Fiksi

5.8K 672 100
                                    

"Karakter, organisasi, tempat, perusahaan, pekerjaan dan kejadian dalam tulisan ini hanya fiktif."
__________________________________


"Nona Dewi, silahkan masuk..."

Wanita cantik yang namanya dipanggil itu mengangguk dan tersenyum manis, karena merasa amat berterima kasih atas bantuan perawat yang sudah memperbolehkan dia masuk ke ruang Psikiter itu, meskipun dia sudah sangat terlambat.

Dengan menarik napas panjang dan mencengkram erat tali tas yang ada di pundaknya. Dia berjalan perlahan memasuki ruangan yang pintunya sudah terbuka itu.

"Permisi..." ucapnya dengan ekor mata yang bergerak mencari pemilik ruangan yang terlihat nyaman itu.

"Silahkan..."

Bayu...

Wanita cantik itu membeku melihat ketampanan Bima. Tubuhnya bereaksi berlebihan, dimulai dari jantungnya berdegup lebih kencang, kakinya yang bergetar, matanya berkaca-kaca dan oksigen dalam ruangan itu yang tiba-tiba menipis, hingga dia merasa kesulitan bernapas normal.

Dia memperhatikan Bima mulai dari rambutnya yang berwarna kecokelatan dan disisir rapi. Alis tegas berwarna hitam yang konon bisa membuat para wanita menggila. Lalu turun ke mata Bima yang dibatasi kacamata bening, dan tetap memperlihatkan tatapan mata dingin. Lalu turun ke hidung mancung tempat kacamata itu bertengger, dan berakhir pada bibir berukuran kecil yang terlihat lembab dan berwarna kemerahan.

Pantas saja jadwal konsultasi Dokter ini selalu penuh. Bahkan kabarnya para pasien harus mengatur jadwal pertemuan mereka jauh-jauh hari. Sekarang ia tahu alasannya, ternyata selain bisa menyelesaikan masalah, para wanita juga bisa merasa bahagia hanya dengan melihat wajah Dokter yang amat tampan itu.

"Silahkan duduk."

Wanita cantik yang belum selesai dengan lamunannya itu mengangguk pelan mengikuti perintah Bima.

"Nama?" tanya Bima dengan wajah datar tanpa senyuman yang masih mampu membuat wanita manapun berdebar-debar.

"Awalnya saya datang kesini, karena saya pikir saya udah gila."

Bima menautkan pangkal alisnya, "Dan sekarang?"

"Tapi setelah saya ngeliat Dokter. Saya pikir, saya hamil."

Bima membelalak lebar, "Kacau!!"

Mendengar perkataan dan melihat ekspresi Bima yang terkejut ketakutan. Wanita cantik dengan rambut yang sedikit berantakan itu tertawa lepas sembari berusaha menutupi mulutnya.

"Saya cuma bercanda, Dokter. Jangan dianggap serius." ucapnya dengan mengibaskan tangannya.

Dengan wajah kaget, mata yang masih membelalak dan mulut yang setengah terbuka, Bima menyandarkan punggungnya perlahan. Sedangkan wanita cantik itu menegakkan punggungnya, sedikit khawatir dan merasa bertanggung jawab setelah melihat ekspresi Bima.

"Dokter nggak pa-pa?"

Bima menggeleng pelan, masih tidak percaya akan mendengar kalimat konyol yang sedikit menyeramkan itu. Meskipun Bima sudah sering bertemu dengan bermacam-macam karakter orang. Rasanya wanita ini termasuk dalam karakter yang harus Bima diwaspadai.

Bima memperbaiki posisi duduknya, mengambil berkas di atas meja yang ada depannya, dan memegang bolpoin seperti yang biasanya ia lakukan.

"Silahkan sebutkan nama anda." ucap Bima berusaha bersikap biasa saja.

"Nama saya Dewi..."

Jangan lagi, please...

"... Utari."

When You Fall in Love, You Need a Double DosageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang