• Istri •

8 1 0
                                    

Masih, aku masih terus belajar menjadi diri yang lebih baik. Menjadi istri yang menyenangkan hati suami, menjadi ibu yang membersamai tumbuh kembang anak dan belajar menjadi anak yang berbakti kepada orangtua (termasuk mertua).

Kupikir andai dari awal sebelum menikah aku sudah merencanakan semuanya. Mempersiapkan diri memahami jalan yang bakal dilalui, membawa cukup bekal. Aku dituntut harus belajar justru setelah menikah, learning by doing. Belajar dari orang sekitar, mencari info lewat pakarnya, lewat media sosial, internet, ikut kelas parenting dan sebagainya. Aku baru sekarang belajar banyak sekali hal tentang mengasuh anak dan membangun keluarga. Tentang menjaga hubungan suami-istri.

Dengan berusaha menunjukkan kebaikan, aku mempraktekkan ilmu yang kudapat melalui tindakan, bukan hanya perkataan saja. Karena suami adalah seorang pria, yang butuh pujian, penghargaan dan rasa dibutuhkan, perlu hati-hati menyampaikan jangan sampai aku menggores egonya, kurang menghargainya, tidak hormat kepadanya. Takut dipertanyakan di akhirat nanti, mana baktimu.

Seperti hadis Rasulullah yang menyebutkan "Seandainya aku boleh menyuruh seorang sujud kepada seseorang, maka aku akan perintahkan seorang wanita sujud kepada suaminya." Hadis hasan shahih: Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (no. 1159), Ibnu Hibban (no. 1291 - al-Mawaarid) dan al-Baihaqi (VII/291), dari Abu Hurairah radhiyallaahu 'anhu. Hadis ini diriwayatkan juga dari beberapa Sahabat. Lihat Irwaa-ul Ghaliil (no. 1998).

Sujud merupakan bentuk ketundukan sehingga hadis tersebut di atas mengandung makna bahwa suami mendapatkan hak terbesar atas ketaatan istri kepadanya.

Sampai aku bisa menjalin komunikasi efektif dengan suami. Komunikasi adalah kunci. Kalau dia bisa santai, aku tidak bisa. Kalau suami mungkin cuek dan asal apa adanya, oh tidak boleh, aku harus mengambil sikap, aku yang harus maju menyusun inisiatif. Bukan aku yang terlihat selalu mengalah tetapi karena memang semua ada caranya.

Aku selalu percaya, berpegang pada prinsip 'jungkat-jungkit'. Kalau suami sedang landai berada dibawah, aku harus tegak berdiri diatas, begitu pun sebaliknya. Ini demi berjalan-baiknya perputaran roda kehidupan rumahtangga, yang dinamis. Termasuk bagaimana mendidik anak yang bukan mudah. Diperlukan tanggungjawab penuh dari tangan kedua orangtuanya.

Mungkin memang aku dan suami disuruh belajar terlebih dulu, dititipkan-Nya kami di rumah orangtua sebelum semua ingin itu tercapai. Allah memberikan kesempatan bagiku, bagi suami agar bisa bersatu dalam padu, menjadikan kami sebagai tandem partner yang selaras, sepasang team work yang kuat. Dengan niat beribadah kepada Allah, menikmati masa ini dengan terus mendekatkan diri kepada-Nya, berdoa dan berusaha.

Selalu ingat tidak ada lagi aku-kamu, tetapi, kita. Bahwa alur rumahtangga ini kisah bersama, kerja bersama perjuangan ini surga tujuannya. Walaupun rencana masih berantakan, pun banyak keinginan yang harus ditahan. Ada rumah kecil yang mandek, belum diselesaikan pembangunannya. Ada anak yang membutuhkan pendidikan yang baik, mungkin biaya tidak sedikit untuk sekolah.

Aku yang masih harus berjuang dengan materi yang terbatas, hidup sangat sederhana jauh dari kata nyaman. Sedang mengumpulkan sebanyaknya usaha dan doa maksimal agar tetap melambungkan cita-cita. Tentu tantangan ini adalah juga tantangan bersama.

Mendaki tangga lebih tinggi menuju puncak. SEMANGAT!

Itulah aku yang diuji dengan masih harus membangun lingkungan yang baik, membangun rumahtangga, keluarga dan mendidik anak. Andaikata aku bersama suami yang 'sempurna' seperti apapun bukan berarti masalah menjadi tidak ada.

Dia bukan suami impian tetapi dalam dirinya dikirimkan-Nya sosok teman sejati mengarungi hidup ini. Dia kepala keluarga sekaligus ayah bagi anak-anakku. Dia imam pemimpinku yang akan selalu bersama berjalan beriringan.

Belajar dari memecahkan misteri setiap episode kehidupan yang terus dijalani---bagaimanapun sulitnya, membuat diri menemukan hikmah indah-Nya. Jodoh bukan terletak pada siapa dia dan bagaimana sifat sempurna diri suami/istri kita, tetapi, jodoh itu bagaimana kita bersama bisa menyamakan irama langkah menuju-Nya. Allah Yang Tahu.

Menaklukkan apapun tantangan yang menyertai demi bersama, saling berhubungan *berhubungan apa saja eaaa, saling memberi, berbagi menutupi kekurangan, memaksimalkan kebaikan diri untuk bermanfaat bagi satu sama lain dan selanjutnya agar menjadi orang yang menyebarkan manfaat dari rumah kepada sekitarnya.

***

Kubaca lagi kisah-kisah para istri dan termasuk kisah ini, begitu tadi aku merasa butuh kekuatan. Aku seorang istri, yang ingin bersama bahagia. Bersama meraih surga-Nya.

Wahai, suami ... Allah Sang pembolak-balik hati. Iman kita yang masih naik-turun, sebaiknya mari kita saling nasihat-menasihati. Mohon ingatkan aku,

Suamiku, asal kau tahu. Aku akan selalu berada di belakangmu menjadi makmum yang juga bisa mengoreksimu jika ada yang kurang benar. Aku punya mulut yang sebanding cerewetnya dengan alarm bangun sahur. Aku akan membangunkanmu, dan lebih gencar menarik lepas selimutmu agar segera ambil wudu, karena mentari segera terbit sedangkan engkau belum mendirikan subuhmu.

Rasa sayangku lebih memilih mengganggu nyenyak tidurmu, daripada nanti kau salahkan aku di akhirat dengan tuduhan-tuduhanmu yang mengatakan aku tak peduli padamu. Aku sayang kamu, dan aku ingin kita bersama till jannah. Jangan sampai kelak di sana kita menjadi musuh. Mungkin saja, aku akan sedih berkepanjangan, kan ...

Ya! Aku ingin menjadi yang KUAT!. Sekarang dan nanti. Seperti kekuatanku yang pertama, saat memantabkan hati ... Bismillah aku mengawali langkah di kehidupan babak baru, memilihmu menjadi suamiku saja.

Duh. Curcol berkepanjangan. Mellooooww marsssmeellllowwww😂😂😂

Sudah ah ahh. Dibuat dan dibagikan khusus untuk #littlebees #littlebeeschallenge #littlebees22

111 kisah para istri lainnya bisa dibaca dalam buku "Belajar Jadi Istri yang Sesungguhnya"

Terimakasih❤️

Soo much love,
Isnainijealifa

Tepi CeritaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang