16. ( Sore )

884 44 0
                                    

Ternyata waktu tidak bisa mengobat luka hatiku’

Tapi.

Cinta diatas segala-galanya

bolehkah...

bolehkah aku mengucapkan selamat tinggal dan menerima semua derita yang ada. ataukah tersenyum bahagia karena dia dalam jangkawan mataku...

membingungkan

     Seperti saat ini, dihalaman belakang rumah yang sudah tiga hari kami tempatkan bersama awan dan angkasa serta pria yang berpakayan serba hitam

      Memang aku curiga dengan situasi ini, seperti saat kami di serang serigala liar dan tentang kepindahan mendadak kami yang paling membuat aku masih mengagap mimpi adalah Angkasa.

     Tapi aku masih menteloransi privasi mahluk sejenis mereka.
Mungkin ada masalah pada kaum mereka yang jelas pasti aku tidak masuk hitungan karena aku bukan bagian dari mereka.

    Sore hari yang cerah dengan sedikit tiupan angin dingin disekitarku, Awan dan angkasa kelihatan serius berdiskusi di tepi danau.

     ih ya, sedikit informasi halaman belakang rumah ini berhadapan langsung dengan danau yang sangat luas.

    Aku menghirup teh panas yang lima belas menit yang lalu menemaniku menyapa sang jinga milik senja.

Tak bisaku pungkiri...
ingin sekali aku melawan takdir...
Mungkin benar, cinta yang abadi tidak pernah memiliki.

Aku menghela nafas lelah.
Hanya memandangnya diantara cahaya jinga sudah memuat hatiku kembali bergemuruh.

Atau aku masih sangat labil
mungkin bisa jadi aku salah mendifinisi cinta

Ataukah cinta itu tidak terdifinisi karena tidak ada batasan dalam cinta itu sendiri.

Ingin sekali menjadi cahaya senja, memeluk hangat wajahnya.
hidupku begitu kaku. aku terpanah memandang tangan dingin yang begitu lemah dan bodoh ini. tanganku begitu dingin dan bodoh hingga aku bisa kala dari sinar senja.

Jika aku piir baik-baik..
Angkasa benar, mana mau sang alpa yang sangat kuat  yang lagi berdiri di tepi danau itu menginginka mate selemah aku, apakah dia yang sesempurna itu mau memiliki pasangan hidup yang cacat seperti aku?
Pasti tidak, kami tidak akan salaing melengkapi melainkan kesempurnaan angkasa akan ternodai olah si cacat ini

Aku hanya bisa menangis, sangking lemahnya aku tidak bisa mengutarakan betap sedihnya, kecewa dan protesku kepada kakakku, ayah keluarga semuanya termaksuk Angkasa.

Aku bukan orang yang pedendam tapi tindakanku yang menerima luka ini lah yang membuatku jatuh semakin dalam di lubang kesensaraan.

   Exspresi Awan semakin menari tapi angkasa tidak berkutat dengan muka  tanpa ekspresinya. Andai aku manusia serigala pasti aku bisa mendengar ucapan mereka dari sini, dan menjadi kuat serta ikut dalam masalah mereka. agar aku bisa setara dengan mereka dan pantas menjadi pasangan Sang Alpa, Angkasa.

  Aku menunduk, mugkin tadirku hanya tersesat.

    Kenapa aku selemah ini
Dan saat aku melihat kedepan angkasa dan awan sudah tidak ada ditempat. Tapi bau harum masih tercium di udara.

      “memikirkanku” meski tiga hari belakangan ini sering terdenga samar, tapi rasa rinduku belum terobati

ingin rasanya mendengar suara itu lagi. Tapi tidak tahu bagaimana untuk mengungkapkanya.

Tidak ada ucapan yang dapat terlontarkan, hanya mataku tidak sangup berpaling dari pria yang tiba-tiba mucul dari sampingku
Aku menghela nafas, berusaha mengontrol diriku agar tidak memandangnya, meski sulit aku bisa.

“Selamat sore” seruku kaku tanpa memandang wajah angkasa
hening cukup lama

“sore” jawabnya
Sekali lagi aku berharap aku adalah manusia serigala

    Silaunya senja terhalang oleh hutan rimbun di barat sana,
‘ku harap dia tidak disini, ku harap tidak terjadi apa-apa selama ini agar aku bisa hidup bahagia tanpa angkasa, dengan mendung selalu menemandiku’

“rora, waktunya makan malam” pangil awan yang sedang berdiri di teras

Aku hanya menganguk lalu tapa sepatah katapun aku menghampiri awan dengan segala raguku

My Mate Is Putri BulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang