• Mengantuk •

1 1 0
                                    

Kututup buku yang kubaca, kepala terasa berat ditambah kantuk yang menyerang. Benda yang menjadi satu-satunya temanku itu masih kugenggam saja. Rasanya masih ingin mereguk kenikmatan yang terkandung di setiap lembarnya. Namun, lelah tubuh ini tak menyanggupi. Aku memang sudah biasa berbaring begini, sambil memeluk buku.

Huff … aku sempatkan beristirahat dengan membaca. Walaupun sering juga pada setiap kesempatan pikiran terlintas, tentang perasaan hati yang tak dapat diungkap, tekanan batin yang menyumbat, aku menorehkannya. Buku juga yang mau menampung segala keluh kesah.

Heran, aku sering membaca tulisan mereka yang mengatakan akan selalu ada kemudahan dibalik kesulitan. Akan ada pelangi selepas badai. Tawa dan canda pasti kaujumpai setelah semua kesedihan terlewati. Mana?! Ah, apa ini tulisan untuk menyenangkan diri mereka sendiri atau memang benar begitu adanya? Belum pernah kutemui.

Kenapa aku tak kunjung sampai kepada bahagia yang kucari? Badai ini seakan tak pernah berhenti, di mana lengkungan penuh warna-warni? Derita ini masih ditanggung badan, sendiri. Aku selalu yang kalah oleh silaunya terpaan dunia. Aku memilih bersembunyi ketika aku tak mampu memaksakan kaki berjinjit agar tampak terlihat di muka. Aku ditekan sedemikian kerdil oleh kelemahanku. Aku benci!

Aku yang masih harus bertahan, menunggu tentang kapan, bila mana ada yang membawaku pergi dari tempat ini. Aku menanti jalan yang katanya tanpa liku itu. Setidaknya, aku ingin keluar menyibak kemelut yang berkecamuk. Andai bisa aku lari.

Mustahil! Bentak bagian dalam diriku. Hey! Tak adakah yang mendengarku mengaduh berkeluh?

Kupejamkan mata sepelan liukan daun bunga matahari yang mengalun akibat tiupan angin sepoi-sepoi. Sangat pelan hingga tak kurasakan lagi pemberatnya.

Ada bius yang merambat dan melumpuhkan lemahku. Agar melupakan sejenak rasa sakit itu. Menjeda sejarak kenyataan dengan mimpi. Aku mencoba terlelap meskipun ragaku tak pernah tidur. Kurasakan itu, harus terjaga ketika habis malam dan segala kepayahanku tak pernah sembuh.

"PUTIH!" seseorang menyentakku.

"Bangun, Putih! Aku lapar. Buatkan aku indomi. Buruan!" Bawang Merah, salah satu mimpi burukku dengan perintah yang harus secepatnya. Bahkan aku tak pernah punya kesempatan untuk bertanya, apalagi menyela. Ini jam berapa? Sudah lebih setengah malam.

"Baik, tunggu di kamarmu." ucap mulutku pasrah. Tidak jadi melabuhkan diri dalam empuknya kenyamanan. Kusingkap pula atap mimpi teduh yang menutupi seluruh tubuh. Kenapa dia tak mau usaha sendiri mengatasi masalah perut karung yang tak pernah penuh itu!

#isnainijealifa #ceritasaja #cerpenmini #depresi #insomnia #stres #mengamuk #bencidunia #terlalubaik #antagonis #psimis #harusyakin #harusbahagiadirisendirijuga #bahagiadulu

Tepi CeritaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang