Daddy - Park Jimin

5.3K 120 2
                                    

.
.
.
.
.

"Jangan banyak mengeluh Yoongi. Bukankah sudah aku ingatkan kau untuk berhenti dari kebiasaan burukmu itu?"

"..."

"Ah, sudahlah. Kau memang kepala batu. Percuma saja aku menasehatimu terus. Gigiku lama-lama bisa kuning."

Kening pria berjubah putih itu mulai timbul saat mendengarkan suara gelak tawa dari ujung panggilannya.

Tanpa perasaan, ia langsung menutup panggilan itu dan mengunci ponselnya dengan kasar. Lama-lama jika dia berurusan dengan pria bernama Min Yoongi, dia akan segera mengalami penuaan dini.

Park Jimin, 35 tahun, pria berprofesi sebagai dokter penyakit dalam itu lantas menyandarkan tengkuk lehernya pada kepala kursi putar yang ia tempati sembari memijit keningnya yang terasa sedikit berdenyut. Menjadi seorang dokter itu memang tidak mudah. Apalagi harus berhadapan dengan pasien yang super duper menyebalkan dan suka mengabaikan nasehat yang sudah ia berikan dengan penuh perhitungan.

Ceklek!

"Daddy!"

Suara manis itu membawa Jimin kembali pada dunia nyata. Ia membuka matanya dan tersenyum melihat anak gadis yang tinggal menunggu bulan, sebentar lagi akan meninggalkan bangku sekolah menengah pertamanya, Hae Jihee.

Hae Jihee, 15 tahun, berlari kecil ke arah Jimin dan merengkuh leher tegap pria itu, "Aku merindukanmu, Daddy!"

Jimin tertawa mendengar seruan Jihee, ia juga membalas pelukan Jihee dan membawa Jihee duduk di atas pangkuannya, "Daddy juga rindu denganmu, Jihee."

Jihee melepaskan pelukannya kemudian tertawa renyah. Memandang wajah tampan ayah tirinya dengan binar polosnya. Binar polos yang selalu saja dapat membuat seorang Park Jimin melupakan segenap rantai masalah yang tadi melingkar di pergelangan kakinya. Walaupun mereka hanyalah berstatus sebagai ayah dan anak tiri. Tetapi, mereka sangat dekat. Bahkan, lebih dekat dari yang seharusnya.

"Bagaimana sekolahnya hari ini, sayang?"

"Luar biasa, Daddy! Di sekolah, Jihee belajar banyak hal dan Jihee ..." Jihee tersenyum lebar, tiba-tiba ia menunduk dengan pipi memerah. Tentu saja Jimin bingung dengan perubahan ekspresi Jihee yang menukik tajam dari atas ke bawah.

"Ada apa, sayang? Kelihatannya Jihee senang sekali." Jimin gemas melihat tingkah anak gadisnya yang sangat menggemaskan. Ia mengecup pipi gembul itu dan sengaja menyentuhkan ujung hidungnya pada pipi Jihee.

"Kakak kelas yang Jihee suka, dia menyatakan perasaannya padaku, Daddy. Dia meminta Jihee untuk menjadi pacarnya."

Deg!

"Apa?" Jimin masih tidak percaya dengan apa yang ia dengar. Inilah yang paling ia takutkan. Jihee, gadis itu mulai menyentuh masa-masa remajanya dan mulai menaruh rasa suka pada lawan jenisnya.

Hal yang diam-diam Jimin benci setiap kali ia tidak sengaja melihat Jihee yang mengobrol bersama teman-teman lelakinya saat pulang di gerbang utama sekolah.

"Hongjoong Oppa, dia menem-"

"Apa kau menerimanya?"

"Hm, iya, Daddy. Aku menerima-"

"Putuskan dia sekarang." perkataan Jihee langsung dipotong begitu saja oleh gertakan Jimin.

"Pu-putus?" mata Jihee memanas, "Kenapa, Daddy?"

Jimin mengusap mahkota gadis itu dengan penuh kasih sayang. Berbanding terbalik dengan hatinya yang sepanas bara api yang menyala-nyala.

"Kau masih kecil, sayang. Belum saatnya untuk menjalani apa yang namanya pacaran."

Daddy ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang