Part 4

21 5 1
                                    

"Anjir itu guru ngehukum gak tanggung-tanggung, gue kan capek!" eluh Alhena. Ia baru saja dihukum oleh pak kumis, nama aslinya sih bukan pak kumis melainkan pak Hanafi, tapi kumisnya tebal membuat anak-anak memanggilnya pak kumis.

Masih mengatur nafasnya yang terengah-engah Alhena memasuki kelasnya yang masih terdapat beberapa siswa saja termasuk Diva dan Rasti.

"Dari mana lo? Gue pikir ga masuk" ucap Diva yang menunggu Rasti selesai merapihkan bukunya.

"Ya telat lah apa lagi coba," sahut Rasti menutup tasnya.

"Hari ini kan yang ngawas pak kumis, lo di hukum apa? Itu guru ya kalau ngehukum gila, sadis anjir!" kata Diva bergidik ngeri membayangkan dirinya di hukum oleh pak Hanafi

"Bener apa kata lo! Sadis! Masa gue di hukum 2 jam di jemur terus lari keliling lapangan basket 30 kali  putaran!" curhatnya pada Diva. "pegel kaki gue"

"Yaudah sabar ya, lagian lo sih hobby kok telat!" ujar Rasti turut bersedih atas hukuman yang di berikan pada Alhena.

"Kantin lah kuy!" ajak Diva berjalan mendahului Rasti dan Alhena.

***

Suara dentingan sendok dan mangkok menghiasi meja Alhena, Rasti dan Diva. Ketiganya kompak membeli semangkuk bakso untuk mengganjal perut mereka sampai menjelang siang nanti.

"Serius lo di bantu sama si Damar?" tanya Diva yang sibuk memotong baksonya menjadi kecil-kecil. Alhena menceritakan semuanya pada Diva dan Rasti dari awal ia dibantu oleh Damar 2 minggu yang lalu.

"Iya serius" jawab Alhena sambil menambahkan satu sendok cabai lagi ke dalam baksonya.

"Setahu gue ni ya si Damar itu anak brandalan, nakal, bebal, brengsek. Hmm apalagi ya??" Diva tampak memikirkan kata-kata apalgi yang pas untuk menjudge Damar.

"Husss ga boleh gitu, Aslinya Damar itu baik tau" terdengar nada pembelaan dari kalimat Rasti.

"Alahh, iya deh Damar baik, makanya lo suka!" ledek Diva yang membuat Rasti lesal setengah mati. Itu rahasianya hanya diberitahukan pada Diva namun Diva malah mengumbarnya.

"Apaan sih Div!" wajah Rasti sedikit menampilkan wajah khawatir. Alhena yang melihatnya pun mengerti.

"Santai aja Ras, gue gak ember kok" ujar Alhena memasukan satu buah bakso kedalam mulutnya yang membuat wajahnya memerah seketika karena pedas. Ia tak mencobanya lagi setelah tadi memasukan sambal ke dalam mangkuknya.

"Kenapa lo?" tanya Diva yang melihat ekspresi wajah Alhena.

Alhena segera menyambar minumannya lalu meneguknya hingga kandas tak tersisa. Tapi rasa pedas itu masih ada. Dengan buru-buru ia bangkit dari kursinya, ia mendekati kulkas dan mengambil sebotol air dingin yang kebetulan tersisa satu didalamnya.

Namun ada sebuah tangan yang mengambil botol itu terlebih dahulu. Alhena tak mau tau, ia menarik botol tersebut, dan saat hendak membukanya. Tangan seseorang tersebut kembali menariknya.

"Lo apa-apaan sih?!" Alhena yang tak terima pun protes pada seseorang yang mengambil botol minumnya.

"Lo yang apa-apaan, ini botol gue yang ambil duluan" orang tersebut sudah membuka tutup botol tersebut dan saat hendak meminumnya Alhena kembali menarik botolnya dan menegaknya sampai setengah.

"Eh eh! Itu kan punya gue! Enak aja lo main ambil!" tak terima airnya diminum seseorang tersebut mengambil paksa air yang sedang di teguk oleh Alhena.

"Ck! Gue kan lagi kepedasan, jadi cowo ngalah dikit kek sama cewe!"

"Heh! Emangnya lo doang yang haus? Gue juga!" Mendengar sedikit keributan dari ujung kantin membuat beberapa orang yang ada di dekat mereka menengok ke arah sumber suara termasuk Rasti dan Diva dan Damar yang melihat dari pintu kantin.

AlhenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang