1 9 8 0 S E A
©youshouldcutthatASAP cerobong kapal mengepul di udara, pelabuhan Rotterdam ramai akan khalayak yang berbondong menyaksikan beberapa petugas menaikan puluhan ikat bahan bakar, yang dipikul di tiap lengan.
Tungku dibakar, dentang nyaring pertanda akan segera berlayarnya kapal mega dibunyikan, uap mulai menyala menyertakan lenggang kapal yang diciptakan oleh sang nahkoda.
Netherland, 1964
Cuaca terik yang menarik untuk mengabadikan perjalanan panjang bersama pria berdasi licin, maupun wanita dengan bibir berpoles perona memesona. Gaun potongan rendah yang berkelas serta pantofel hitam mengkilap merajai seisi ruangan terbuka.
Derap langkah mengendap tercipta dari seorang gadis berambut cokelat tua, terusan putih lusuh yang ia kenakan terombang-ambing kesana kemari mengikuti gerakan gesit yang ia ciptakan, melodika musik bergaya perancis kuno turut menyahuti langkahnya yang kian bertambah cepat.
Namun, sepertinya kesenangan tersebut harus cepat melenggang pergi ketika deritan pintu kayu oak terbuka, menampilkan sosok pria berpostur tubuh kurus yang menatapnya kilat penuh intimidasi.
"Tuanmu pasti sedang frustasi berat sekarang, bagaimana reaksinya ketika melihat kucing kesayangan nya berani menyelinap masuk ke kapal tanpa membayar?"
Sindiran halus dari suara bariton tersebut mengudara, membuat gidik ringan pada gadis yang masih tergugu di depannya. Tak mengidahkan ucapan pria tersebut yang laksana gema, ia justru kembali membawa tungkainya untuk berlari menjelajahi isi kapal yang ia tumpangi tersebut.
Decakan kasar sumbang terdengar dari bibir pria tersebut, dasar gadis barbar.
Alas kaki berupa sandal kain ia lepas, cardigan putih gading tak luput ia tanggalkan, menyisakan pakaian berantakan dan rambut sepanjang pinggang yang ada pada dirinya.
Jennie Ruby Jane.
Manis, satu kata yang berhasil menggambarkan berjuta frasa yang tercipta dari pesonanya. Ia adalah gadis muda asia yang ditelantarkan di negeri kincir angin pada saat umurnya belia.
Nasib malang membawanya kepada seorang pujangga raja kaya raya yang menjadikannya sebagai merpati bersinar di dalam sarangnya, menjadikannya pianis handal yang cukup pembangkang.
Alasannya mudah, karena ia lebih memilih kebebasan ketimbang terkurung di sangkar emas yang selama ini menjadi tempatnya menggali hidup sempit.
Senyuman manis terpatri di bibir nya kala ia memasuki salah satu ruang penyimpanan minuman beralkohol, totalnya ada 25 drum berisi anggur mahal yang tak perlu ditanya kualitasnya. Jennie ternganga ketika melihat gelas-gelas kaca berkaki panjang itu menghiasi ruangan petak tersebut secara dominan.
"Lebih indah dari planetarium tuan Jiyong,"
Gumamnya yang masih antusias oleh pemandangan kaca silindris yang berjejer berurutan, nampaknya hal tersebut dapat menghipnotis mentalnya secara percuma. Puas berjelajah pada ruangan tersebut, ia kembali mencutik tempat apalagi yang akan ia nikmati selanjutnya, manik kucingnya memicing tatkala cardigan putih yang tadi ia lepas secara asal, kini justru terlempar kearah dirinya secara sembarang.
Sumpah serapah yang hampir keluar, tertahan. Seruan kecil alarm dari dalam tubuhnya bergerincing.
Astaga, gawat.
"JaneㅡJennie,"
Suaranya dalam sekali, bahkan aksen korea kentalnya semakin mendramatisir keadaan.
Jennie mencoba menelan salivanya yang tiba-tiba terasa sulit untuk dialirkan.
"Jangan coba-coba bermain titanic disini,"
Pria sinting!
Lee Taeyong benar-benar kurang waras dan harus segera di obati.
"Pria congkak, apa yang kau lakukan disini, dasar payah!" sulut Jennie membakar kobaran.
Sayangnya, ini adalah Lee Taeyong, pria dengan seribu pesona yang menggaet profesi sebagai nahkoda utama di kapal ini.
Taeyong tersenyum miring, yang sedetik kemudian langsung sirna dari bibir tipis tersebut. Jennie tau ini adalah kabar buruk, karena pada dasarnya pertanyaan itu justru terlontar untuk dirinya sendiri dalam keadaan seperti ini.
"I know you're not that dumb, baby, apa kau baru saja tersadar bahwa pertanyaan itu adalah bumerang?"
Jennie menggeram kesal, jemari lentik piawai yang biasa bermain diatas tuts piano kini meremat ujung gaunnya keras-keras, menciptakan pola garis-garis abstrak secara acak.
"Uh, just let me do whatever i want, sir," ucapnya sembari melangkah melewati Taeyong berdiri, tungkai jenjangnya sengaja ia injakan pada pantofel bersol keras yang pria itu kenakan.
Geraman keras Taeyong sukses membuat tubuh gadis itu bergeming sebentar, sebelum setelahnya ia membalikan badan kurusnya di samping pintu.
Tanganya terangkat, surainya ia sibak, "and once again, don't baby-ing me!" serunya lantang, setelahnya hanya suara langkah kakinya yang terdengar menjauh.
Taeyong tersenyum kecil, berapa umur gadis itu sekarang?
Pertama kali ia bertemu, gadis itu bahkan baru berumur 16 tahun, sepertinya 3 tahun cukup lama, kini gadis itu terlihat lebih dewasa, badanya yang dulu pendek dan gembul kini terlihat proporsional dan berlekuk di area yang bagus untuk dipandang. Apa-apaan tatapan nya itu, tajam sekali seperti pecahan kaca, pasti tuannya mendidiknya menjadi gadis berderajat yang disegani, oh iya, sifat keras kepalanya sedari dulu rupanya tidak memudar sama sekali. Ulat lucunya kini sudah bertransformasi menjadi kupu-kupu legam.
"Kau lucu, Jennie,"
Manik jelaganya melirik benda yang berhasil mencuri atensinya pada penjuru ruangan, tangan pucat bak porselen kepunyaannya ia gerakan untuk mengambil kalung emas yang tergeletak di lantai kayu yang ia pijak, manik hitam pekatnya menelisik rantaian tersebut, mempreteli semua teka-teki dengan membuka bandul liontin yang menghiasi inti kalung tersebut.
Senyum lebar yang jarang ditunjukan merekah sempurna, berpikir sebentar dan memutuskan untuk menyimpan perhiasan tersebut di saku celana bahan yang ia kenakan.
Kau mahir bermain rupanya, dan aku menyukainya. Pesonamu terlalu menarik, bahkan tanpa harus kulirik.
"Clumsy."
TBC
●Nineteeneighty sea●Thanks for reading,
Vote comment for next chap!
-Del.Clp, 25 juli 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
1980 SEA ; Jennie x Taeyong [ON HOLD]
Fanfictionㅡ"Kau terlalu mendambakan hal yang bersifat bahagia, dan yang terealisasikan hanyalah perasaan basa yang terasa hampa," Kebahagiaan diciptakan oleh tolak lambung harapan yang tinggi, dan ketika kau memutuskan untuk menjatuhkan nya dalam-dalam, maka...