8. (Selamat Tinggal...)

1.1K 53 0
                                    

Tangan yang kokoh menyentuh pingangku. Aku suka sensasi saat kulitnya yang secara tidak sadar bergesekan dengan kulitku, sensasinya bagaikan tersengat listrik yang sangat lembut. Belum pernah rasanya tersengat listrik senyaman ini dan membuat candu. Dan aku juga menyukai saat jantungku memompa dengan cepat sehinga aku bisa merasakan betapa panasnya wajahku saat ini.

 Tanpa sadar aku sudah berdiri didekatnya. Tangannya yang memegang pingagku sudah dilepaskannya, matanya segelap malam itu masih insten menatapku, aku begitu terlena dalam tatapanya sehinga terniat dihatiku aku ingin menjadi bintang yang menghasi matanya

Tanpa basa basi angkasa melangkah meneruskan jalanya

“TUNGGU....?” Rasanyeri dipesendianku terasa saat aku ingin mengikuti langkah angkasa,

 ‘kakiku terluka’ batinku ‘kenapa terluka disaat sepenting ini, aku jadiga susah menyusul angkasa.’ batinku kesal

“Au” rintihku, rasanya begitu perih saat aku melangkahkan kakiku. Aku juga berharap pria itu cukup peka dan menghentikan langkahnya

 Tapi harapanku cukup besar untuk menjadi kenyataan. Dan besarnya harapanku,menjadi besar pula kekecewaanku ‘dia bukan pria yang peduli’ jujur aku lelah dan lelah bukan alasanku untuk menyerah karena aku bukan wanita yang lemah.

“Angkasa” teriaku memangil namanya

 aku tidak percaya langkahnya terhenti,

“Apa?” tanyanya dingin

 Angkasa telah membalikan tubuhnya menghadapku, rasa jengkelnya tanpak jelas dari wajahnya yang super tampan itu.

“aku terluka” ujarku merengek, dan lagi-lagi aku berharap dia akan peduli seperti pria-pria pada umumnya

“Lalu” ujarnya datar

 Dari jawabanya aku sadar dia bukan pria pada umumnya.

 Dan aku juga gelagapan atas jawabanya diluar rencanaku, aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Sebenrnya aku tidak pernah menghadapi laki-laki apalagi laki-laki seperti angkasa yang tidak peka. Apa lagi ini diluar ekspetasiku dan aku tidak ada persiapan untuk menghadapi hal seperti ini.

“gini..em.. “ aku mencari ide, mataku menerawang kesegala penjuru kehutan, kesungai dan keair terjun berharap ide tiba-tiba terlintas

dan saat pandanganku menerawan ketempat terakhir kali aku melihatnya, tempat itu sudah kosong

‘dimana pria itu?’ batinku ‘cepat sekali dia pergi’

aku menghela nafas

‘ angkasakan manusia srigala, kecepatan berlarinya tidak sama dengan kecepatan manusia biasa’ batinku

***

 Aku pulang dengan perasaan bahagia, meski dibekali ole-ole luka namun ini tidak terasa karena Aku mendapat apa yang aku inginkan meski sediit berkorban. Tapi aku memakluminya karena untuk mendapat apa yang kamu inginkan pasti membutuhkan perngobanan yang sebanding dengan apa yang akan kamu raih

“ Kamu pulang dengan jiwa yang tidak utuh” ujar bangsurya tidak lupa dengan nada datarnya.

 Terkadang aku jengkel dengan nada yang tidak memiliki dinamika itu, karena terkadang aku salah paham sendiri. Terkadang aku mengangap ucapan bangsurya adalah kalimat tapi itu adalah pertanyaan atau pun sebaliknya. tapi lama kelamaan aku meulai terbiasa.

“APA” tanyaku seagai dari wujud kekagetanku dari suara surya yang datang tiba-tiba

“kamu pulang dalam keadaan gila” jelasnya dingin

My Mate Is Putri BulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang