satu.

551 61 2
                                    


Jinyoung sudah biasa melihat makhluk dengan wajah hancur (Nyonya Jung memberitahunya bahwa mereka disebut hantu). Beberapa dari mereka tidak memiliki kaki atau lengan. Terkadang mereka diam, terkadang mereka melayang. Jinyoung pertama kali melihat mereka di hutan dekat panti asuhan saat hari sudah hampir gelap. Keesokan harinya, dia masih bisa melihat mereka bermain di taman. Bedanya, hantu – hantu yang bermain di taman tidak begitu menakutkan karena mereka hanyalah anak-anak dengan kulit yang sangat pucat dan mata yang sangat gelap. Mereka mungkin meninggalkan dunia karena sakit.

Jinyoung mulai kehilangan kemampuannya ketika ia diadopsi pada usia lima oleh seorang pria bernama Hwang Minhyun. Ayah barunya adalah pria yang sangat baik. Lelaki itu memberinya kamar yang sangat besar dengan dinding biru muda, banyak mainan, dan tentu saja ciuman di pipi setiap malam. Terkadang Jinyoung akan menerobos masuk ke kamar ayahnya dan pria itu akan memeluknya.

Ayahnya seperti matahari. Hangat, banyak tersenyum.

Ayah barunya sempurna.

Meski begitu, Jinyoung tidak dapat menyangkal bahwa setelah beberapa lama, dia merasa agak kesepian. Terkadang ayah barunya akan berangkat ke tempat kerja di pagi buta dan pulang saat langit telah menggelap. Meskipun pengasuhnya selalu ada di sana bersamanya, bocah itu selalu menanti kehadiran ayah tercintanya. Namun Jinyoung adalah anak yang selalu berpikiran positif dan berusaha untuk tetap bahagia bagaimanapun caranya. Setidaknya Bibi Yumi membuatkanku kue lezat, Batinnya.


===============


Jinyoung berusia enam tahun ketika ia mulai mendapatkan kemampuannya kembali.

Saat itu tengah malam. Tiba-tiba ia tidak bisa tidur. Piyamanya basah oleh keringat, tetapi dia menggigil begitu keras. Dia ingat bahwa saat itu musim panas sedang melanda, tetapi entah mengapa udara malah terasa begitu dingin.

Jinyoung baru saja akan berlari ke kamar ayahnya, namun ia segera membeku seperti patung sesaat setelah dia melihatnya.

Melihat seorang wanita, atau bisa dibilang hantu,

Dengan rambut panjang kusut yang menutupi wajah dan baju putih kusam duduk di sudut kamarnya.

Sang hantu tidak bergidik, namun Jinyoung sudah ketakutan setengah mati. Sudah satu tahun bocah itu tidak bisa melihat makhluk – makhluk semacam itu lagi.

Jinyoung rasa nona hantu di sudut ruangannya tidak memiliki niat buruk padanya. Namun mata besarnya mengarah pada tubuh kecil Jinyoung, seakan memanah Jinyoung dari jauh. Jinyoung hanya bisa menangis dan menjerit, berharap ayahnya akan segera memasuki kamarnya. Karena jika ia bergerak dari kasur, bisa saja sang nona hantu mencengkram kakinya bukan?

Bocah ketakutan itu masih saja menjerit ketika tiba – tiba saja, ia merasa ada tangan di atas kedua pundaknya.

Sejak tadi, tak terdengar adanya suara deritan dari pintu sama sekali.

Aneh.

Lebih aneh lagi, pintu kamar Jinyoung ternyata masih tertutup rapat.

Ini bukan ayahku. Apa nona hantu membawa temannya yang lain?

Seseorang yang memegang pundaknya semenjak tadi (dan yang akhirnya Jinyoung ketahui sebagai seorang laki – laki) berbisik lembut. "Tidak apa-apa, bocah kecil. Aku akan mengusirnya."

Benar saja. Lelaki itu memang bukan ayahnya. Jinyoung bahkan bisa merasakan bahwa dia adalah,

Dia sesosok arwah pula.

Jinyoung begitu yakin bahwa lelaki itu adalah sesosok roh. Tapi ia tidak mengerti. Kenapa hal itu tidak membuat Jinyoung takut? Mengapa itu tidak membuat semua bulu kuduk Jinyoung berdiri seperti saat ia melihat nona hantu di sudut ruangan?

Terus terang, justru hantu lelaki ini memberinya sama aman.

Saat hantu lelaki itu mulai berbicara, tak terlihat sedikitpun penampakan dari wajahnya karena lampu kamar Jinyoung yang masih dimatikan. Namun suaranya begitu normal, tidak menakutkan, dan tenang.

"Yang benar saja? Duduk di sudut kamarnya dan menatapnya tajam? Kau sengaja membuatnya takut?"

Si nona hantu mengeluarkan suaranya yang kecil dan lemah, namun entah dengan cara apa masih terdengar marah. "Enak saja, kau tahu kan aku sudah di sini sejak lama. Aku bahkan tidak tahu dia bisa melihatku."

"Nah, sekarang dia bisa melihatmum dan wajahmu menakutinya. Kalau begitu sebaiknya kau pindah ke rumah di seberang jalan. Tidak ada manusia di dalamnya." Dia mengatakannya dengan tenang, seolah hantu di depannya tidak memiliki wajah yang paling menakutkan.

"Sialan Seongwu, aku ada di sana selama dua minggu, tetapi para gumiho sangat berisik di malam hari. Telingaku rusak tahu?"

"Ya Tuhan, Joohyun. Katakan saja kau tidak ingin Junmyeon menggodamu di sana kan?"

"Ugh, baiklah." Wanita itu berdiri, sekali lagi menatap mata Jinyoung. Dan setelah beberapa detik mengamati, Jinyoung berpikir bahwa mata hantu itu sangat kontras dengan wajahnya. Wajahnya hancur, tetapi matanya begitu gelap dan indah. "Terimakasih sudah mengusirku demi anak angkatmu itu, Seongwu. Perlu kau tahu aku tak suka menakut – nakuti orang."

Sang nona hantu menjauh pergi. Ditembusnya jendela kamar yang tertutup rapat, meninggalkan Jinyoung dengan hantu lelaki itu.

Jinyoung bisa melihat wajah si hantu lelaki dengan jelas ketika dia akhirnya duduk di tempat tidur Jinyoung dan menyalakan lampu tidurnya yang bercahaya kuning.

Dia mengenakan celana jeans, kaus putih, dan jaket denim robek. Dan wajahnya,

Sempurna, dengan garis rahang paling tajam yang pernah Jinyoung lihat dalam hidupnya.

Jinyoung tersentak melihat betapa sempurna penampilannya. Dia tidak mengira hantu bisa terlihat sangat tampan dan modis seperti itu. Anak itu belum mengeluarkan sepatah katapun saat Seongwu si hantu menyuruhnya tidur dan menutupi tubuh anak itu dengan selimut hangat. "Mimpi indah, Jinyoungie. Mulai sekarang, Ahjussi akan menjagamu."


===============


Hallo hallo uwu makasih buat semua yang udah baca sampe sini!! (Pede banget dibaca orang yaampun). Just wanna tell you that I never wrote fiction before (seringnya bikin makalah :"), paling banter cuma nyampah - nyampahin folder sama WIPs yang tidak akan pernah dipublish. So bear with me yaa coz I'm a baby writer and I know I'm still lacking here and there. Dan alasan itu juga sih yang bikin aku agak hesitant buat lanjutin ini. But who knows tho...we'll see :)

[OngHwang] Our Feelings (Remain Unspoken)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang