Taeyong meraih lengan Jisoo dan menariknya ke arah pintu kecil, tempat dimana pria berseragam memegang mikrofon mengumumkan bahwa mereka menaikkan penumpang kelas satu lebih dulu. Taeyong mengajak Jisoo menuruni jalan lalu masuk ke pesawat.
"Kelas satu," ujar Jisoo bingung, saat Taeyong mendorongnya ke kursi lebar dan nyaman dengan ruang kaki luas yang cukup lapang bagi pria seukuran Taeyong.
"Selalu," gumam Taeyong, geli melihat Jisoo terpesona, "Aku tak suka tempat sempit."
Jisoo memasang sabuk pengamannya dengan senyum kecut, "Melihat ukuranmu aku bisa memahami itu, tapi bagaimana dengan Ayah?" tambahnya, malu bahwa ia masih mendesak tentang masalah itu.
"Seulgi mengawasinya, ketika Pogo kembali, dia akan bergantian dengan Seulgi di apartemenmu untuk menjaga ayah. Eb dan Cy juga mengawasi. Aku berjanji, Ayah akan aman," Taeyong ragu-ragu, menatap mata kecoklatan Jisoo yang besar dan terlihat pucat, "Kaulah yang dalam bahaya."
"Karena aku kabur," Jisoo mengangguk setuju.
Taeyong tampak khawatir. Mata gellapnya menyipit memandang Jisoo, "Lopez tidak pernah kehilangan tahanan. Kau yang pertama. Seseorang akan membayarnya. Dia akan menjadikan orang-orang yang tidak mengawasimu dengan baik sebagai contoh. Kemudian dia akan menjadikan kau dan aku sebagai contoh -jika dia bisa- untuk memastikan reputasinya tidak rusak."
Jisoo gemetar tanpa sadar. Itu mimpi buruk yang akan menghantuinya selamanya. Ia ingat apa yang sudah ia alami dan matanya terpejam merasakan gelombang ketakutan yang nyata.
"Kau akan aman Jisoo. Dengar," ujar Taeyong, membaca ekspresi adik tirinya itu. "Aku tinggal di pulau kecil di kepulauan Bahama,. Aku memiliki perlengkapan pengawasan canggih dan pasukan kecil tentara bayaran yang bahkan Lopez ragu-ragu untuk menghadapinya. Lopez bukan satu-satunya yang memiliki reputasi dalam kelompok-kelompok teroris. Sebelum aku membentuk timku dan disewa sebagai tentara profesional, aku bekerja untuk CIA."
Mata bulat Jisoo terbelalak. Ia tidak tahu itu. Ia tidak tahu apa-apa tentang Taeyong.
"Mereka mendekatiku ketika aku masih kuliah, sebelum aku berganti haluan untuk sekolah kedokteran. Aku sudah belajar bahasa Prancis dan Belanda, dan aku belajar bahasa Jerman pada tahun kedua. Aku tidak dapat berbaur dengan baik di negara Arab, tapi aku bisa lolos sebagai orang Jerman atau Belanda. Aku banyak bepergian untu CIA," Taeyong tersenyum, mengenang kembali.
"Itu pekerjaan berbahaya dan menarik. Pada tahun terakhir residensi, aku tahu dengan pasti aku tidak akan bisa menetap untuk melakukan praktik dokter. Aku tidak bisa hidup tanpa bahaya. Saat itulah aku meninggalkan sekolah selamanya."
Jisoo memperhatikan setiap kata. Rasanya luar biasa mendengar Taeyong berbicara kepadanya dengan sejajar, sebagai orang dewasa. Mereka tidak pernah benar-benar mengobrol sebelumnya.
"Aku bertanya-tanya kenapa kau berhenti." kata Jisoo.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last Mercenary [Taeyong x Jisoo]
RomanceLee Taeyong adalah pria yang misterius dan pendiam. Tak seorang pun tahu tentang kehidupan pribadinya- yang memang sepatutnya. Karena Taeyong adalah tentara bayaran, dan kebohongan-kebohongannya selama ini menjauhkan orang-orang yang dicintainya dar...