- 12 -

5.1K 783 236
                                    

Akaashi mengejar gadis itu diam-diam. Takut dia akan sadar.

Gadis itu duduk di ayunan. Dia tertunduk, surainya menutupi wajahnya. Ditambah dengan pencahayaan yang sedikit, Akaashi tak bisa mengetahui siapa gadis itu.

Samar-samar Akaashi dapat mendengar isakan tangis gadis itu.

"Dia mirip (f/n)," gumam Akaashi.

Tapi, Akaashi tak mau mengakui kalau gadis itu adalah (f/n). Tubuh gadis itu penuh luka. Bisa Akaashi lihat darah segar menetes dari kepalanya.

Dia ingin sekali menolong gadis itu. Tapi, dia takut. Kalau benar itu (f/n), ia tak siap.

Ia takut akan semakin jatuh. Akhirnya Akaashi pergi meninggalkan gadis malang itu sendiri.

○●○

Hari ini, (f/n) tak masuk sekolah. Hal itu memperkuat dugaan Akaashi kalau gadis yang kemarin itu (f/n).

Beruntung, sepulang sekolah Kuroo datang menghampiri Akaashi.

"Masih mau diam aja kamu?" tanya Kuroo tajam.

"Hah? Apanya?" jawab Akaashi bingung.

"Kamu nggak tahu?"

"Apa?"

"(F/n) dia sakit, dia pingsan di taman dekat rumahnya. Kehabisan banyak darah."

"Hah!? Jangan bercanda! Nggak lucu!"

Kuroo menatap Akaashi serius. "Apa aku terlihat berada?"

"Tidak, ayo jenguk dia!"
.
.
.
.

Akaashi menatap nanar (f/n) yang sedang tak sadarkan diri. Kata Kuroo, (f/n) belum sadar sejak tadi malam.

"Kuroo-san, bisa ceritakan sebenarnya dia kenapa?"

Kuroo menghela nafas lelah. Mau tak mau dia harus cerita. Agar Akaashi tak bingung.

"Sejak kecil sampai sekarang, orang tuanya selalu menyiksanya," kata Kuroo. Raut mukanya sedih.

Akaashi terkejut. Dia sangat tahu bagaimana rasanya disiksa oleh orang yang sangat dia cintai. Tapi, itu hanya 1 hari. Sementara, (f/n) dia tetap disiksa sampai sekarang.

"Jadi, luka-lukanya itu---"

Tangan Kuroo terkepal kuat. "Iya, itu ulah mereka. (F/n) dia tak pernah ingin pulang ke rumahnya. Meskipun dia pulang pun sama saja, tak ada yang menyambutnya dengan hangat."

Akaashi terdiam. Harusnya dia yang paling tahu perasaan itu. Akaashi ingin membantu (f/n) sekarang. Masa bodoh dengan phobianya itu.

Ia tak ingin (f/n) kesepian dan sakit lagi.

"Mangkanya, aku mencoba memberikan cinta untuknya. Tapi, dia tak merasa demikian. Itu semua karena mu Akaashi," kata Kuroo sedih.

"Iya, terimakasih. Sekarang aku mengerti."

Kuroo tersenyum. Ia menepuk pundak Akaashi perlahan. "Kalau begitu tolong jaga dia ya, aku ada latihan."

"Ngomong-ngomong, kenapa dia selalu disiksa?"

Kuroo menghentikan langkahnya.

"Orangtuanya tak ingin anak perempuan," jawab Kuroo dengan singkat.

Setelah itu, Kuroo meninggalkan Akaashi.
.
.
.
.

Akaashi duduk di kursi sebelah kasur (f/n). Ia mengelus lembut telapak tangan (f/n).

"Saat kamu sadar, aku akan mengatakannya."

Iya, Akaashi sudah bertekat. Dia akan menjaga (F/n) dan menyayanginya. Dia tak seperti yang dulu lagi. Dia ingin membantu (f/n) dan membalas rasa sukanya.

Tak lama, Akaashi merasa jari (f/n) bergerak. Akaashi heboh, dia langsung memanggil dokter.

Setelah Akaashi kembali bersama dokter, dia melihat (f/n) yang sudah bangun.

"Biar kuperiksa sebentar," kata dokter itu.

15 menit kemudian dokter itu keluar.

"Jadi bagaimana keadaannya?" tanya Akaashi panik.

"Dia sudah baik-baik saja, hanya perlu istirahat saja."

Akaashi tersenyum. Dia sangat lega.

"Terimakasih ya."

Dokter itu tersenyum. "Kalau begitu saya permisi dulu."

Akaashi mengangguk. Setelah dokter itu pergi, dia segera memasuki kamar (f/n) lagi.

"Keiji?" panggil (f/n).

"Ya, aku disini," kata Akaashi halus.

"Terimakasih."

"(F/n), kenapa kamu bohong?" tanya Akaashi.

(F/n) diam. Mukanya sedih.

"Maaf, kamu pasti sudah tahu ya?"

"Iya, seharusnya kamu cerita semuanya. Aku tahu rasanya."

"Begitukah?"

"Iya, (f/n) sekarang kamu tak perlu khawatir. Kamu punya aku, andalkan saja aku. Ceritakan semuanya padaku. Kamu nggak sendirian lagi."

(F/n) tersenyum, dia menangis. "Iya, terimakasih Keiji. Tapi, kamu tak perlu melakukannya hanya demi orang yang tak berguna seperti aku."

"Tidak, kamu perempuan yang terbaik dan tercantik yang pernah aku temui."

Akaashi menghela nafasnya. Jantungnya berdebar keras, rasanya tak enak. Keringat dingin mengucur di dahinya. Rasa pusing menggerogoti dirinya.

'Phobia bodoh, pergi sekarang!'

"Kau tahu aku sangat meny---"

Bruk!

Akaashi jatuh pingsan.

What I can do is, in the garden, In this world

I bloom a pretty flower that looks like you

And breathe as the me that you know

But I still want you, I still want you.

•••••••

1 ch lagi end gaes.

Mungkin ada yang bingung sama liriknya? Memank rumid + kiasan banget eheq

Garden itu aku ibaratkan kek hatinya Akaashi.

Terus I bloom pretty flower, ya pokoknya flower atau bunga itu rasanya suka atau rasa cinta.

Mask aku yakin kalian tahu eheq

Terus, sand castle itu kek dirinya Akaashi

Yang diatas itu berdasarkan pikiranku sendiri makasih.

Bye~ see u Kamis yaw

The Truth Untold || Akaashi KeijiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang