10. (Air)

957 52 0
                                    

‘Air..

Aku sangat yankin takdir telah salah menempatkanku didunian ini buktinya aku berakhir disini.

Di Air

 memang ini pilihanku, memilih untuk mengakhiri semuanya dengan  melompat dan aku yakin itu bagian dari takdir yang seola-olah menanak tirikanku.  Tadi rasanya begitu menyenangkan saat aku melompat dan gravitasi menariku kebawah. angin begitu dingin dan aku merasa begitu bahagia seolah-olah semua beban dipundakku pergi bersama angin yang semakin lama semakin kencang.

jika berkenan aku ingin menjadi air, Aku akan lebih bahagia jika menjadi itu. Aku akan berkelana bebas pergi kemanapun aku mahu, aku bisa menjadi awan dan melihat dunia dari atas dan aku  bisa bergabung dengan laut, aku juga bisa  menjadi salju pertama turun atau memilih menjadi salju abadi yang tidak pernah mencair.

 Tapi semua bayangan itu sirna karena cahaya putih itu menghapus semua bayangan yang dengan suka cita kuciptakan

tirai jendelah mera maron berkobar tertiup angin, ruang yang begitu gelap hanya disinar oleh lampu tidur dan sinar bulan yang kebetulan bulan purnama malam ini.

“kamu sudah bangun”

“aaaaaaaaa” aku begitu kaget, dan secara tidak sadari posisiku sudah berdiri

“ HA Ha ha ha... ha...” suara tawa itu menambah kewaspadaanku

aku memandang kesegala penjuru tapi tidak satupun yang bisa aku lihat ruang ini begitu gelap, lampu tidur dan cahaya bulan tidak mampu menerangi seluruh runagan ini hingga mataku tidak bisa menembus apa pun

seketika terang.

“maaf mengagetka kamu” ujar pria yang berdiri di Kontak lampu, tanganya yang diselimuti lengan bajunya yang panjang tidak bisa menyembunyikan ototnya yang begitu besar, tangan berototnya masih tergantung di memegang kontak itu dan aku tahu siapa yang menghidupkan lampu “aku yang menyelamatkan kamu, jadi secara tidak langsung aku buakan mahluk yang berbahaya”

 mendengar itu aku sedikit mengurangi kewaspadaanku, dan tiba-tiba tubuhku terasa sakit dan kepalaku berkunang-kunang, dan kakiku tidak bisa kurasakan lalu dengan tiba-tiba tubuhku runtuh

“Kamu....kamu mahluk apa” tanyaku dengan nada yang sedikit ketakutan

 Gimana tidak ketakutan, pria yang berambut hitam yang berdiri didekat kontak lampu dengan cepat menangkap aku yang mau roboh

hanya cengiran yang dia beri padaku “aku akan memberitahukan kepadamu Tapi”

“tapi...” ulangku dengan suara pelan

“jangan takut gitu aku ngak mengigit kok” ujarnya tertawa renyah

“aku akan menunggu kondisimu menjad lebih baik.....”

***

 Seminggu berlalu dan aku kembali menjadi diriku yang semakin hari semakin pendiam, dan pria yang enyelamatkanku begitu memahamiku dengan tidak menyingung atau bertanya dari mana aku berasal atau apapun sejenis itu. intinya dia begitu menjaga privasiku dan sebagai balasan dia juga menjaga privasinya. buktinya selama seminggu ini kami tidak pernah berkenalan jika bertemu kami hanya bicara ringan, aku tidak tersingung dan merasa takut atas dia tidak mau menyebutkan identitasnya dan dimana aku sekarang menurutku itu semua adil, toh aku juga tidak memperkenalkan diriku padanya. Bukan tidak mau bercerita tapi hanya memilih  waktu yang sangat tepat dan ketika aku bercerita rasa kecewa ini tidak menusuk –nusukku dikalbu. Menurutku pria yang bermata sebiru samudra itu sangatlah baik

 Sudah dua hari aku tidak melihat pria itu katanya dia begitu sibuk, tapi kini dia berjalan tergesa-gesa mendekattiku

“Aku tidak mau berbasa basi lagi kamu bisa memangil aku awan dan aku adalah vampir” ujarnya tergesa-gesa seolah-olah tidak ada  lagi.

“A...Aaa Apa??” tanyaku dengan raut yang tidak bisa dipercaya

 ‘ kenapa aku harus bertemu dengan mahluk mitos yang suka memberi luka padaku’

“Terserah kamu angap aku gila Atau apa, yang penting aku harus kembali kekota untuk mengurus bisnisku” ujarnya mau meningalkanku

“Kamu bisa memangil aku aurora Dan aku” dia menghentikan langkahnya “ mateku merejectku” ujarku dengan airmata yang tuun begitu saja.

 Aku tersenyum manis, sunguh ini perkenala yang begitu aneh dan begitu jujur. Aku percaya Awan tidak berbohong kepadaku karena mengingat dan menimbang kejadian saat aku sadar, jika berfikir logis tidak ada manusia yang bisa berlari sekencang itu.

“Terserah mau percaya atau tidak, tapii terima kasih untuk seminggu ini kamu telah memberiku tempat tingal dan makanan yang layak juga pakayan yang sangat indah, kamu pria yang baik sekali lagi terima kasih” ujarku tulus

 Aku memandang wajahnya yang terlihat tdak percaya dengan apa yang baru saja aku katakan. Aku sadar disini bukan tempatku dan tidak ada alasan untkku tetap tinggal.

“ini lah hidup,” ujarku menerawang masa lalu, “Kamu tidak akan bisa terlepas dari kata perpisahan jika kamu sudah bertemu sama kata pertemuan, itu seperti dua sisi mata uang yang tidak bisa  bertatap muka tapi salaing melengkapi dan selalu bersama”

 Seolah-olah menyetujui keputusanku Angin begitu merdu meniup halus wajahku, rasa dingin yang nyamannya menerbangkan helayan demi helayan rabut panjangku yang tergerai. Suasana ini mengigatkanku ketik di air terjun itu.

“Kamu mau kemana? “ Tanya Awan yang ada dibelakangku

“Aku rindu kejadian seminggu yang lalu, saat angin meniup halus wajahku dan saat sejuta jarum masuk ditubuhku juga rasa dikuliti” ujarku seceria mungkin

My Mate Is Putri BulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang