaki bernama Kafka hasil jerih payah racikan mama Ratih dan suaminya. Sekali lagi Kafka edarkan tatapannya seluas mata memandang. "Tumben anak tetangga gak ngerusuh." Gumam Kafka yang tak di dengar oleh sang mama. Ia lalu melanjutkan langkahnya yang berhenti di meja makan menuju ke lemari pendingin untuk mengisi kerongkongannya yang kering.

"Ma,"

"Apasih Kaf, manggilin mulu dari tadi" kesal sang mama yang tengah sibuk mengaduk adonan untuk membuat brownis.

"Ga jadi" akhirnya kalimat itu yang keluar dari bibirnya. Kafka masih berdiri di ďepan lemari pendingin sambil mencerna baik-baik apa yang terjadi hari ini. Mengapa ada yang terasa berbeda? Seperti kehilangan sesuatu, tapi entah apa? Atau karena tidak hadirnya Rica si anak tetangga kesayangan mama yang tidak ngerusuh seperti biasanya? Ah, masa sih? Harusnya kan Kafka senang karena hidupnya kini menjadi tenang. Tapi, mengapa perasaannya demikian?

"Kafka!!" Pekik mama tepat di telinga kirinya, entah karena apa.

"Mah, Kafka gak budek," Kafka menggosok telinga kirinya yang terasa pengang karena pekikan sang mama.

"Salah siapa dipanggilin gak nyaut" mendengar ucapan sang Mama, Kafka  mengernyit tak percaya. Masa sih dirinya sebudek itu? Sepertinya Kafka harus periksa telinga deh.

"Nih, kasihin Rica." Suruh Mama sambil menyerahkan rangtam berisi lauk pauk yang mama masak untuk makan siang.

"Males ah, mama aja sana"

"Heh! Jadi anak kok berani ngelawan ya, udah sana!" Usir mama sambil mendorong bahu Kafka dan rangtam kesayangannya.

"Iya-iya, bawel." Kafka akhirnya mengalah lalu hengkang menuju rumah tetangga Rica-Rica-nya yang entah kenapa kok kangen kerusuhannya ya? Hush! Gak mungkin! Sudahlah, Kafka lelah bergelut dengan pikirannya yang sepertinya makin ngelantur gara-gara si Rica-Rica ini.

***

"Assalamu'alaikum"

"Ca...."

"Rica...." masih tak ada jawaban. Karena merasa penasaran akan keabsenan Rica hari ini, Kafka lalu menarik gagang pintu rumah Rica yang sepi itu. Siapa tahu tidak kunci kan?

Krreekkk...

Pintu terbuka. Benar perkiraan Kafka, pintu rumah Rica tidak dikunci oleh penğhuninya. Dasar Rica, kalau ada maling bagaimana? Memang benar-benar ceroboh ini anak.

"Rica?"

"Ca, lo dimana?" Teriak Kafka akhirnya karena geram sapaannya tak dibalas barang seorang pun.

"Kemana sih nih anak ayam?" Gerutu Kafka lalu langkah kakinya menuntun Kafka untuk menelusuri rumah Rica guna mencari keberadaan si empu-nya.

Brrruuumm!bbruumm!

Suara motor sport yang berhenti tepat di depan rumah Rica sontak menghentikan langkah Kafka yang tengah menelusuri dapur. Penasaran, Kafka memutar langkahnya menuju teras rumah.

"Makasih ya Rio. Kapan-kapan Rica yang traktir deh, hehe..."

"Okey. Gue balik dulu ya," pamit pemilik motor sport tersebut yang tak lain adalah Rio, teman barunya.

"Dadahh..." Melambaikan tangan sebagai salam perpisahan, itulah yang  dilakukan Rica hingga pandangannya tak melihat sosok Rio lagi.

"Dari mana?"

Terperanjat. Salah satu respon tubuh Rica yang baru saja membalikkan  tubuhnya dan langsung disuguhkan makhluk Tuhan ter-keche nya.

"Kaka?!! Ngagetin aja deh," kesal Rica tapi tetap tersenyum setelahnya. "Kaka ngapain di sini? Kangen ya sama Rica..." godanya sambil menuding-nuding Kafka sok imut menurut versi Kafka.

"Dari mana, gue tanya" masih mempertahankan pertanyaan serta ekspreksinya yang tak pernah berubah.

"Rahasia." Bisik Rica di telinga Kafka lalu melenggang pergi melewatinya.

"Rica!" Panggil Kafka tidak terima pertanyaannya tak digubris.

"Apa?"

"Nih. Dari mama." Kafka menyerahkan rangtam pemberian mama kepada Rica.

"Ahhhh... makasih Kaka... luv you!!" pekiknya girang menerima rangtam dari Kafka.

"Jadi, tadi lo kemana sama Rio?" Tanya Kafka masih penasaran.

"Oh... itu. Tadi Rica sama Rio ke--, eh kan rahasia! Kaka gak boleh tau!"

"Kemana elah. Tinggal jawab aja susah amat,"

"Tetep gak boleh! Udah ah Rica mau mamam, laper. Bubay Kaka..." pamit Rica lalu masuk meninggalkan Kafka yang dirundung kegelisahan melihat Rica mulai meletakan kepercayaan dan ketergantungannya selain pada Kafka.

"Gak bisa dibiarin" gumam Kafka lalu menyusul Rica. Kepala Kafka kini dipenuhi dengan apa 'rahasia' yang Rica sembunyikan darinya? Kafka gelisah, tapi bingung apa yang ia gelisahkan.

***

Hai gengs, bebs, bro!! Gimana? Kangen gak sama Kaka dan Rica-Rica? Moga, kalian suka ya...

Hm. Kira-kira Kafka ngapain ya nyusulin Rica???

Okey. Sampai ketemu di next part ya!!! Bubayyy😘😘😘💜💟💚💖💙

Salam,

Inces- si wanita penghibur😎

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 21, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

TETANGGA RICA-RICATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang