Bad Day

30 5 0
                                    

"Dok, saya mau kumpul sama temen-temen saya aja. Itu mereka di sana." Tunjuk Desy ke arah teman-temannya.

Leo mengikuti arah telunjuk gadis di sebelahnya. Ia mendapati teman-teman Desy sedang berkumpul, Leo seketika menggandeng tangan Desy tanpa izin dari gadis itu.

"Eh mau kemana, Dok?"

Desy terkejut saat tangannya tertarik oleh Leo, ia berusaha menahannya namun tenaganya tak sebanding dengan tenaga Leo.

"Kumpul sama temen kamu kan?" Tanya Leo memastikan.

Desy menghembuskan nafasnya kesal, yang ia maksud hanya dirinya saja yang berkumpul dengan teman-temannya tapi sepertinya Leo salah mengartikan ucapannya tadi.

"Dok tapi saya maunya sendirian kesana." Rengek Desy berharap Leo akan melepaskannya.

"Emang saya peduli dengan penolakan kamu?"

Desy tak habis pikir dengan pria yang kini menggandeng tangannya atau lebih tepatnya sedang menyeret tangannya. Tak ada hal yang membuat gadis ini marah selain pria bernama Leo. Akhirnya Desy hanya pasrah dan mengikuti langkah Leo dengan sedikit terburu-buru.

"Saya sama Desy boleh gabung?" Tanya Leo saat sudah sampai di kantin tempat teman-teman Desy berkumpul.

Abel, Dicky, Bara dan Farhan menatap Leo dan Desy dengan ekspresi terkejut, heran, dan bingung yang bercampur menjadi satu hingga akhirnya Farhan mulai membuka suara.

"Oh tentu Dokter, silahkan duduk." Ucap Farhan ramah.

Leo mendudukan dirinya dikursi sebelah kiri Farhan dan Desy berada di sebelah Leo. Tangan gadis itu masih berada digenggaman Leo dan hal itu berhasil mencuri perhatian keempat temannya. Desy yang merasa aneh pun akhirnya bertanya.

"Ngapain sih lihatin guenya gitu banget? ada yang salah sama penampilan gue?"

Keempat temannya itu tidak ada yang menjawab bahkan terlihat tidak peduli dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh Desy, gadis itu mendengus sebal.

"Dokter Leo kenapa sejak tadi menggenggam tangan Desy?"

Pertanyaan Bara sontak membuat Desy mengalihkan pandangan ke tangannya dan benar saja tangannya masih berada di genggaman pria menyebalkan itu. Desy segera melepaskan tangannya namun Leo malah semakin mengencangkan genggaman tangannya pada tangan Desy.

"Bar, jangan salah paham tadi gue__,"

"Kalo gadis ini saya lepaskan genggamannya maka akan berkeliaran kemana-mana, tubuh pendeknya hanya akan menyulitkan saya untuk mencarinya."

Mendengar jawaban Leo, keempat sahabat Desy dibuat tertawa terbahak-bahak sementara Desy sudah naik pitam, sekarang tak hanya mengganggu hidupnya Leo juga sudah berani menghina fisiknya. Dasar pria menyebalkan, batin Desy menambahkan.

Desy bangkit dari duduknya dan membuat Leo menoleh ke arahnya dengan tatapan penuh tanya, Desy yang mengerti dengan tatapan itu langsung saja menyahutinya.

"Saya mau ke toilet, Dokter juga mau ikut?" Tanya Desy menantang.

"Kenapa nggak?"

Desy membulatkan matanya saat mendengar jawaban tak terduga dari Leo.

"Dasar Dokter mesum!"

Desy melepaskan genggamannya dengan sekali hentakan, dan segera meninggalkan Leo dan keempat temannya. Leo hanya bisa menahan tawa melihat ekspresi marah Desy yang baginya itu sungguh menggemaskan.

"Dok, Desy emang kalo marah kaya singa jadi maklumin aja." Ucap Farhan setengah berbisik.

"Iya bener Dok saya aja suka dimarahin tanpa sebab." Ucap Dicky menambahkan.

Desy yang masih dapat mendengar sayup-sayup ucapan kedua temannya itu langsung membalikan badannya.

"GHIBAHIN GUE AJA TERUS!" Teriak Desy.

