Kuroo menemui Akaashi sepulang sekolah. Dia ingin Akaashi sadar.
"Akaashi, bisa ikut aku bentar?" tanya Kuroo.
Akaashi mengangguk. "Kemana?"
Kuroo berusaha berpikir. "Taman deket sini?"
"Oke."
Sesampainya di taman Kuroo langsung ngegas. Dia ga suka basa-basi.
"Jadi, aku pengen kamu jadian sama (f/n)," kata Kuroo langsung.
Akaashi kaget. "Hah?"
Kuroo mengehela nafas kesal. "Kamu ini gimana sih! Dia kan sukanya ke kamu, terus ya sekarang dia ini sangat butuh perhatian orang lain dan juga kasih sayang."
"Dia bukan kurbel ya," tambah Kuroo.
"Kenapa harus aku?"
"Harus berapa kali sih bilang? Sampe mulut berbusa?"
Akaashi diam.
"Dia sukanya sama kamu, percuma dong kalo aku berusaha bantu dia keluar dari masalah kalo dia nggak ada rasa ke aku."
"Masalah apa?"
"Biar dia yang kasi tahu ke kamu."
"Oh, oke."
"Intinya, tolong bantu dan jaga dia sekarang. Dia sedang dalam fase terpuruk nya."
.
.
.
.Akaashi terdiam di rumahnya. Setelah mendengar kata-kata Kuroo, dia jadi penasaran dengan (f/n).
Memangnya kenapa (f/n)?
Hal itu menghantui pikirannya.
Dia frustasi, dia takut, kalau memberi (f/n) perhatian akan semakin membuatnya jatuh cinta. Dia tak ingin (f/n) semakin terluka.
Akaashi menghela nafas kasar lalu mengambil hp nya
Entah sudah berapa kali dia seperti ini, dasar pengecut
Akaashi
Bisa ketemu?
19.21(F/n)
Maaf, hari ini aku sibuk
Lain kali yaAkaashi
Oke
[Read]19.22Akaashi bingung, (f/n) dia sibuk apa? Apa mungkin mengerjakan tugas ya?
○●○
Di sekolah, Akaashi tak melihat keberadaan (f/n). Jujur saja dia khawatir.
Dia udah memeriksa di kantin, bawah meja, kelas (f/n), gym, lapangan, bahkan di belakang Bokuto. Namun, (f/n) tetap tak ada.
Kurang 1 tempat yang dia kunjungi yaitu rooftop. Akaashi sangat yakin kalau (f/n) disana.
Benar kan dugaan Akaashi, (f/n) ada di rooftop melihat ke arah lapangan.
"Aku mencarimu daritadi."
(F/n) terlonjak kaget. "Keiji?"
Akaashi terkejut, tangan (F/n) penuh luka. Di dahinya terdapat plester.
"Kamu kenapa?" tanya Akaashi khawatir.
(F/n) tak bisa menahannya lagi. Bulir-bulir bening mengalir dari pelupuk matanya.
Dia menangis.
Akaashi bingung. Dia tak tahu harus apa.
(F/n) menangis sejadi-jadinya.
Akhirnya, setelah mendapat keberanian. Dia berjalan mendekat dan memeluk (f/n) lembut sambil menenangkannya.
Akaashi mengusap pelan rambut (f/n). "Sudah, jangan menangis lagi," katanya halus.
"Ke-keiji, aku sudah tak kuat lagi," kata (f/n) sambil menangis.
"Sssttt... Jangan berbicara dulu, selesaikan tangisnya dulu sampai lega."
(F/n) mengangguk dalam pelukan Akaashi.
Di dalam hati Akaashi berdoa. Semoga degupan jantungnya tak terdengar oleh (f/n). Dia takut, saat sudah sayang, (f/n) akan meninggalkannya lagi.
"(F/n), bisa janji?"
"Apa?"
"Jangan tinggalkan aku lagi."
(F/n) terkejut. Namun, akhirnya dia mengangguk.
Setelah (F/n) tenang, Akaashi mencoba untuk meminta (f/n) bercerita.
"Jadi, ada apa?"
(F/n) mengigit bibir bawahnya dan meremas roknya.
"Aku dapat nilai jelek di ulangan fisika tadi, padahal aku sudah belajar siang malam."
Akaashi mengehela nafas lega. Ternyata hanya masalah seperti ini.
"Tak apa, lagian itu kan cuma nilai. Yang penting kamu sudah berusaha."
"Tapi, aku malu."
"Ini cuma salah satu masalah kecil dari hidup. Jangan sedih, jadikan ini pelajaran bahwa ada beberapa hal yang berjalan tak sesuai dengan keinginanmu."
"Hehehe, Keiji bijak ya? Belajar darimana?" kata (f/n) sambil tersenyum geli.
Akaashi senyum lalu mencubit hidung (f/n) gemas. "Dari kamu."
(F/n) salah tingkah dengan perbuatan Akaashi.
"Terus, luka itu kenapa?"
"Tahu kan kalo aku ceroboh?"
"Sudah kubilang berkali-kali, hati-hati."
"Hehehe."
.
.
.
.Sepulang sekolah, entah kenapa Akaashi merasa curiga dengan (f/n). Akaashi tahu, (f/n) itu pintar. Dia ranking 2 pararel. Jadi agak tidak wajar kalau dia dapat nilai jelek.
Akaashi datang ke kelas (f/n), untungnya masih ada anak yang piket dan (f/n) sudah pulang.
"Permisi," kata Akaashi.
"Ya?"
"Boleh tanya?"
"Silakan."
"Ulangan fisika (f/n) tadi dapat berapa?" tanya Akaashi.
Orang itu tampak berpikir. "Dia dapat nilai tertinggi di kelas."
Akaashi terkejut. "Berapa?"
"Nilai sempurna."
Akaashi membungkuk. "Terimakasih."
"Iya."
Sudah Akaashi duga, ada yang tak beres.
○●○
Malam harinya, Akaashi gabut. Dia jalan-jalan di sekitar rumah (f/n). Siapa tahu ketemu (f/n).
Saat di depan rumah (f/n), Akaashi mendengar suara-suara.
Suara seperti barang-barang pecah dan teriakan. Akaashi diam, dia bingung.
Tak lama ada suara debuman yang cukup keras.
Akaashi segera pergi dari tempat itu, dia tak ingin memiliki banyak pikiran negatif.
Tak lama Akaashi melihat gadis yang lari dari rumah (f/n) sambil menangis.
'(f/n)?'
Akaashi mencoba mengejar gadis itu. Semoga benar-benar (f/n). Tapi, Akaashi juga tak berharap itu (f/n). Dia tak suka melihat (f/n) sedih.
Akaashi mengejar (f/n) tetap menjadi dia yang pengecut. Orang yang tak mau mengakui perasaannya.
I am afraid, I am run-down, I'm so afraid
That you will leave me again in the end
I wear a mask again and go to see you
KAMU SEDANG MEMBACA
The Truth Untold || Akaashi Keiji
FanfictionMenyukai seseorang dalam diam. Tak berani mengungkapkan. Hal yang rumit. Namun, sering terjadi. "I can't come to you." ------------- Haikyuu!! ©Haruichi Furudate I DO NOT OWN HAIKYUU + PICTURES HERE WARNING⚠ Suicide!!