Abel, Bara, Farhan, Dicky dan Leo tak kuasa menahan tawanya saat melihat gadis itu berteriak lantang di kantin yang dipenuhi banyak orang.


...


Desy menatap dirinya di pantulan kaca toilet, ia menarik nafas berkali-kali guna meredam emosinya yang sempat memuncak tadi. Tangannya beralih untuk menghidupkan keran dan segera membasuhnya.

"Kamu anak kedokteran yang lagi koas ya?"

Desy menoleh ke sumber suara, ia mendapati seorang wanita yang terlihat sedikit lebih dewasa darinya berpakaian seperti dokter. Desy tersenyum dan mengangguk sopan.

"Di bimbing sama siapa?" Tanya wanita itu.

"Dokter Leo."

"Leo Bimantara Aji? Dokter bedah termuda di rumah sakit ini?"

Desy mengernyit heran,

"Termuda?"

Wanita itu mengangguk pasti.

"Iya jadi Dokter Leo itu satu-satunya dokter spesialis bedah termuda di rumah sakit ini, karena memang skillnya yang tak dapat diragukan serta kecerdasan otaknya membuatnya dengan mudah diterima di usianya yang bahkan baru menginjak 22 tahun."

Desy membulatkan matanya sempurna, pria tengil seperti Leo ternyata memiliki otak yang sangat cerdas dan bahkan di usianya yang masih terbilang muda sudah bisa menghasilkan uang. Tapi tetap saja bagi Desy pria itu hanyalah pria menyebalkan yang hanya menyusahkan hidupnya.

"Kenalin saya Reyna Maharani, dokter spesialis kandungan. Kamu bisa panggil saya Dokter Rey." Wanita itu tersenyum sembari mengulurkan tangannya kepada Desy.

Dengan senang hati Desy menerima uluran tangan itu.

"Saya Desy Aldera Ghibran, Dokter bisa panggil saya Desy." Ucap Desy ramah.

Setalah menyelesaikan sesi perkenalan, Desy berpamitan kepada Dokter Rey untuk kembali ke kantin karena teman-temannya pasti sudah menunggunya. Dokter Rey pun hanya tersenyum dan menganggukan kepalanya.

Desy sebenernya malas untuk kembali lagi ke kantin, namun ia masih menyayangi cacing-cacing di perutnya ia tak mau cacingnya mati kelaparan.

"Loh Dokter Leo kemana?"

Tanya Desy saat sudah sampai di meja teman-temannya, namun tidak ada Leo di sana.

"Hilih tadi aja marah-marah sekarang nyariin." Sindir Abel

"Idih siapa yang nyariin dia, bagus dong kalo dia ngga ada di sini jadi gue bisa bebas."

"Dokter Leo tadi dipanggil katanya ada pasien yang baru masuk UGD dan harus di operasi." Jelas Farhan.

Desy yang mendengarnya hanya ber-oh ria.

"Oh ya Dick, perasaan dari tadi diem mulu lo nggak kaya biasanya."

Dicky hanya memasang wajah kesal saat Desy bertanya pada dirinya, menurutnya Desy adalah cewek yang tidak peka.

"Biasa kebakar api cemburu, Des." Ucap Bara,

"Cemburu sama siapa?"

"Lu sama Dokter Leo lah."

Desy hanya mendengus sebal, kenapa Dicky harus cemburu dengan Leo sih padahal dirinya tak ada hubungan spesial apapun dengan pria menyebalkan itu.

"Gue ngga ada hubungan apapun sama dia."

"Wah beneran?" Tanya Dicky dengan mata berbinar.

"Iya."

Dicky bersorak senang.

"Akhirnya punya kesempatan lagi."

"Tapi gue juga nggak mau sama lo."

Jawaban Desy membuat hati Dicky seketika hancur berkeping-keping, ini bukan pertama kali Desy menolak perasaan Dicky sebelum pria itu mengungkapkannya. Tapi bagi Dicky penolakan Desy merupakan motivasi untuknya agar lebih berusaha lagi. Memang terkadang cinta dan bodoh beda tipis.

"Double Kill." Ucap Abel yang mengundang gelak tawa Farhan, Bara dan Desy.

Dicky yang tersindir pun hanya menghela nafas.

"Sialan lo pada."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 06, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

You Are My HealingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang